PKS Dorong Riset Vaksin Nusantara Lewat Proses Akuntabel
loading...
A
A
A
JAKARTA - Vaksin Nusantara yang diprakarsai mantan Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto dinilai harus diperlakukan sama sesuai kaidah penelitian ilmiah yang berlaku. Maka itu, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS , Mulyanto mendorong ide riset Vaksin Nusantara dan minta prosesnya akuntabel.
"Karena terkait klaim keamanan dan kemanjuran vaksin kita sudah punya standarnya, yakni melalui uji klinis fase I, II dan III. Mulai dari uji lab kepada hewan, sampai uji masif kepada manusia. Hasil uji ini harus terbuka kepada masyarakat ilmiah. Kalau hasilnya bagus, baru dievaluasi oleh BPOM untuk mendapat izin. Termasuk pemeriksaan oleh MUI terkait aspek kehalalannya," ujar Mulyanto dalam keterangannya, Minggu (28/2/2021).
Dia pun berharap pengembangan Vaksin Nusantara ini dapat dilanjutkan hingga tuntas sehingga bisa jadi salah satu alternatif upaya penanggulangan COVID-19. Dia berpendapat program pengembangan vaksin dapat dilakukan oleh siapapun yang memang kompeten dan ditunjang dengan sarana yang memadai.
"Ini kan scientific competition yang di-drive oleh permintaan publik," katanya.
Yang penting, kata dia, semua berjalan dalam koridor ilmiah yang baku."Saya rasa jalannya masih panjang untuk vaksin ini. Masih bersifat wacana. Belum jelas lembaga riset mana yang akan menelitinya, termasuk lembaga yang akan melakukan uji klinis serta badan usaha yg mensponsori. Karena itu segala hal yang positif kita dorong saja sesuai standar ilmiah yang ada," pungkas Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan ini.
Sekadar diketahui sebelumnya dikabarkan mantan Menkes Terawan bekerja sama dengan tim peneliti dari Laboratorium RSUP Kariadi Semarang, Universitas Diponegoro dan Aivita Biomedical Corporation dari Amerika Serikat, mengembangkan vaksin COVID-19 yang diberi nama Vaksin Nusantara. Vaksin Nusantara dikembangkan berdasarkan sel dendritik.
Perbedaan Vaksin Nusantara ini dibandingkan vaksin lainnya terletak pada motor aktivitasnya. Hal ini dijelaskan oleh Guru Besar dari Universitas Airlangga Chairul Anwar Nidom. Menurutnya vaksin konvensional secara umum disuntikkan ke seseorang dengan antigen (virus inaktif atau subunit protein). Kemudian, tubuh dibiarkan melakukan proses pembentukan antibodi.
Sedangkan Vaksin Nusantara berbasis sel dendritik yang disebut Nidom sebagai pabrik antibodi. Sel tersebut yang sudah dirangsang/digertak di luar, lalu disuntikan ke seseorang. Diharapkan, sel dendritik ini akan memproduksi antibodi yang siap menetralisir virus yang menginfeksi. Baca juga: Satgas Harap Pengembangan Vaksin Nusantara Sesuai Prinsip yang Berlaku
Kelebihan Vaksin Nusantara ini, lantaran berasal dari sel yang diambil dari tubuh penerima, vaksin dari sel dendritik diklaim kecil kemungkinannya menimbulkan infeksi.
"Karena terkait klaim keamanan dan kemanjuran vaksin kita sudah punya standarnya, yakni melalui uji klinis fase I, II dan III. Mulai dari uji lab kepada hewan, sampai uji masif kepada manusia. Hasil uji ini harus terbuka kepada masyarakat ilmiah. Kalau hasilnya bagus, baru dievaluasi oleh BPOM untuk mendapat izin. Termasuk pemeriksaan oleh MUI terkait aspek kehalalannya," ujar Mulyanto dalam keterangannya, Minggu (28/2/2021).
Dia pun berharap pengembangan Vaksin Nusantara ini dapat dilanjutkan hingga tuntas sehingga bisa jadi salah satu alternatif upaya penanggulangan COVID-19. Dia berpendapat program pengembangan vaksin dapat dilakukan oleh siapapun yang memang kompeten dan ditunjang dengan sarana yang memadai.
"Ini kan scientific competition yang di-drive oleh permintaan publik," katanya.
Yang penting, kata dia, semua berjalan dalam koridor ilmiah yang baku."Saya rasa jalannya masih panjang untuk vaksin ini. Masih bersifat wacana. Belum jelas lembaga riset mana yang akan menelitinya, termasuk lembaga yang akan melakukan uji klinis serta badan usaha yg mensponsori. Karena itu segala hal yang positif kita dorong saja sesuai standar ilmiah yang ada," pungkas Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI bidang Industri dan Pembangunan ini.
Sekadar diketahui sebelumnya dikabarkan mantan Menkes Terawan bekerja sama dengan tim peneliti dari Laboratorium RSUP Kariadi Semarang, Universitas Diponegoro dan Aivita Biomedical Corporation dari Amerika Serikat, mengembangkan vaksin COVID-19 yang diberi nama Vaksin Nusantara. Vaksin Nusantara dikembangkan berdasarkan sel dendritik.
Perbedaan Vaksin Nusantara ini dibandingkan vaksin lainnya terletak pada motor aktivitasnya. Hal ini dijelaskan oleh Guru Besar dari Universitas Airlangga Chairul Anwar Nidom. Menurutnya vaksin konvensional secara umum disuntikkan ke seseorang dengan antigen (virus inaktif atau subunit protein). Kemudian, tubuh dibiarkan melakukan proses pembentukan antibodi.
Sedangkan Vaksin Nusantara berbasis sel dendritik yang disebut Nidom sebagai pabrik antibodi. Sel tersebut yang sudah dirangsang/digertak di luar, lalu disuntikan ke seseorang. Diharapkan, sel dendritik ini akan memproduksi antibodi yang siap menetralisir virus yang menginfeksi. Baca juga: Satgas Harap Pengembangan Vaksin Nusantara Sesuai Prinsip yang Berlaku
Kelebihan Vaksin Nusantara ini, lantaran berasal dari sel yang diambil dari tubuh penerima, vaksin dari sel dendritik diklaim kecil kemungkinannya menimbulkan infeksi.
(kri)