Heroik! 69 Pasukan Khusus TNI AU Gugur Ditembak dalam Misi Pengibaran Bendera Merah Putih
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pasukan Gerak Tjepat (PGT) sekarang bernama Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) merupakan pasukan khusus yang dimiliki TNI Angkatan Udara (AU) . Sejak dibentuk pada 17 Oktober 1947, pasukan yang memiliki ciri khas Baret Jingga ini selalu hadir mengiringi perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Sebagai pasukan dengan kualifikasi khusus yang mampu beroperasi di tiga matra baik darat, laut maupun udara, Kopasgat selalu diterjunkan dalam setiap operasi. Salah satunya adalah Operasi Serigala di Irian Barat kini bernama Papua.
Operasi militer berskala besar yang digelar Angkatan Udara Mandala (AULA) merupakan bagian dari Operasi Mandala di bawah Panglima Komando Presiden Soeharto yang kala itu masih berpangkat Mayjen TNI sebagai respons atas seruan Presiden Soekarno yang mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk merebut Irian Barat.
Dipimpin Letnan Udara (LU) I Lambertus Manuhua, dan wakilnya yakni, Letnan Muda Udara (LMU) I Suhadi, Sersan Muda Udara (SMU) Soepangat dan SMU Mengko, pasukan elite TNI AU ini mengemban misi khusus yakni, menghancurkan kekuatan Belanda yang melanggar perjanjian Konferensi Meja Bunda (KMB) karena masih mempertahankan Papua dan tidak mau menyerahkan kepada Indonesia dan mengibarkan Bendera Merah Putih.
Pada 17 Mei 1962, tepat pukul 04.00 dini hari sebanyak 119 prajurit Kopasgat diterbangkan dengan menggunakan tiga pesawat Dakota C-47 dari Pangkalan Udara Laha, Ambon, Maluku. Mereka kemudian diterjunkan di daerah Klamono, Sorong. Sayangnya, dari tiga pesawat yang diterbangkan, hanya satu pesawat yang berhasil menerjunkan pasukan PGT sebanyak 39 orang. Sedangkan dua pesawat lainnya baru melakukan penerjunan dua hari kemudian yakni, pada 19 Mei.
Meski berhasil terjun, pasukan yang dipimpin Manuhua sebagai Komandan Kompi dengan Danton SMU Soepangat menghadapi masalah karena pendaratan tidak sesuai sasaran atau dropping zone melainkan di Pegunungan Mariyat. Manuhua sendiri tersangkut dan tergantung di pohon selama tiga hari tiga malam. Pada saat ditemukan oleh pasukannya, Manuhua dalam keadaan pingsan. Setelah dua minggu, Manuhua akhirnya berhasil mengumpulkan 12 anggota PGT.
Manuhua kemudian membagi pasukannya menjadi dua tim kecil. Bersama tujuh anggotanya, Manuhua melakukan perang gerilya di hutan belantara, mengobrak abrik kekuatan Belanda. Beberapa kali Manuhua dan pasukannya terlibat kontak senjata dengan tentara Belanda yang melakukan patroli.
Pertempuran demi pertempuran dialami Manuhua dan pasukannya. Setelah berhari-hari berada di dalam hutan lebat tanpa perbekalan, Manuhua dan pasukannya memutuskan turun dan masuk ke permukiman warga sekitar untuk mencari makanan. Kedatangan Manuhua langsung diterima oleh warga setempat.
Mereka lalu memberi Manuhua dan pasukannya sagu. Untuk memulihkan tenaga, Manuhua memutuskan untuk bermalam di salah satu rumah di perkampungan tersebut. Ketika waktu menunjukkan pukul 03.00, salah seorang penduduk meminta Manuhua dan pasukannya pindah ke sebuah rumah yang lebih aman. Tanpa curiga, Manuhua mengikuti permntaan penduduk setempat yang ternyata itu adalah jebakan.
Manuhua dan pasukannya dikepung dan dihujani tembakan dari segala arah. Meski kekuatan musuh jauh lebih besar dengan persenjataan lengkap, namun hal itu tidak membuat gentar Manuhua. Dengan gagah berani, Manuhua bertempur habis-habisan. Sayangnya, dalam pertempuran yang tidak seimbang tersebut, Manuhua gugur. ”Saat itu, terdengar dengan jelas pembicaraan tentara Belanda yang mengatakan kalau LU I Manahua dan anak buahnya sudah mati semua kecuali satu yaitu dirinya,” ucap Sutarmono, anak buah Manuhua yang berhasil selamat.
Kibarkan Merah Putih
Sementara itu, pasukan Kopasgat yang dipimpin Letnan Muda Udara (LMU) II Suhadi dengan Komandan Peleton (Danton) SMU Ngarbingan dan SMU Mengko yang semula diterjunkan di Klamono bersama Manuhua, akhirnya diterjunkan di daerah Teminabuan.
Sebanyak 80 prajurit Kopasgat diterjunkan dari pesawat angkut C-130 Hercules. Dipilihnya Hercules lantaran pesawat ini mampu terbang di atas ketinggian 30.000 feet dengan kecepatan 300 NM sehingga mampu mengatasi ancaman pesawat tempur Neptune Belanda. Tepat pukul 02.30, satu persatu prajurit kebanggaan TNI AU itu melompat dari pesawat terjun di kegelapan malam Papua.
Lagi-lagi, pasukan yang diterjunkan harus menghadapi kerasnya alam Papua. Tidak sedikit prajurit Kopasgat yang tersangkut di pohon yang memiliki ketinggian di atas 30 meter, tercebur di rawa-rawa. Bahkan tidak sedikit pula yang mendarat tepat di markas Belanda di Kampung Wersar seperti yang dialami PU I Lili Sumarli, PU I Gunarso dan Kapten Udara (KU) II Alex Sangido serta KU II Wangko. Akibatnya, pertempuran sengit di malam hari tak terhindarkan. Dalam pertempuran yang terjadi pada dini hari tersebut, Kapten Udara (KU) II Alex Sangido dan KU II Wangko ditemukan gugur.
Sementara itu, tentara Belanda yang mendapat serangan mendadak dari Kopasgat langsung kocar-kacir melarikan diri. Setelah berhasil menguasai Kampung Wersar, SMU Mengko kemudian mengeluarkan Bendera Merah Putih dan ranselnya. Setelah memerintahkan anak buahnya menebang pohon setinggi 4 meter, Bendera Merah Putih yang dibawanya langsung diikat dan ditancapkan.
Penancapan Bendera Merah Putih itu disaksikan oleh anggota Kopasgat yang berkumpul di sekitarnya. Mereka kemudian memberikan hormat. Lokasi ini menjadi tempat bersejarah karena untuk pertama kalinya Bendera Merah Putih berkibar di Irian Barat.
”Di Kampung Wersar, saya melihat Bendera Merah Putih yang dikibarkan SMU Mengko dan teman-temannya sudah berkibar,” kenang PU I Rebo Hartono dalam buku berjudul “Heroisme PGT Dalam Operasi Serigala: Pengibaran Bendera Merah Putih Pertama di Teminabuan” yang diterbitkan Subdisjarah Dinas Penerangan Angkatan Udara (Dispenau).
Perang gerilya yang dilakukan Kopasgat membuat Belanda kewalahan dan mengirimkan bala bantuan dari Biak ke Teminabuan. Sebanyak 2 Kompi Marinir, yang merupakan pasukan elite Belanda itu dikirim untuk menghadapi prajurit Kopasgat.
”Operasi ini sukses, PGT AURI berhasil mengemban misi Trikora yakni mengibarkan Bendera Merah Putih di Kampung Wersar Teminabuan. Sebagai tanda untuk pertama kalinya Bendera Merah Putih berkibar di Irian Barat. Keberhasilan misi ini harus ditebus dengan gugurnya 69 prajurit PGT,” tulis buku tersebut,
Di kemudian hari, aksi heroik Kopasgat di Kampung Wersar diabadikan dalam Tugu Merah Putih. Pada tugu perjuangan tersebut terdapat lambang Swa Bhuana Paksa sebagai bentuk kebanggaan TNI AU dalam peranannya mengintegrasikan Irian Barat ke dalam wilayah Indonesia.
Di atas tugu terdapat patung prajurit Kopasgat dengan payung mengembang yang menggambarkan heroism. Di masing-masing sisi tugu terdapat nama-nama prajurit Kopasgat yang gugur maupun selamat dalam penerjunan di Teminabuan.
Lihat Juga: 5 Fakta Marsda Wahyu Hidayat Sudjatmiko, Mantan Danpaspampres yang Pernah Satu Angkatan dengan KSAU di AAU
Sebagai pasukan dengan kualifikasi khusus yang mampu beroperasi di tiga matra baik darat, laut maupun udara, Kopasgat selalu diterjunkan dalam setiap operasi. Salah satunya adalah Operasi Serigala di Irian Barat kini bernama Papua.
Operasi militer berskala besar yang digelar Angkatan Udara Mandala (AULA) merupakan bagian dari Operasi Mandala di bawah Panglima Komando Presiden Soeharto yang kala itu masih berpangkat Mayjen TNI sebagai respons atas seruan Presiden Soekarno yang mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk merebut Irian Barat.
Dipimpin Letnan Udara (LU) I Lambertus Manuhua, dan wakilnya yakni, Letnan Muda Udara (LMU) I Suhadi, Sersan Muda Udara (SMU) Soepangat dan SMU Mengko, pasukan elite TNI AU ini mengemban misi khusus yakni, menghancurkan kekuatan Belanda yang melanggar perjanjian Konferensi Meja Bunda (KMB) karena masih mempertahankan Papua dan tidak mau menyerahkan kepada Indonesia dan mengibarkan Bendera Merah Putih.
Pada 17 Mei 1962, tepat pukul 04.00 dini hari sebanyak 119 prajurit Kopasgat diterbangkan dengan menggunakan tiga pesawat Dakota C-47 dari Pangkalan Udara Laha, Ambon, Maluku. Mereka kemudian diterjunkan di daerah Klamono, Sorong. Sayangnya, dari tiga pesawat yang diterbangkan, hanya satu pesawat yang berhasil menerjunkan pasukan PGT sebanyak 39 orang. Sedangkan dua pesawat lainnya baru melakukan penerjunan dua hari kemudian yakni, pada 19 Mei.
Meski berhasil terjun, pasukan yang dipimpin Manuhua sebagai Komandan Kompi dengan Danton SMU Soepangat menghadapi masalah karena pendaratan tidak sesuai sasaran atau dropping zone melainkan di Pegunungan Mariyat. Manuhua sendiri tersangkut dan tergantung di pohon selama tiga hari tiga malam. Pada saat ditemukan oleh pasukannya, Manuhua dalam keadaan pingsan. Setelah dua minggu, Manuhua akhirnya berhasil mengumpulkan 12 anggota PGT.
Manuhua kemudian membagi pasukannya menjadi dua tim kecil. Bersama tujuh anggotanya, Manuhua melakukan perang gerilya di hutan belantara, mengobrak abrik kekuatan Belanda. Beberapa kali Manuhua dan pasukannya terlibat kontak senjata dengan tentara Belanda yang melakukan patroli.
Pertempuran demi pertempuran dialami Manuhua dan pasukannya. Setelah berhari-hari berada di dalam hutan lebat tanpa perbekalan, Manuhua dan pasukannya memutuskan turun dan masuk ke permukiman warga sekitar untuk mencari makanan. Kedatangan Manuhua langsung diterima oleh warga setempat.
Mereka lalu memberi Manuhua dan pasukannya sagu. Untuk memulihkan tenaga, Manuhua memutuskan untuk bermalam di salah satu rumah di perkampungan tersebut. Ketika waktu menunjukkan pukul 03.00, salah seorang penduduk meminta Manuhua dan pasukannya pindah ke sebuah rumah yang lebih aman. Tanpa curiga, Manuhua mengikuti permntaan penduduk setempat yang ternyata itu adalah jebakan.
Manuhua dan pasukannya dikepung dan dihujani tembakan dari segala arah. Meski kekuatan musuh jauh lebih besar dengan persenjataan lengkap, namun hal itu tidak membuat gentar Manuhua. Dengan gagah berani, Manuhua bertempur habis-habisan. Sayangnya, dalam pertempuran yang tidak seimbang tersebut, Manuhua gugur. ”Saat itu, terdengar dengan jelas pembicaraan tentara Belanda yang mengatakan kalau LU I Manahua dan anak buahnya sudah mati semua kecuali satu yaitu dirinya,” ucap Sutarmono, anak buah Manuhua yang berhasil selamat.
Kibarkan Merah Putih
Sementara itu, pasukan Kopasgat yang dipimpin Letnan Muda Udara (LMU) II Suhadi dengan Komandan Peleton (Danton) SMU Ngarbingan dan SMU Mengko yang semula diterjunkan di Klamono bersama Manuhua, akhirnya diterjunkan di daerah Teminabuan.
Sebanyak 80 prajurit Kopasgat diterjunkan dari pesawat angkut C-130 Hercules. Dipilihnya Hercules lantaran pesawat ini mampu terbang di atas ketinggian 30.000 feet dengan kecepatan 300 NM sehingga mampu mengatasi ancaman pesawat tempur Neptune Belanda. Tepat pukul 02.30, satu persatu prajurit kebanggaan TNI AU itu melompat dari pesawat terjun di kegelapan malam Papua.
Lagi-lagi, pasukan yang diterjunkan harus menghadapi kerasnya alam Papua. Tidak sedikit prajurit Kopasgat yang tersangkut di pohon yang memiliki ketinggian di atas 30 meter, tercebur di rawa-rawa. Bahkan tidak sedikit pula yang mendarat tepat di markas Belanda di Kampung Wersar seperti yang dialami PU I Lili Sumarli, PU I Gunarso dan Kapten Udara (KU) II Alex Sangido serta KU II Wangko. Akibatnya, pertempuran sengit di malam hari tak terhindarkan. Dalam pertempuran yang terjadi pada dini hari tersebut, Kapten Udara (KU) II Alex Sangido dan KU II Wangko ditemukan gugur.
Sementara itu, tentara Belanda yang mendapat serangan mendadak dari Kopasgat langsung kocar-kacir melarikan diri. Setelah berhasil menguasai Kampung Wersar, SMU Mengko kemudian mengeluarkan Bendera Merah Putih dan ranselnya. Setelah memerintahkan anak buahnya menebang pohon setinggi 4 meter, Bendera Merah Putih yang dibawanya langsung diikat dan ditancapkan.
Penancapan Bendera Merah Putih itu disaksikan oleh anggota Kopasgat yang berkumpul di sekitarnya. Mereka kemudian memberikan hormat. Lokasi ini menjadi tempat bersejarah karena untuk pertama kalinya Bendera Merah Putih berkibar di Irian Barat.
”Di Kampung Wersar, saya melihat Bendera Merah Putih yang dikibarkan SMU Mengko dan teman-temannya sudah berkibar,” kenang PU I Rebo Hartono dalam buku berjudul “Heroisme PGT Dalam Operasi Serigala: Pengibaran Bendera Merah Putih Pertama di Teminabuan” yang diterbitkan Subdisjarah Dinas Penerangan Angkatan Udara (Dispenau).
Perang gerilya yang dilakukan Kopasgat membuat Belanda kewalahan dan mengirimkan bala bantuan dari Biak ke Teminabuan. Sebanyak 2 Kompi Marinir, yang merupakan pasukan elite Belanda itu dikirim untuk menghadapi prajurit Kopasgat.
”Operasi ini sukses, PGT AURI berhasil mengemban misi Trikora yakni mengibarkan Bendera Merah Putih di Kampung Wersar Teminabuan. Sebagai tanda untuk pertama kalinya Bendera Merah Putih berkibar di Irian Barat. Keberhasilan misi ini harus ditebus dengan gugurnya 69 prajurit PGT,” tulis buku tersebut,
Di kemudian hari, aksi heroik Kopasgat di Kampung Wersar diabadikan dalam Tugu Merah Putih. Pada tugu perjuangan tersebut terdapat lambang Swa Bhuana Paksa sebagai bentuk kebanggaan TNI AU dalam peranannya mengintegrasikan Irian Barat ke dalam wilayah Indonesia.
Di atas tugu terdapat patung prajurit Kopasgat dengan payung mengembang yang menggambarkan heroism. Di masing-masing sisi tugu terdapat nama-nama prajurit Kopasgat yang gugur maupun selamat dalam penerjunan di Teminabuan.
Lihat Juga: 5 Fakta Marsda Wahyu Hidayat Sudjatmiko, Mantan Danpaspampres yang Pernah Satu Angkatan dengan KSAU di AAU
(cip)