Waspadai Harga Listrik Didikte Asing

Rabu, 03 Juni 2020 - 14:05 WIB
loading...
Waspadai Harga Listrik Didikte Asing
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto meminta pemerintah jangan manjakan perusahaan listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) dengan mengorbankan secara bertahap fungsi layanan pembangkit listrik oleh PLN. Foto/dpr.go.id
A A A
JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mewanti-wanti agar mewaspadai harga listrik didikte oleh pihak asing. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto meminta pemerintah jangan manjakan perusahaan listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) dengan mengorbankan secara bertahap fungsi layanan pembangkit listrik oleh PLN.

Sebab, jika itu terus berlanjut, dikhawatirkan dalam jangka panjang IPP dapat mendominasi usaha pembangkit listrik di dalam negeri dan berpotensi memunculkan kartel listrik. Dan pada waktunya nanti membuat harga listrik dapat didikte oleh IPP atau pihak asing.

Mulyanto yang juga sebagai wakil ketua Fraksi PKS ini mengatakan, pemerintah harus punya komitmen menjadikan PLN sebagai perusahaan listrik yang andal agar dapat memberi pelayanan optimal kepada masyarakat. PLN sebagai perusahaan milik negara memang terikat oleh beragam aturan dan ketentuan umum yang berlaku bagi semua organisasi bisnis.

Namun, sebagai kepanjangan tangan dalam melaksanakan amanah konstitusi PLN juga berhak mendapatkan perlindungan negara agar tidak kalah dari kepentingan perusahaan asing. "Apalagi sejak tahun 2018, tidak ada larangan asing masuk 100% dalam bisnis pembangkit listrik di atas 10 MWe," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (3/6/2020).

Menurut Mulyanto, kondisi PLN saat ini relatif baik. Laporan Keuangan PLN 2019 (audited), yang baru dirilis minggu ketiga bulan Mei 2020, menunjukan PLN berhasil mencatat laba sebesar Rp4,3 trilun. Pencapaian itu menjadi bukti bahwa PLN cukup baik menjalankan operasional perusahaan.

Kendati demikian, Mulyanto menjelaskan ada beberapa catatan yang harus diperhatikan PLN dan Pemerintah agar profesionalitas perusahaan setrum itu semakin meningkat di masa datang. Pertama, laba yang diraih PLN saat ini disebabkan adanya dana suntikan subsidi dan kompensasi listrik sebesar Rp73,9 triliun. Bila dana suntikan subsidi dan kompensasi dihilangkan maka PLN akan tetap rugi.

Jika dibandingkan laporan keuangan tahun 2018, yang mencatatkan laba sebesar Rp11,6 triliun, maka sebenarnya tahun ini laba PLN sebesar turun sebesar 63% yoy. Hal itu disebabkan beban hutang dan bunga yang harus dibayar sebesar Rp24,6 triliun atau naik sekitar Rp3 triliun dibanding tahun sebelumnya.

Kedua, secara aspek teknis layanan listrik dan elektrifikasi terjadi sedikit peningkatan. Namun dari segi efisiensi operasional pembangkitan, yang menggunakan indikator BPP (biaya pokok penyediaan) listrik, PLN bisa dibilang belum berhasil.

Tahun ini terjadi peningkatan biaya dari Rp1.025 rupiah/kwh di tahun 2018 menjadi Rp1.119 rupiah/kwh di tahun 2019 atau naik sebesar 9%. "Bahkan dalam RKAP 2020 naik menjadi Rp1.465 rupiah/kwh. Artinya PLN masih belum efisien," kata Mulyanto.

Ketiga, berdasarkan data Kementerian ESDM, dari total pembangkit yang 64.9 GWe, PLN berkontribusi sebesar 40.8 GWe atau 63%, dan sisanya sebesar 24.1 GWe atau 37 % dikontribusikan oleh IPP. Tapi di sisi lain berbasis pada RUPTL 2019-2028, diperkirakan akan ada tambahan pembangkit listrik sebesar 56.4 GWe dimana kontribusi PLN kurang dari 40%, sementara kontribusi IPP sebesar 33.7 GWe atau sekitar 60%-nya.

Dan jika angka tersebut diakumulasi, maka peran IPP bertambah menjadi lebih kurang 50%. Peran IPP yang dominan ini memungkinkan munculnya kartel listrik, dimana harga listrik didikte oleh pihak swasta, termasuk swasta asing. "Cuma yang menjadi masalah sesuai dengan pengakuan Dirut PLN dalam RDP dengan Komisi VII DPR RI, secara umum harga listrik dari pembangkit PLN kalah efisien dibandingkan dengan IPP," ungkapnya.

Di sisi lain, karena kesulitan dana investasi, Pemerintah pada tahun 2018 mengeluarkan bisnis pembangkit listrik > 10 MWe dari DNI. Itu sebabnya Asing boleh masuk 100% pada bidang usaha ini. Bahkan pemerintah meminta PLN fokus pada bidang transmisi dan distribusi. "Kondisi ini tentu akan mengerdirkan peran PLN dalam menyediakan listrik bagi masyarakat. Dan ini patut dikhawatirkan," papar Mulyanto.

Dia melanjutkan, sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) dari negara, sekaligus aktor monopoli bidang transmisi dan distribusi listrik, kedudukan PLN sudah sangat kuat secara konstitusional. Namun, Mulyanto melihat peran negara masih belum maksimal untuk menjadikan PLN sebagai perusahaan listrik yang tangguh.

PLN masih rentan diintervensi oleh kelompok kepentingan tertentu. Akibatnya operasional dan manajemen PLN sering terganggu dan terkesan tidak maksimal melayani masyarakat. Maka itu, Mulyanto mendorong dilakukan reformasi kelembagaan PLN, sehingga PLN semakin efisien, profesional, mandiri dan murah.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1969 seconds (0.1#10.140)