DPR: Green Jobs Harus Bisa Diterjemahkan Mulai dari Akar Rumput

Sabtu, 25 Juni 2022 - 07:36 WIB
loading...
DPR: Green Jobs Harus Bisa Diterjemahkan Mulai dari Akar Rumput
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luluk Nur Hamidah mengatakan bahwa pekerjaan ramah lingkungan (green jobs) harus bisa diterjemahkan mulai dari akar rumput. Foto/ist
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ( PKB ) Luluk Nur Hamidah mengatakan bahwa pekerjaan ramah lingkungan (green jobs) harus bisa diterjemahkan mulai dari akar rumput. Misalnya, kata dia, dari sektor pertanian yang akan jadi peluang di masa datang.

“Kita bisa menciptakan makin banyak wirausaha berbasis anak muda dari pengolahan sampah organik pertanian menjadi pakan ternak atau ikan yang sampai hari ini kebutuhan pakan ini masih mengandalkan impor dan memakan biaya produksi, mereka juga bisa ditambah keterampilannya dan diberikan akses modal atau kemudahan usaha,” kata Luluk di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (23/6/2022).

Dia melanjutkan, sektor pertanian juga diarahkan ke good agriculture practices. “Jadi selain meningkatkan ekonomi lokal, kita bisa membuat lingkungan lebih baik,” tuturnya yang juga anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini.





Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma menambahkan bahwa dengan era transisi energi dan adanya target mencapai net zero emission, Indonesia perlu fokus pada tiga sektor penting, yaitu sektor lahan, maritim, dan energi, terutama energi terbarukan. Menurutnya, perlu ada regulasi payung yang memastikan terjadinya transisi energi menuju energi terbarukan.

Dengan adanya payung hukum itu, kata dia, maka green jobs bisa dipastikan dapat diakselerasi. “Sekiranya ini proses panjang maka tahapannya bisa dibuat lebih jelas. Ekosistemnya perlu dibangun sejak sekarang. Itu sebabnya kami mendorong Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) agar fokus saja pada energi terbarukan. Ini salah satu isu yang perlu dikawal di parlemen,” tuturnya.

Peneliti Koaksi Indonesia Siti Koiromah menjelaskan bahwa sebenarnya istilah green jobs bukan hal baru. “ILO mendefinisikan green jobs sebagai pekerjaan yang layak dan berkontribusi melestarikan atau memulihkan lingkungan, yang dapat berasal dari sektor tradisional seperti manufaktur dan konstruksi, maupun sektor yang baru seperti energi terbarukan dan efisiensi energi,” ujar Siti Koiromah.

Dari perspektif Koaksi Indonesia, lanjut dia, strategi pemulihan ekonomi hijau merupakan strategi terbaik dalam menyelesaikan krisis pandemi Covid-19. Dia mengatakan, Indonesia memiliki peluang green jobs yang besar di berbagai sektor.

“Pemerintah Indonesia telah memproyeksikan jumlah green jobs hingga tahun 2045 mencapai 15 juta dalam skema low carbon development Indonesia,” ungkap Siti Koiromah.

Dia melanjutkan, berbasis Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Koaksi Indonesia menghitung bahwa akan tercipta 432 ribu tenaga kerja langsung akan pada 2030 dan lebih dari 1,12 juta pada 2050. Angka tersebut, kata dia, belum termasuk tenaga kerja tidak langsung dan terinduksi.

“Lalu, dari target dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021 - 2030, 51,6% energi terbarukan setara 20,9 GW menciptakan lebih dari 140 ribu tenaga kerja sedangkan 48,4% energi fosil setara 19,6 GW menciptakan 10 ribu tenaga kerja. Jadi energi terbarukan menciptakan lebih banyak tenaga kerja dibandingkan energi fosil dengan jumlah kapasitas yang hampir sama,” imbuhnya.

Itu sebabnya, sambung dia, green Jobs bisa menjadi bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim karena saat ini sebagian besar emisi Indonesia berasal dari energi fosil. Dia menuturkan, semakin besar industri dengan visi ekonomi hijau dibangun maka semakin banyak green jobs tercipta.

Begitu juga sebaliknya. Semakin besar kontribusi yang dapat diberikan untuk melindungi dan memulihkan lingkungan. “Indonesia perlu langkah strategis dalam mendorong green jobs, yaitu menjadikan energi terbarukan sebagai sumber energi utama, perlunya peta jalan pengembangan keterampilan green jobs, dan menginformasikan dan mempromosikan peluang dan contoh nyata green jobs di berbagai sektor,” jelasnya.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengamini langkah strategis yang disampaikan Koaksi Indonesia untuk menginformasikan dan mempromosikan green jobs. “Adanya transformasi besar ini harus disosialisasikan supaya masyarakat luas bisa mengakses Green Jobs ke depannya. Masyarakat kita itu adalah masyarakat yang perlu dijelaskan dari A sampai Z, apa kebaikan dan dampaknya, termasuk masyarakat lokal yang ada di pedalaman,” paparnya.

Dia menambahkan, berikutnya harus ada peningkatan keterampilan dan pengetahuan seperti apa pekerjaan yang layak dan berkontribusi pada lingkungan supaya masyarakat sudah siap ketika ada pekerjaan baru. “Apalagi setelah pandemi, kolaborasi makin bertumbuh. Ini momen yang pas untuk memastikan keberlangsungan pekerjaan, khususnya yang terkait dengan isu climate change dan just transition,” ungkap dia.

Manager Component Formal Education Renewable Energy Skill Development (RESD) - sebuah proyek kerja sama pembangunan antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Swiss Bakhtiyar Salam menjelaskan bahwa RESD bertujuan mendukung perancangan, perencanaan, pemasangan, pengoperasian, dan pemeliharaan pembangkit listrik energi terbarukan (PLTS dan PLTA) di Indonesia secara kompeten melalui penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan memenuhi kebutuhan industri.

Dia menerangkan, RESD bekerja sama dengan 10 lembaga percontohan, seperti lembaga pelatihan dan politeknik negeri. “Salah satunya, RESD saat ini mengembangkan program D4 spesialisasi 1 tahun untuk semester 7 dan 8 yang fokus di energi terbarukan. Keunggulan program ini adalah kurikulum yang tepat sasaran, sarana peralatan laboratorium, program magang, dosen dan pranata laboratorium yang ahli dan kompeten, dan jejaring energi terbarukan yang luas,” ucapnya.

Regional Climate and Energy Campaign Coordinator Greenpeace South East Asia Tata Mustasya menegaskan bahwa konteks dunia dan Indonesia yang sudah sampai pada limit pengembangan ekonomi tradisional dan harus berpindah ke energi terbarukan. Dikatakannya, transisi energi harus mengoptimalkan bonus demografis dengan tepat waktu.

“Jadi dari sudut pandang branding, pemahaman green jobs perlu diperkuat. Lalu, pembangunan ekonomi kita secara desain harus didorong ke arah distributif sesuai dengan konstitusi pengembangan ekonomi yang merata. Saat ini 70% angkatan kerja kita berpendidikan SMP atau ke bawah,” ujar Tata Mustasya.

Jadi, kata dia, unsur inklusif perlu diperhatikan dalam green jobs sehingga bisa diakses oleh angkatan kerja mayoritas tersebut. “Sepakat dengan yang dikatakan Ibu Elly bahwa bagaimana masyarakat adat dan masyarakat lokal juga harus bisa ikut serta dalam transisi energi, mengetahui dampak, dan mendapatkan benefitnya. Caranya bisa dengan mendorong bahan bacaan ringan sebagai panduan praktis bagi angkatan muda untuk bisa masuk ke green jobs,” pungkasnya.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1841 seconds (0.1#10.140)