Kemenag Pastikan Haji Khusus 2022 Mendapat Kuota 8%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Haji khusus 1443H/2022M mendapatkan kuota sebesar 8%. Hal ini dipastikan Dirjen PHU Kemenag Hilman Latief berdasarkan ketentuan UU Nomor 8/2019.
"Kita masih menunggu berapa kuota haji yang akan diberikan kepada Indonesia. Kuota haji nantinya sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 akan terdiri dari 92% haji reguler dan 8% haji khusus," kata Hilman pada Focus Group Discussion (FGD) Mitigasi Risiko Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus Tahun 1443 H/2022 M di Depok, dikutip dalam keterangan resminya, Rabu (13/04/2022).
Hilman menjelaskan, berdasarkan data pelunasan haji khusus tahun 2020, terdapat 15.466 jemaah yang telah melakukan pelunasan Bipih Khusus tahun 2020. Meski sudah lunas, dirinya mengingatkan bahwa jamaah haji khusus belum tentu semua otomatis berangkat tahun ini karena penyelenggaraan haji 2022 masih dalam situasi pandemi.
"Jika kuota yang diberikan kepada Indonesia tidak dalam jumlah normal (100%), maka ada potensi banyak jemaah lunas yang belum dapat diberangkatkan," kata dia.
Pada kesempatan itu, Hilman juga meminta kepada jajarannya di Direktorat Bina UHK untuk melakukan sejumlah persiapan, yaitu:
a) Rekonsiliasi data jemaah haji khusus yang lunas dan siap berangkat;
b) Mendata jemaah haji khusus di bawah usia 65 tahun yang siap berangkat;
c) Memastikan bahwa jemaah haji khusus yang siap berangkat, telah divaksinasi covid-19 dosis lengkap; dan
d) Menyusun regulasi konfirmasi pelunasan Bipih Khusus dan pengisian kuota haji khusus.
"Bina UHK juga harus membuat simulasikan skenario pemberangkatan jemaah haji khusus, menyangkut konsorsium PIHK, petugas PIHK, dan pengurusan kontrak layanan Arab Saudi,” tutur Hilman.
Lalu terkait pengisian kuota haji khusus, Hilman meminta agar dibuat pedoman yang jelas dan tegas. Dia meminta jangan sampai ada jemaah yang “terzalimi” gara-gara terlompati nomor porsinya.
“Acuan dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 sudah jelas, prinsip “first come first serve” tidak dapat ditawar lagi, karena mereka sudah melunasi Bipih, mengantri, dan tertunda berangkat selama 2 tahun,” tuturnya.
“Jika ada yang tidak dapat berangkat karena kendala persyaratan, maka digantikan oleh nomor porsi secara urutan yang ada di bawahnya,” kata dia.
Selain itu, pihaknya juga mengidentifikasi sejumlah persoalan yang perlu dimitigasi. Misalnya, potensi kenaikan biaya layanan setelah dua tahun tidak ada pemberangkatan, baik layanan akomodasi, konsumsi, transportasi di Arab Saudi, juga visa dan asuransi.
Termasuk kondisi keuangan PIHK pasca diterpa pandemi Covid-19. “Kesehatan keuangan PIHK menjadi salah satu kunci kesuksesan pemberangkatan jemaah haji khusus tahun ini. Masalah jamaah dengan visa mujamalah juga perlu mendapatkan perhatian dan mitigasi risiko, termasuk pelayanannya di Arab Saudi,” kata dia.
"Kita masih menunggu berapa kuota haji yang akan diberikan kepada Indonesia. Kuota haji nantinya sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 akan terdiri dari 92% haji reguler dan 8% haji khusus," kata Hilman pada Focus Group Discussion (FGD) Mitigasi Risiko Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus Tahun 1443 H/2022 M di Depok, dikutip dalam keterangan resminya, Rabu (13/04/2022).
Hilman menjelaskan, berdasarkan data pelunasan haji khusus tahun 2020, terdapat 15.466 jemaah yang telah melakukan pelunasan Bipih Khusus tahun 2020. Meski sudah lunas, dirinya mengingatkan bahwa jamaah haji khusus belum tentu semua otomatis berangkat tahun ini karena penyelenggaraan haji 2022 masih dalam situasi pandemi.
"Jika kuota yang diberikan kepada Indonesia tidak dalam jumlah normal (100%), maka ada potensi banyak jemaah lunas yang belum dapat diberangkatkan," kata dia.
Pada kesempatan itu, Hilman juga meminta kepada jajarannya di Direktorat Bina UHK untuk melakukan sejumlah persiapan, yaitu:
a) Rekonsiliasi data jemaah haji khusus yang lunas dan siap berangkat;
b) Mendata jemaah haji khusus di bawah usia 65 tahun yang siap berangkat;
c) Memastikan bahwa jemaah haji khusus yang siap berangkat, telah divaksinasi covid-19 dosis lengkap; dan
d) Menyusun regulasi konfirmasi pelunasan Bipih Khusus dan pengisian kuota haji khusus.
"Bina UHK juga harus membuat simulasikan skenario pemberangkatan jemaah haji khusus, menyangkut konsorsium PIHK, petugas PIHK, dan pengurusan kontrak layanan Arab Saudi,” tutur Hilman.
Lalu terkait pengisian kuota haji khusus, Hilman meminta agar dibuat pedoman yang jelas dan tegas. Dia meminta jangan sampai ada jemaah yang “terzalimi” gara-gara terlompati nomor porsinya.
“Acuan dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 sudah jelas, prinsip “first come first serve” tidak dapat ditawar lagi, karena mereka sudah melunasi Bipih, mengantri, dan tertunda berangkat selama 2 tahun,” tuturnya.
“Jika ada yang tidak dapat berangkat karena kendala persyaratan, maka digantikan oleh nomor porsi secara urutan yang ada di bawahnya,” kata dia.
Selain itu, pihaknya juga mengidentifikasi sejumlah persoalan yang perlu dimitigasi. Misalnya, potensi kenaikan biaya layanan setelah dua tahun tidak ada pemberangkatan, baik layanan akomodasi, konsumsi, transportasi di Arab Saudi, juga visa dan asuransi.
Termasuk kondisi keuangan PIHK pasca diterpa pandemi Covid-19. “Kesehatan keuangan PIHK menjadi salah satu kunci kesuksesan pemberangkatan jemaah haji khusus tahun ini. Masalah jamaah dengan visa mujamalah juga perlu mendapatkan perhatian dan mitigasi risiko, termasuk pelayanannya di Arab Saudi,” kata dia.
(muh)