Pentingnya Kerja Sama Parlemen Dunia dalam Mitigasi Bencana
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPR RI Puan Maharani menilai dukungan dari parlemen menjadi kunci terwujudnya kerja sama dunia dalam hal penanganan kebencanaan. Dia menekankan pentingnya peran parlemen dalam memitigasi dan menangani bencana di setiap negara.
"Parlemen berada dalam posisi yang unik dalam penanganan bencana: sebagai katalis pembuatan kebijakan, menjembatani kepentingan berbagai pihak, dan mewakili konstituen," kata Puan Maharani saat memberikan pidato kunci dalam Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ke-7 di Bali, Kamis (26/5/2022).
GPDRR merupakan pertemuan global khusus kebencanaan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyelenggarakan agenda tersebut setiap dua tahun sekali dan kali ini Indonesia kebagian sebagai tuan rumah.
Di hadapan delegasi dari berbagai negara yang hadir, Puan menekankan bahwa parlemen Indonesia setidaknya memiliki empat peran penting dalam mendukung pemerintah RI dalam hal penanganan kebencanaan. Pertama, memperkuat kebijakan pembangunan yang memperhatikan daya dukung lingkungan hidup.
Kedua, mendukung kebijakan manajemen bencana yang dapat melibatkan peran serta seluruh pihak, baik pemerintah, masyarakat umum, dan industri. Ketiga, memberikan landasan hukum dalam mengelola pembangunan yang berwawasan lingkungan dan manajemen bencana.
"Keempat, memberikan anggaran yang cukup dalam pengurangan risiko dan meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana," kata Puan.
Dia pun menegaskan bahwa parlemen di Indonesia dan berbagai belahan dunia semakin menyadari peran strategis dalam penguatan kerjasama internasional untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Isu lingkungan ini bahkan menjadi salah satu perhatian bersama di acaraInter Parliamentary Union (IPU).
Sebagai Presiden Majelis IPU ke-144 di Bali, 20 -24 Maret 2022 lalu, Puan telah memimpin disepakatinya Deklarasi Nusa Dua terkait upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Dalam Deklarasi Nusa Dua, parlemen-parlemen negara dunia menegaskan komitmen untuk penguatan aksi nasional untuk mewujudkan komitmen global, yaitu mencapai net zero emission.
"Serta dukungan terhadap pembiayaan iklim bagi negara berkembang sebesar US$ 100 miliiar yang harus segera dipenuhi," kata Cucu dari Presiden pertama RI Soekarno ini.
Di tingkat regional, ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA) juga mendorong kerjasama guna mewujudkan ASEAN Vision 2025 on Disaster Management. "Menyadari pentingnya Kerjasama internasional, DPR-RI siap bergerak bersama dengan parlemen negara-negara lain untuk memperkuat peran dalam pengurangan resiko bencana. Sekarang adalah saatnya untuk segera bertindak tanpa menunda," tegas Puan.
Namun, Puan menekankan, berbagai upaya di tingkat internasional harus dibarengi dengan penguatan pondasi internal negara. Pondasi internal negara perlu diarahkan dalam membangun kedaulatan pangan, industri ramah lingkungan, optimalisasi energi baru dan terbarukan, serta pembangunan berwawasan ketahanan menghadapi bencana.
Implementasi tiga agenda transformatif: SFDRR, SDGs dan Paris Agreement di tingkat nasional maupun global, membutuhkan konsistensi, sinergi dan koordinasi di setiap tingkatan. Menutup pidatonya, Puan mengungkapkan keyakinannya bahwa konferensi yang digelar PBB ini akan mampu menghasilkan rumusan yang tepat yang dapat di implementasikan dalam memperkuat resiliensi dalam menghadapi bencana dan pembangunan berkelanjutan.
"Rumusan komitmen bersama adalah penting; akan tetapi tindakan nyata, sekecil apapun, menjadi lebih penting bagi kita untuk semakin dekat mencapai pembangunan berkelanjutan," pungkasnya.
"Parlemen berada dalam posisi yang unik dalam penanganan bencana: sebagai katalis pembuatan kebijakan, menjembatani kepentingan berbagai pihak, dan mewakili konstituen," kata Puan Maharani saat memberikan pidato kunci dalam Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ke-7 di Bali, Kamis (26/5/2022).
GPDRR merupakan pertemuan global khusus kebencanaan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyelenggarakan agenda tersebut setiap dua tahun sekali dan kali ini Indonesia kebagian sebagai tuan rumah.
Di hadapan delegasi dari berbagai negara yang hadir, Puan menekankan bahwa parlemen Indonesia setidaknya memiliki empat peran penting dalam mendukung pemerintah RI dalam hal penanganan kebencanaan. Pertama, memperkuat kebijakan pembangunan yang memperhatikan daya dukung lingkungan hidup.
Kedua, mendukung kebijakan manajemen bencana yang dapat melibatkan peran serta seluruh pihak, baik pemerintah, masyarakat umum, dan industri. Ketiga, memberikan landasan hukum dalam mengelola pembangunan yang berwawasan lingkungan dan manajemen bencana.
"Keempat, memberikan anggaran yang cukup dalam pengurangan risiko dan meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana," kata Puan.
Dia pun menegaskan bahwa parlemen di Indonesia dan berbagai belahan dunia semakin menyadari peran strategis dalam penguatan kerjasama internasional untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Isu lingkungan ini bahkan menjadi salah satu perhatian bersama di acaraInter Parliamentary Union (IPU).
Sebagai Presiden Majelis IPU ke-144 di Bali, 20 -24 Maret 2022 lalu, Puan telah memimpin disepakatinya Deklarasi Nusa Dua terkait upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Dalam Deklarasi Nusa Dua, parlemen-parlemen negara dunia menegaskan komitmen untuk penguatan aksi nasional untuk mewujudkan komitmen global, yaitu mencapai net zero emission.
"Serta dukungan terhadap pembiayaan iklim bagi negara berkembang sebesar US$ 100 miliiar yang harus segera dipenuhi," kata Cucu dari Presiden pertama RI Soekarno ini.
Di tingkat regional, ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA) juga mendorong kerjasama guna mewujudkan ASEAN Vision 2025 on Disaster Management. "Menyadari pentingnya Kerjasama internasional, DPR-RI siap bergerak bersama dengan parlemen negara-negara lain untuk memperkuat peran dalam pengurangan resiko bencana. Sekarang adalah saatnya untuk segera bertindak tanpa menunda," tegas Puan.
Namun, Puan menekankan, berbagai upaya di tingkat internasional harus dibarengi dengan penguatan pondasi internal negara. Pondasi internal negara perlu diarahkan dalam membangun kedaulatan pangan, industri ramah lingkungan, optimalisasi energi baru dan terbarukan, serta pembangunan berwawasan ketahanan menghadapi bencana.
Implementasi tiga agenda transformatif: SFDRR, SDGs dan Paris Agreement di tingkat nasional maupun global, membutuhkan konsistensi, sinergi dan koordinasi di setiap tingkatan. Menutup pidatonya, Puan mengungkapkan keyakinannya bahwa konferensi yang digelar PBB ini akan mampu menghasilkan rumusan yang tepat yang dapat di implementasikan dalam memperkuat resiliensi dalam menghadapi bencana dan pembangunan berkelanjutan.
"Rumusan komitmen bersama adalah penting; akan tetapi tindakan nyata, sekecil apapun, menjadi lebih penting bagi kita untuk semakin dekat mencapai pembangunan berkelanjutan," pungkasnya.
(rca)