Sejarah Pemilu di Indonesia: dari Zaman Soekarno hingga Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejarah pemilu (pemilihan umum) di Indonesia dimulai pada tahun 1955. Seiring perjalanan waktu, pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pemilihan presiden dan wakil presiden pun digelar serentak.
Sebagaimana termuat dalam laman KPU, pemilu nasional pertama di Indonesia yang dilakukan untuk memilih anggota DPR, digelar pada 29 September 1955. Pada 25 Desember 1955, pemilu tahap kedua digelar untuk memilih anggota Dewan Konstituante.
Pemilu 1955 diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari 100 daftar kumpulan dan calon perorangan. Pemilu 1955 ini mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing.
Pada Pemilu 1955 ini, Partai Nasional Indonesia (PNI) unggul. Adapun hasil Pemilu 1955 untuk anggota DPR, PNI meraih 57 kursi. Masyumi yang perolehan suaranya terpaut tipis juga meraih 57 kursi. Di urutan selanjutnya ada Nahdlatul Ulama (45 kursi), Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan 39 kursi, dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dengan 8 kursi.
Selepas Pemilu 1955, tak ada lagi pemilu yang digelar di era Soekarno. Waktu berjalan, kekuasaan pun beralih. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menetapkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967. Soeharto baru dikukuhkan sebagai presiden menggantikan Soekarno pada 27 Maret 1968 berdasarkan hasil sidang umum MPRS.
Pada masa Orde Baru ini, pemilu pertama kali dilakukan pada 1971. Mengutip laman Perpusnas, biasanya karakter pemilu di negara demokrasi dibangun di atas prinsip free and fair (bebas dan adil), namun hal tersebut justru dihindari oleh Orde Baru. Akibatnya, selain ketidakseimbangan kontestasi di antara peserta, hasil pemilu juga tidak mencerminkan aspirasi dan kedaulatan rakyat.
Pemerintah menunjukkan pemihakan kepada salah satu parpol peserta pemilu, yakni Golkar. Perolehan suara antara Golkar dan kontestan lainnya sangat timpang. Golkar menempati urutan pertama dengan perolehan suara mencapai 62,82%. Di posisi ke-2 ada NU dengan 18,68%, PNI sebesar 6,93%, dan Parmusi dengan suara sebanyak 5,36%.
Pemilu-pemilu selanjutnya di era Presiden Soeharto juga demikian. Partai Golkar selalu menjadi jawara selama Soeharto berkuasa. Hingga akhirnya Soeharto lengser dan Indonesia memasuki masa Reformasi.
Baca juga: KPU Sebut Ada Potensi Pemilu Susulan jika Masa Kampanye Dipersingkat
Pemilu pertama pada masa reformasi berlangsung pada tahun 1999. Kala itu, pemilu dilakukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD. Terdapat 48 partai politik yang ikut sebagai peserta pemilu. Sedangkan untuk posisi kepala negara, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri diangkat dan ditetapkan oleh MPR RI sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 1999-2004.
Sebagaimana termuat dalam laman KPU, pemilu nasional pertama di Indonesia yang dilakukan untuk memilih anggota DPR, digelar pada 29 September 1955. Pada 25 Desember 1955, pemilu tahap kedua digelar untuk memilih anggota Dewan Konstituante.
Pemilu 1955 diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari 100 daftar kumpulan dan calon perorangan. Pemilu 1955 ini mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing.
Pada Pemilu 1955 ini, Partai Nasional Indonesia (PNI) unggul. Adapun hasil Pemilu 1955 untuk anggota DPR, PNI meraih 57 kursi. Masyumi yang perolehan suaranya terpaut tipis juga meraih 57 kursi. Di urutan selanjutnya ada Nahdlatul Ulama (45 kursi), Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan 39 kursi, dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dengan 8 kursi.
Selepas Pemilu 1955, tak ada lagi pemilu yang digelar di era Soekarno. Waktu berjalan, kekuasaan pun beralih. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menetapkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden pada 12 Maret 1967. Soeharto baru dikukuhkan sebagai presiden menggantikan Soekarno pada 27 Maret 1968 berdasarkan hasil sidang umum MPRS.
Pada masa Orde Baru ini, pemilu pertama kali dilakukan pada 1971. Mengutip laman Perpusnas, biasanya karakter pemilu di negara demokrasi dibangun di atas prinsip free and fair (bebas dan adil), namun hal tersebut justru dihindari oleh Orde Baru. Akibatnya, selain ketidakseimbangan kontestasi di antara peserta, hasil pemilu juga tidak mencerminkan aspirasi dan kedaulatan rakyat.
Pemerintah menunjukkan pemihakan kepada salah satu parpol peserta pemilu, yakni Golkar. Perolehan suara antara Golkar dan kontestan lainnya sangat timpang. Golkar menempati urutan pertama dengan perolehan suara mencapai 62,82%. Di posisi ke-2 ada NU dengan 18,68%, PNI sebesar 6,93%, dan Parmusi dengan suara sebanyak 5,36%.
Pemilu-pemilu selanjutnya di era Presiden Soeharto juga demikian. Partai Golkar selalu menjadi jawara selama Soeharto berkuasa. Hingga akhirnya Soeharto lengser dan Indonesia memasuki masa Reformasi.
Baca juga: KPU Sebut Ada Potensi Pemilu Susulan jika Masa Kampanye Dipersingkat
Pemilu pertama pada masa reformasi berlangsung pada tahun 1999. Kala itu, pemilu dilakukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD. Terdapat 48 partai politik yang ikut sebagai peserta pemilu. Sedangkan untuk posisi kepala negara, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri diangkat dan ditetapkan oleh MPR RI sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 1999-2004.