Bripda Fajar Astuti, Anak Petani Cabai yang Kini Menjadi Pasukan Pengamanan PBB
loading...
A
A
A
JAKARTA - Epos Mahabharata menyimpan banyak catatan tentang perempuan perkasa yang mampu menginspirasi. Srikandi, misalnya. Kemampuannya memanah berhasil mengalahkan Bisma.
Tapi pencapaian Srikandi tidak serta-merta muncul begitu saja. Tempaan dan gemblengan dari berbagai latihan hingga kontemplasi terhadap diri serta lingkungan, adalah modal awal keahlian dari Srikandi.
Serupa dengan polisi wanita ( Polwan ) bernama Fajar Astuti. Perempuan berpangkat Brigadir Polisi Dua (Bripda) tersebut, menapaki hidup seperti Srikandi.
Baca juga: Anak Korban Kekerasan Sang Ayah di Tangsel Bercita-cita Ingin Jadi Polwan
Berasal dari keluarga petani, Bripda Fajar Astuti adalah sulung dari empat bersaudara. Lahir di Sleman, Yogyakarta, 28 Oktober 1998, orang tua Bripda Fajar bekerja hanya sebagai petani cabai di lereng Gunung Merapi. Tepatnya di kawasan Turi, Sleman, Yogyakarta.
Menjadi tulang punggung keluarga, Bripda Fajar menjalani karir di Kepolisian Republik Indonesia, lengkap dengan berbagai kerikil. Salah satunya, melawan rasa tidak percaya diri.
"Saya mudah inscure. Apalagi latar belakang saya yang hanya berasal dari keluarga petani cabai. Tapi karena tanggung jawab menjadi tulang punggung keluarga, membuat saya harus belajar untuk mengendalikan ketidak-percayaan diri tersebut," kata Bripda Fajar.
Lulus Bintara Polri pada 2017, Bripda Fajar mengenang salah satu momen yang akhirnya benar-benar membuat ia percaya, tidak ada yang tidak mungkin apabila terus berusaha. Caranya dimulai dengan mempercayai dirinya sendiri.
Baca juga: 850 Prajurit TNI Ditugaskan sebagai Pasukan Perdamaian PBB di Afrika Tengah
"Pengalaman menjadi salah satu dari 24 anggota tim Polwan yang mendaki Gunung Carstenz di Papua pada 2017, membuat saya tersadar, saya bisa kok melakukan apapun asal mempercayai diri sendiri terlebih dahulu," kenangnya sambil tersenyum.
Usai dari pendakian, Bripda Fajar kembali bertugas dengan modal kontemplasi di Gunung Carstenz, dengan meniti karir di Ditsamapta Polda DIY. Lalu pada 2018, ia berkarir di Ditreskrimsus Polda DIY. Tidak berhenti sampai di situ, pada 2019, Bripda Fajar terpilih menjadi Sekretaris Pribadi Pimpinan Wakapolri, Komjen Gatot Eddy Pramono.
Bermimpi Menjadi Pasukan Pengamanan PBB
Kehidupan terus melaju bersama detak waktu. Diam-diam, Bripda Fajar menyimpan satu minat dan impian yang tak biasa, menjadi anggota pasukan pengamanan PBB. Ia kemudian mendaftar seleksi misi PBB pada 2020.
"Saya ingin menjadi anggota pasukan pengamanan PBB karena itu mimpi saya semenjak menjadi polisi. Bagi saya, menjadi anggota pasukan pengamanan PBB adalah salah satu wujud pengabdian yang mulia yaitu membantu para civilian di sana, melindungi aset dan personel PBB, memberikan perlindungan terhadap para warga lokal di Central Afrika serta mempromosikan HAM kepada masyarakat dunia," ungkapnya.
Namun lagi-lagi, rasa tidak percaya diri hinggap. Bagaimana tidak, seleksi yang harus Bripda Fajar lalui berupa tes kesehatan, kesemaptaan jasmani, tes bahasa Inggris, tes menembak, tes mengemudi, tes psikologi, wawancara dan tes komputer. Semua berlangsung kurang lebih 10 hari dan menginap di Sepolwan Lemdiklat Polri pada Agustus 2020.
"Enggak mudah buat saya untuk mengikuti tes tersebut karena kami diwajibkan bisa berbahasa Inggris saat tes dengan menyerahkan sertifikat TOEFL, serta harus mahir mengemudi, dan dengan rentang waktu yang begitu singkat," tuturnya.
Usai menjalani serangkaian tes, Bripda Fajar kembali harus menghadapi rasa waswas, dengan menunggu pengumunan yang berjarak 7 bulan setelah tes. Ia hanya bisa mempersiapkan diri dengan berbagai kemungkinan, berkontemplasi sambil mengadu kepada Sang Maha Pencipta. Juga meminta doa kepada orang tuanya.
"Alhamdulillah, saya akhirnya dinyatakan lolos seleksi dan mengikuti Latihan Pra Penugasan Garbha FPU 3 Minusca. Akhirnya berbagai doa saya yang awalnya hanya sekadar coretan di buku diary, sebentar lagi akan terwujud," ujarnya sambil tersenyum dan menujukkan buku diary miliknya.
Hidup Bripda Fajar berganti. Sejak April 2021, ia menjalani berbagai tahapan latihan. Mulai dari pelatihan bahasa Prancis dan Inggris, hingga pelatihan keahlian khusus bagi anggota FPU Minusca 3. Mulai dari pelatihan manase, mekanik, driver taktis, dan lainnya.
Tidak berhenti sampai di situ, sebagai anggota pasukan taktis, kini anak petani cabai dari lereng Gunung Merapi yang awalnya kerap dihinggapi rasa insecure, kembali melaksanakan pelatihan bertahap lainnya yaitu pelatihan taktis dan pendalaman bahasa Prancis.
"September 2021 rencananya kami diberangkatkan ke Central Afrika. Doakan saya selalu agar menjalankan tugas dengan baik sebagai anggota pasukan keamanan PBB, seperti yang saya cita-citakan. Membanggakan Indonesia, orang tua dan mbah putri yang sangat saya sayangi," katanya.
Tapi pencapaian Srikandi tidak serta-merta muncul begitu saja. Tempaan dan gemblengan dari berbagai latihan hingga kontemplasi terhadap diri serta lingkungan, adalah modal awal keahlian dari Srikandi.
Serupa dengan polisi wanita ( Polwan ) bernama Fajar Astuti. Perempuan berpangkat Brigadir Polisi Dua (Bripda) tersebut, menapaki hidup seperti Srikandi.
Baca juga: Anak Korban Kekerasan Sang Ayah di Tangsel Bercita-cita Ingin Jadi Polwan
Berasal dari keluarga petani, Bripda Fajar Astuti adalah sulung dari empat bersaudara. Lahir di Sleman, Yogyakarta, 28 Oktober 1998, orang tua Bripda Fajar bekerja hanya sebagai petani cabai di lereng Gunung Merapi. Tepatnya di kawasan Turi, Sleman, Yogyakarta.
Menjadi tulang punggung keluarga, Bripda Fajar menjalani karir di Kepolisian Republik Indonesia, lengkap dengan berbagai kerikil. Salah satunya, melawan rasa tidak percaya diri.
"Saya mudah inscure. Apalagi latar belakang saya yang hanya berasal dari keluarga petani cabai. Tapi karena tanggung jawab menjadi tulang punggung keluarga, membuat saya harus belajar untuk mengendalikan ketidak-percayaan diri tersebut," kata Bripda Fajar.
Lulus Bintara Polri pada 2017, Bripda Fajar mengenang salah satu momen yang akhirnya benar-benar membuat ia percaya, tidak ada yang tidak mungkin apabila terus berusaha. Caranya dimulai dengan mempercayai dirinya sendiri.
Baca juga: 850 Prajurit TNI Ditugaskan sebagai Pasukan Perdamaian PBB di Afrika Tengah
"Pengalaman menjadi salah satu dari 24 anggota tim Polwan yang mendaki Gunung Carstenz di Papua pada 2017, membuat saya tersadar, saya bisa kok melakukan apapun asal mempercayai diri sendiri terlebih dahulu," kenangnya sambil tersenyum.
Usai dari pendakian, Bripda Fajar kembali bertugas dengan modal kontemplasi di Gunung Carstenz, dengan meniti karir di Ditsamapta Polda DIY. Lalu pada 2018, ia berkarir di Ditreskrimsus Polda DIY. Tidak berhenti sampai di situ, pada 2019, Bripda Fajar terpilih menjadi Sekretaris Pribadi Pimpinan Wakapolri, Komjen Gatot Eddy Pramono.
Bermimpi Menjadi Pasukan Pengamanan PBB
Kehidupan terus melaju bersama detak waktu. Diam-diam, Bripda Fajar menyimpan satu minat dan impian yang tak biasa, menjadi anggota pasukan pengamanan PBB. Ia kemudian mendaftar seleksi misi PBB pada 2020.
"Saya ingin menjadi anggota pasukan pengamanan PBB karena itu mimpi saya semenjak menjadi polisi. Bagi saya, menjadi anggota pasukan pengamanan PBB adalah salah satu wujud pengabdian yang mulia yaitu membantu para civilian di sana, melindungi aset dan personel PBB, memberikan perlindungan terhadap para warga lokal di Central Afrika serta mempromosikan HAM kepada masyarakat dunia," ungkapnya.
Namun lagi-lagi, rasa tidak percaya diri hinggap. Bagaimana tidak, seleksi yang harus Bripda Fajar lalui berupa tes kesehatan, kesemaptaan jasmani, tes bahasa Inggris, tes menembak, tes mengemudi, tes psikologi, wawancara dan tes komputer. Semua berlangsung kurang lebih 10 hari dan menginap di Sepolwan Lemdiklat Polri pada Agustus 2020.
"Enggak mudah buat saya untuk mengikuti tes tersebut karena kami diwajibkan bisa berbahasa Inggris saat tes dengan menyerahkan sertifikat TOEFL, serta harus mahir mengemudi, dan dengan rentang waktu yang begitu singkat," tuturnya.
Usai menjalani serangkaian tes, Bripda Fajar kembali harus menghadapi rasa waswas, dengan menunggu pengumunan yang berjarak 7 bulan setelah tes. Ia hanya bisa mempersiapkan diri dengan berbagai kemungkinan, berkontemplasi sambil mengadu kepada Sang Maha Pencipta. Juga meminta doa kepada orang tuanya.
"Alhamdulillah, saya akhirnya dinyatakan lolos seleksi dan mengikuti Latihan Pra Penugasan Garbha FPU 3 Minusca. Akhirnya berbagai doa saya yang awalnya hanya sekadar coretan di buku diary, sebentar lagi akan terwujud," ujarnya sambil tersenyum dan menujukkan buku diary miliknya.
Hidup Bripda Fajar berganti. Sejak April 2021, ia menjalani berbagai tahapan latihan. Mulai dari pelatihan bahasa Prancis dan Inggris, hingga pelatihan keahlian khusus bagi anggota FPU Minusca 3. Mulai dari pelatihan manase, mekanik, driver taktis, dan lainnya.
Tidak berhenti sampai di situ, sebagai anggota pasukan taktis, kini anak petani cabai dari lereng Gunung Merapi yang awalnya kerap dihinggapi rasa insecure, kembali melaksanakan pelatihan bertahap lainnya yaitu pelatihan taktis dan pendalaman bahasa Prancis.
"September 2021 rencananya kami diberangkatkan ke Central Afrika. Doakan saya selalu agar menjalankan tugas dengan baik sebagai anggota pasukan keamanan PBB, seperti yang saya cita-citakan. Membanggakan Indonesia, orang tua dan mbah putri yang sangat saya sayangi," katanya.
(abd)