Akal Bulus di Balik Pendanaan Teroris

Rabu, 29 September 2021 - 06:33 WIB
loading...
Akal Bulus di Balik Pendanaan Teroris
Memberikan sumbangan melalui kotak amal kini harus lebih waspada. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Waspada memberikan sumbangan melalui kotak amal atau yayasan, termasuk yang disebar lewat media sosial . Pasalnya, tak jarang model donasi tersebut dimanfaatkan kelompok jaringan terorisme sebagai modus untuk menggalang dana untuk membiayai kegiatan mereka.

Faktanya kongkret. Belum lama ini, tim Densus 88 Antiteror Polri meringkus 53 terduga teroris di sejumlah daerah. Mereka terafiliasi dengan jaringan Jemaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Yang mengejutkan tim Densus menemukan 1.540 kotak amal, beberapa buku tabungan serta ponsel dari hasil penggeledahan di salah seorang rumah tersangka di kawasan Bandung, Jawa Barat.

Ternyata dari hasil penyelidikan, sumbangan yang terkumpul sudah mencapai sebesar Rp124 miliar sejak 2014. Dana tersebut berasal dari sumbangan masyarakat maupun beberapa perusahaan yang dikumpulkan dari sejumlah yayasan sayap JI, salah satunya Syam Organizer.



Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengungkapkan tim Densus 88 berhasil menyita sejumlah barang bukti dari penangkapan tersebut. Mulai dari ponsel, buku, tabungan, buku catatan, hingga 1.540 kotak amal. Kotak amal ini berhubungan dengan Yayasan Amal Syam Organizer.

“Kami sampaikan bahwa Syam Organizer merupakan yayasan amal milik organisasi JI yang berkantor pusat di Yogyakarta. Dana yang mereka kumpulkan dari beberapa yayasan dan masyarakat mencapai Rp 124 miliar lebih," kata Argo.

Berdasar keterangan yang diperoleh, tujuan pembentukan Syam Organizer diketahui untuk menggalang dana dengan tujuan menarik simpati masyarakat melalui program kemanusiaan. Selain itu, langkah ini juga diambil untuk menghindari kecurigaan aparat.

"Mereka juga dapat bergerak secara leluasa dalam melakukan penggalangan dana agar mendapat dana yang maksimal," teragnya.

Syam Organizer memiliki beberapa cara dalam memperoleh dana. Mulai dari mengedarkan kotak amal ke masyarakat, hingga mengadakan tabungan kurban. Mereka juga kerap mengadakan tabligh akbar yang berkoordinasi dengan takmir masjid dan mengundang ustad.

Dari sana mereka menggalang dana secara langsung kepada jemaah yang hadir atau menyebarkan nomor rekening Syam Organizer ke jamaah. Dana yang terkumpul kemudian dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama ditujukan untuk organisasi JI yang akan dimasukkan ke dalam brankas yang saat ini telah disita di kantor pusat Yogyakarta.

Bagian kedua, akan digunakan untuk operasional disimpan dalam rekening Syam Organizer. "Kemudian melalui gaji pengurus Syam Organizer yang merupakan anggota JI dengan cara memotong dari gaji anggotanya dan anggota ketua untuk dimasukkan disetorkan ke JI," katanya.

Sebelumnya, pada akhir 2020, tim Densus 88 juga menemukan sekitar 20.000 kotak amal dari Yayasan Abdurrahman bin Auf (ABA) yang menjadi sumber pendanaan kelompok teroris JI.



Sebaran kotak amal paling banyak ditemukan di Lampung, yakni 6.000 kotak. Kemudian 4.000 kotak amal di Sumatera Utara. Lalu 2.000 kotak amal di wilayah Yogyakarta, Solo dan Magetan. Kemudian 2.500 kotak amal di Malang, 800 kotak di Surabaya, 300 di Semarang, 200 di Pati dan Temanggung, Jakarta 48 kotak, dan terakhir Ambon 20 kotak.

Kotak amal yang tersebar biasanya menggunakan rangka alumunium dengan menggunakan kaca untuk melapisinya. Berbeda dengan wilayah Solo, Sumut, Pati, Magetan, dan Ambon yang menggunakan rangka kayu dengan pelapis kotak kaca.

“Penempatan kotak amal mayoritas di warung-warung makan konvensional karena tidak perlu izin khusus dan hanya meminta izin pemilik warung,” tutup jenderal bintang dua itu.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar mengungkapkan, kelompok JI menyalahgunakan kotak-kotak amal untuk merekrut generasi muda atau milenial. BNPT melihat adanya upaya JI masih melakukan berbagai kegiatan perekrutan dengan nama baru.

“JI menjadi kelompok yang masih terus melakukan kegiatan dengan nama-nama baru yakni Sam Organizer, One Care, Abu Ahmad Foundation di mana mereka menyalahgunakan kotak-kotak amal yang pada dasarnya ingin menghimpun generasi muda untuk ikut dalam kegiatan mereka," ungkapnya.

Begitu juga dengan JAD, mantan Kadiv Humas Polri ini melanjutkan, sepanjang 2021 JAD menunjukkan aktivitas yang signifikan. Jelang perayaan HUT ke-76 RI yang lalu, BNPT telah memberikan masukan kepada aparat penegak hukum untuk mengupayakan dan mengaktifkan langkah-langkah dalam mencegah.

"Dan kita tahu telah banyak dilakukan, tokoh-tokoh JAD berhasil diamankan dalam kegiatan-kegiatan yang sifatnya perencanaan," terangnya.

Untuk Mujahidin Indonesia Timur (MIT), saat ini Satgas Madago Raya masih menyisakan target Jaka Ramadhan alias Ikrima, Suhardin, Ahmad Ghazali alias Ahmad Panjang, Al Ihwarisman alias Askar alias Pak Guru alias Jafar alias Jaid, dan Nue alias Galuh Muklas.

"Berdasarkan informasi, mereka masih di Pegunungan Sausu Kabupaten Tarimo, dan 27 diduga posisi MIT ini tercover di Desa Kilo, Poso Pesisir. Saat ini Satgas Madagoraya terus melakukan pengejaran terhadap kelompok-kelompok yang ada tersebut," terangnya.

Boy mengungkapkan bahwa konten radikal-terorisme di dunia maya cenderung mengalami peningkatan di masa pandemi Covid-19. Untuk menangkal konten radikal terorisme, pihaknya fokus pada empat platform medsos, terutama Telegram, WhatsApp, Facebook, dan Tamtam.

Per Agustus 2021 terdapat 399 grup maupun kanal medsos yang dipantau dan Telegram menempati jumlah tertinggi dengan mencapai 135 grup kanal. Sementara WhatsApp 127, Facebook 121 dan Tamtam 16.

"Melakukan take down atau katakanlah langkah-langkah hukum kami kerja sama dengan aparat penegak hukum terkait. Kalau terkait platform kami kerja sama dengan Dirjen Aptika Kominfo sedangkan berkaitan dengan cybercrime tentu dengan unsur-unsur penegak hukum di Polri," terang mantan Kapolda Papua ini.

Sebagai propaganda terbuka, pihaknya juga terus melakukan kontra narasi terbuka dengan memberdayakan BNPT TV dengan basis internet TV, menayangkan berbagai video, podcast dan pesan-pesan kebangsaan seperti semangat untuk menjaga persatuan, kebhinekaan, toleransi dan cinta Tanah Air.

"Dalam hal ini kita mengundang tokoh-tokoh muda berprestasi untuk dapat menjadi figur muda teladan di masyarakat," papar Boy.

Sementara itu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae menyatakan, pihaknya telah menerima 5.000 laporan transaksi keuangan mencurigakan dari pihak perbankan selama kurun lima tahun terakhir. Seluruh laporan itu diduga terindikasi tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT). PPATK juga melakukan analisis dan hasilnya terdapat 261 laporan yang diduga kuat transaksi pendanaan terorisme.

Dian membeberkan, ada alasan mengapa jumlah hasil analisis yang terkonfirmasi dugaan kuat sebagai transaksi pendanaan terorisme daripada jumlah laporan dari perbankan ke PPATK. Yang pasti kata Dian, PPATK kemudian menerbitkan Laporan Hasil Analisis (LHA) atas 261 laporan transaksi dan diserahkan ke sejumlah lembaga terkait untuk ditindaklanjuti dengan penegakan hukum.

"Laporan ini baru indikasi, kemudian kita lakukan analisis dan pemeriksaan. Kalau melihat dari jumlah analisis, pasti akan lebih kecil karena yang namanya laporan transaksi keuangan mencurigakan belum tentu benar. Nah, PPATK telah mengeluarkan sekitar 261 informasi mengenai pendanaan terorisme kepada BIN, BNPT, Densus 88, juga ada Kepolisian secara umum," ujar Dian.

Dia menjelaskan, pola pendanaan terorisme melalui sistem keuangan atau perbankan sangat dinamis disertai beberapa modus. Karenanya, menurut Dian, pola dan modus tersebut harus mendapatkan perhatian serius dan diwaspadai dengan cermat oleh semua pihak. Beberapa modus di antaranya pengumpulan dana dari masyarakat lewat media sosial maupun sumbangan sukarela dari individu atau korporasi. Sumbangan tersebut disalurkan dan diterima melalui nomor rekening tertentu.

"Kegiatan-kegiatan yang sebetulnya sangat bertentangan dengan ideologi kebangsaan ini merupakan poin yang harus kita waspadai betul. Apalagi gerakan radikalisme dan terorisme saat ini merupakan sesuatu yang bukan bersifat lokal, tetapi bersifat global," bebernya.

Dian menggariskan, indikasi adanya transaksi mencurigakan sehubungan dengan pendanaan terorisme kian meningkat di masa pandemi Covid-19. Modus yang digunakan hampir serupa. Padahal PPATK bersama pihak terkait berharap agar aktivitas seperti itu bisa menurun. Tapi nyata masih terjadi bahkan semakin meningkat. PPATK menduga kelompok terorisme memanfaatkan situasi pandemi guna meraup donasi di antaranya melalui media sosial. "Mereka (kelompok teroris) memanfaatkan situasi dimana masyarakat sedang sedang depresi gitu, kan. Kemudian, mereka malah kampanye soal ideologi yang menjanjikan tidak jelas," ungkapnya.

Lebih jauh dia membeberkan, ada beberapa alasan mengapa pendanaan terorisme memanfaatkan celah sistem keuangan atau perbankan di Indonesia. Pertama, pengumpulan dana yang memiliki tujuan anti-kebangsaan. Kedua, uang pendanaan terorisme itu harus sifatnya besar. Ketiga, uang itu tidak harus diberikan orang lain atau organisasi tertentu, tetapi bisa merupakan inisiatif sendiri. Keempat, faktor ideologis yang mempengaruhi seseorang memberikan uang baik dari pribadi maupun korporasi untuk pendanaan terorisme.

"Kalau saya percaya tentang suatu ideologis, saya bisa mengeluarkan uang saya, bisa mengeluarkan uang korporasi saya," tandas Dian.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1287 seconds (0.1#10.140)