RUU TPKS Diminta Segera Disahkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Tunas Indonesia Raya (Tidar) Rahayu Saraswati Djojohadikusumo meminta Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ( RUU TPKS ) segera disahkan. Karena kejahatan seksual terhadap anak tidak cukup hanya dijerat menggunakan UU Perlindungan Anak.
"Tidak cukup hanya UU PA (Perlindungan Anak) saja yang digunakan untuk menjerat pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Modus jenis eksploitasi seksual tidak bisa disamakan dengan jenis kekerasan seksual lainnya seperti pemerkosaan,” kata wanita yang akrab disapa Sara ini dalam keterangan resminya, Kamis (3/3/2022).
Hal tersebut dikatakan Sara merespons kasus oknum perwira menengah (pamen) di Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Sulawesi Selatan berinisial M yang diduga memerkosa asisten rumah tangga (ART) berusia 13 tahun. “Ini terjadi berulang kali oleh pelaku yang sama kepada korban yang sama juga," kata Sara.
Dia pun mengapresiasi langkah Polda Sulawesi Selatan yang bertindak cepat dalam menangani kasus tersebut. Diketahui, Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Nana Sudjana mencopot jabatan oknum pamen tersebut.
"Kami mengapresiasi pihak kepolisian Polda Sulsel yang telah bergerak untuk menghadirkan keadilan bagi korban dan berani mengambil tindakan tegas bagi anggotanya yang melakukan eksploitasi seksual terhadap seorang anak di bawah umur," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.
Sara menilai kasus tersebut menambah deretan panjang kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak. "Sudah terlalu banyak kasus ataupun korban yang membutuhkan perlindungan hukum dari RUU TPKS ini, tidak sedikit contoh konkret yang sudah terjadi," kata mantan anggota DPR RI periode 2014-2019 ini.
Sara juga menegaskan bahwa keadilan tidak bisa berhenti hanya pada penghukuman bagi para pelaku, tetapi harus ada proses pengadaan restitusi bagi para korban dan keluarga korban kekerasan seksual. Belum lagi proses pemulihan baik secara medis maupun sosial agar korban dapat menjalani kehidupan sehari-hari.
"Begitu juga dengan keluarga korban yang perlu mendapatkan rehabilitasi sosial dan dukungan moril. Tidak mudah untuk melepaskan trauma bagi korban maupun keluarganya," imbuhnya.
Sebagai aktivis, Sara menegaskan tidak akan pernah berhenti menyuarakan keadilan dan menjadi garda terdepan bagi setiap perempuan dan anak yang membutuhkan perlindungan.
Dari informasi yang dihimpun KORAN SINDO, korban mulanya melayani permintaan terduga pelaku karena diimingi-imingi akan diperbaiki taraf ekonomi keluarganya. Ia pun pasrah, namun seiring berjalanannya waktu, sang ABG mulai tak tahan hingga akhirnya mengadu ke Polda Sulsel.
"Tidak cukup hanya UU PA (Perlindungan Anak) saja yang digunakan untuk menjerat pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Modus jenis eksploitasi seksual tidak bisa disamakan dengan jenis kekerasan seksual lainnya seperti pemerkosaan,” kata wanita yang akrab disapa Sara ini dalam keterangan resminya, Kamis (3/3/2022).
Hal tersebut dikatakan Sara merespons kasus oknum perwira menengah (pamen) di Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Sulawesi Selatan berinisial M yang diduga memerkosa asisten rumah tangga (ART) berusia 13 tahun. “Ini terjadi berulang kali oleh pelaku yang sama kepada korban yang sama juga," kata Sara.
Dia pun mengapresiasi langkah Polda Sulawesi Selatan yang bertindak cepat dalam menangani kasus tersebut. Diketahui, Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Nana Sudjana mencopot jabatan oknum pamen tersebut.
"Kami mengapresiasi pihak kepolisian Polda Sulsel yang telah bergerak untuk menghadirkan keadilan bagi korban dan berani mengambil tindakan tegas bagi anggotanya yang melakukan eksploitasi seksual terhadap seorang anak di bawah umur," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.
Sara menilai kasus tersebut menambah deretan panjang kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak. "Sudah terlalu banyak kasus ataupun korban yang membutuhkan perlindungan hukum dari RUU TPKS ini, tidak sedikit contoh konkret yang sudah terjadi," kata mantan anggota DPR RI periode 2014-2019 ini.
Sara juga menegaskan bahwa keadilan tidak bisa berhenti hanya pada penghukuman bagi para pelaku, tetapi harus ada proses pengadaan restitusi bagi para korban dan keluarga korban kekerasan seksual. Belum lagi proses pemulihan baik secara medis maupun sosial agar korban dapat menjalani kehidupan sehari-hari.
"Begitu juga dengan keluarga korban yang perlu mendapatkan rehabilitasi sosial dan dukungan moril. Tidak mudah untuk melepaskan trauma bagi korban maupun keluarganya," imbuhnya.
Sebagai aktivis, Sara menegaskan tidak akan pernah berhenti menyuarakan keadilan dan menjadi garda terdepan bagi setiap perempuan dan anak yang membutuhkan perlindungan.
Dari informasi yang dihimpun KORAN SINDO, korban mulanya melayani permintaan terduga pelaku karena diimingi-imingi akan diperbaiki taraf ekonomi keluarganya. Ia pun pasrah, namun seiring berjalanannya waktu, sang ABG mulai tak tahan hingga akhirnya mengadu ke Polda Sulsel.
(rca)