Kisah Pawang Hujan Menjaga Panggung Kampanye SBY

Selasa, 22 Maret 2022 - 10:55 WIB
loading...
Kisah Pawang Hujan Menjaga...
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyapa kader dan simpatisan saat berkampanye di Pacitan, Jawa Timur. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pawang hujan menjadi perbincangan hangat masyarakat, tak hanya Indonesia tapi juga dunia, setelah gelaran MotoGP Mandalika di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (20/3/2022). Raden Rara Istiati Wulandari, seorang pawang hujan, melakukan ritual secara terbuka di tengah sirkuit, lantaran hujan deras turun menjelang balapan.

Rara, sapaan akrab sang pawang hujan, yang tadinya berada di suatu tempat yang tak terlihat banyak orang, tiba-tiba muncul dengan membawa mangkok berwarna emas, seikat dupa, dan sepotong kayu pendek. Sambil berjalan di tengah hujan deras, Rara berkomat-kamit, memutar-mutar kayu di pinggiran mangkok emas, dan sesekali memukulnya.

Aksinya itumengundang perhatian banyak pembalap MotoGP di paddock. Bahkan masyarakat dunia pun heboh karena seluruh kamera televisi tertuju pada aksi Rara menghentikan hujan.

"Saya diperintahkan oleh bos ITDC, MGPA untuk memindahkan hujan dan membuat lintasan sirkuit dan area sirkuit tetap lembab, sehingga para pembalap lebih nyaman dan penonton tidak kepanasan," tuturnya dikutip dari sebuah video yang beredar, Selasa (22/3/2022).



Keberadaan pawang hujan seperti Rara ini memang sudah dikenal sejak dulu kala di Indonesia. Jasanya banyak digunakan untuk 'menjaga' berbagai kegiatan agar berlangsung aman dan nyaman. Selain even olahraga, pawang hujan juga mudah ditemukan dalam kampanye politik. Tujuannya agar simpatisan/kader tetap bertahan di lokasi sampai kampanye berakhir.

Seperti diceritakan dalam buku Pak Beye dan Politiknya karya Wisnu Nugroho (2010). Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), petahana yang berpasangan dengan Boediono di Pilpres 2009, menggelar kampanye terbuka putaran terakhir di Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta pada 4 April 2009. Panitia menugaskan dua orang, Jawadi dan Yuwono, untuk menjaga kampanye berjalan lancar.

"Tugas kami membantu dan mengusahakan agar hujan tidak turun saat Pak Beye kampanye," tutur Yuwono dikutip dari artikel berjudul 'Kemenyan di Panggung Pak Beye', Selasa (22/3/2022).

Ritual yang dilakukan keduanya adalah membakar kemenyan dan meletakkan sesajen di pohon beringin besar depan keraton. Sajen itu terdiri dari kembang setaman, pisang raja, cabai merah busuk, lidi, hio, dan uang kertas seribuan. Sesaji itu diperuntukkan bagi trah Mbah Mitro di Imogiri, Bantul.

Baca juga: Sejarah Pawang Hujan di Indonesia, Lengkap dengan Sajen dan Maknanya

Kisah Pawang Hujan Menjaga Panggung Kampanye SBY

Jawadi mengipasi tungku berisi arang dan kemenyan saat kampanye SBY-Boediono di Alun-Alun Utara Keraton Yogyakarta pada 4 April 2009. FOTO/REPRO BUKU PAK BEYE DAN POLITIKNYA

Jawadi mulai menyalakan arang di tungku dan membakar kemenyan di dalamnya pada pukul 12.00 WIB. Bara yang sudah jadi tidak boleh padam. Karena itu, Jawadi tidak berhenti mengipasi tungku berisi arang dan butir-butir kemenyan.

Selang dua jam kemudian, SBY baru muncul ke atas panggung. Waktu itu, awan gelap mulai menggelayut di atas alun-alun. Jawadi yang menjaga tungku dengan kipas bambu mulai khawatir. Sebab, dari informasi yang diterima Yuwono, hujan telah turun di Imogiri.

"Kami cuma berusaha. Semua memang tergantung juga pada yang di atas sana," tutur Yuwono.

Dari catatan Koran SINDO, dalam orasinya SBY berjanji ikut menjaga Keistimewaan Yogyakarta serta membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang saat masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional.

"Yogyakarta memiliki nilai sejarah yang tinggi. Daerah istimewa. Mari kita bersama-sama jaga ke depan, agar keistimewaan itu menjadi kebanggaan masyarakat Yogyakarta. Ekonomi Yogyakarta tumbuh 5%. Ke depan ekonomi Yogyakarta harus makin ditingkatkan. Industrinya, kerajinannya, pariwisatanya, usaha mikro kecil menengah. Bersama Demokrat kita tingkatkan ekonomi Yogyakarta," kata SBY seperti dilansir Koran SINDO, 5 April 2009.

Baca juga: Profil Rara Pawang Hujan Mandalika, Perintah Dorna untuk Beraksi di Pusat MotoGP

Selama SBY berorasi di atas panggung, situasi masih aman meski awan hitam semakin tebal. Hingga akhirnya, tak sampai 3 menit setelah SBY turun dari panggung kampanye, hujan deras turun disertai angin kencang. Hujan langsung membubarkan massa yang tadinya berkumpul di depan panggung menikmati hiburan musik.

Hujan deras disertai angin itu juga merobohkan beberapa tenda sepanjang 20 meter di pinggir depan panggung kampanye. Saking kencangnya, pagar besi yang dipasang untuk memisahkan antara panggung dan kader simpatisan juga ada beberapa yang roboh.

Hujan yang berlangsung sekitar satu jam itu menggenangi halaman muka Keraton Yogyakarta. Banjir setinggi betis orang dewasa. Jawadi dan Yuwono pun ikut bergegas pergi meninggalkan kemenyan dan sesaji di bawah pohon beringin.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1123 seconds (0.1#10.140)