Menunggu Bukti Pemimpin Muda

Kamis, 10 Desember 2020 - 06:17 WIB
loading...
Menunggu Bukti Pemimpin Muda
Sederet pemimpin muda di Indonesia berhasil memenangi kontestasi dalam pilkada serentak di tengah pandemi Covid-19 kemarin. Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Sederet pemimpin muda di Indonesia berhasil memenangi kontestasi dalam pilkada serentak di tengah pandemi Covid-19 kemarin. Namun minimnya pengalaman dan kesan jalan pintas politik masih rawan membayangi kinerja mereka di pemerintahan. Publik sangat menunggu aksi-aksi nyata mereka.



Di antara pemimpin muda yang berhasil unggul dalam hitung sementara kemarin adalah Gibran Rakabuming Raka (Kota Solo), Bobby Nasution (Kota Medan), dan Hanindhito Himawan Pramono (Kabupaten Kediri), dan Dico Mahtado Ganinduto (Kabupaten Kendal). Data hasil sementara lihat infografis.

Menunggu Bukti Pemimpin Muda


Kemenangan sebagian dari mereka telah terprediksi sejak awal. Selain dukungan partai politik yang kuat, mereka juga tak lepas dari nama besar keluarga besar. Gibran diketahui merupakan anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bobby Nasution yang berhasil unggul di Kota Medan juga menantu Jokowi. (Baca: Begini Adab Serta Doa Keluar Masuk Masjid)

Sementara Hanindhito, putra Sekretaris Kabinet Pramono Anung sejak awal bakal menang mudah lantaran menjadi calon tunggal dalam pilkada perdana yang dia ikuti. Di Kendal, Dico yang sementara unggul 41% merupakan putra Dico Ganinduto, pengusaha ternama dan mantan anggota DPR dari Partai Golkar dua periode.

Pengamat politik Idil Akbar mengatakan kemenangan para pemimpin muda tidak bisa dilepas dari latar belakang mereka. Namun masih hijaunya pengalaman mereka menjadikan tantangan kerja terutama di birokrasi menjadi tidak ringan. Mereka juga belum memiliki pengalaman berhadapan dengan birokrasi dan politikus di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

“Ini menjadi tantangan tersendiri buat mereka sebagai kepala daerah muda. Nantinya, bagaimana mereka bisa menjembatani status quo-nya keinginan birokrasi dengan percepatan kebijakan yang selama ini dikampanyekan,” ujarnya kemarin.

Masyarakat pun tak luput menanti gebrakan dari mereka. Dalam pandangan Idil, keinginan masyarakat sebenarnya tidak muluk-muluk, seperti infrastruktur bagus, ekonomi bergerak, dan kesejahteraan. Gibran, Bobby, Hanindhito dkk akan menghadapi kesulitan karena masa awal kepemimpinan mereka dalam kondisi pandemi Covid-19. Lebih-lebih, efeknya sudah merembet ke perekonomian. “Itu kesulitan bagi mereka untuk meningkatkan neraca ekonomi. Itu butuh tenaga dan kerja keras,” ucap Dosen Universitas Padjadjaran itu. (Baca juga: Unsoed Kukuhkan 4 Guru Besar Baru)

Dia tak mengelak di belakang mereka ada nama besar orang tua, mertua dan sebagainya. Namun dinamika politik daerah dan pusat tidak selalu sama. Idil menyarankan perlunya berbagi peran, misalnya wakil mengurusi pembenahan internal birokrasi. Sedangkan, kepala daerahnya mengurusi politik dan kebijakan strategis.

Di luar semua itu, Idil menilai kepemimpinan muda seperti Gibran, Bobby, dan Hanindhito akan memberikan keuntungan bagi daerah. Jokowi, menurutnya, akan memberikan perhatian terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan di wilayah anak dan menantunya. Bentuknya, bisa sokongan anggaran dan program pemerintah pusat yang dilakukan di daerah tersebut.

Analis politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, kemenangan Gibran bukan serta merta karena pemberian seperti zaman kerajaan. Meski Gibran sebagai anak Presiden Jokowi, keberhasilan itu hasil kerja keras melalui kampanye yang dilakukan. Begitu juga Bobby Nasution yang juga menantu Presiden Jokowi.

“Itu bukan seperti kerajaan yang langsung dikasih jabatan, kemudian diduduki. Tapi hasil kerja keras juga, kampanye juga, menemui dan menyapa masyarakat. Itu hal yang mereka lakukan,” tutur Pangi. (Baca juga: Mau Suntik Vaksin Covid-19, Lihat Dulu Daftar Harganya)

Namun, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu menilai kemenangan tersebut tidak lepas dari bayang dinasti politik . Ada patron politik atau pengaruh dari Presiden Jokowi yang masih berkuasa. Pangi menilai tokoh muda itu tidak akan sulit dalam menjalankan kinerjanya jika nantinya memimpin daerah. Hal itu dikarenakan memiliki patron politik dan punya mentor langsung dari orang besar di belakangnya.

Selain itu, baik Gibran, Bobby dan Hanindhito memiliki jaringan politik yang kuat karena didukung partai yang kuat. “Kesulitan di lapangan saat menjabat akan bisa diatasi dengan baik karena modal (politik) itu sudah cukup. Tinggal bagaimana mereka bisa perhatian kepada rakyatnya, tidak berjarak dengan rakyat dan pemimpin yang mengayomi,” terangnya.

Tak jauh beda diungkapkan pengamat politik dari Universitas Brawijaya Wawan Sobari. Dia menilai kemenangan tokoh-tokoh muda itu bukan hanya latar belakang seperti punya kekerabatan langsung dengan Presiden Jokowi. Namun, mereka juga dikenal oleh masyarakat seperti pebisnis kuliner yang berhasil. (Baca juga: Canggih, India Gunakan Robot untuk Merawat Pasien)

“Majunya Gibran dan Bobby misalnya sebenarnya sudah diuntungkan secara tidak langsung oleh branding-nya Pak Jokowi sebagai Presiden. Orang itu punya deep shift imagine. Karena mereka anak dan menantunya Pak Jokowi makanya (masyarakat) ya sudahlah. Itulah rasionalitas terbatas dari publik,” kata Wawan.

Melihat sepak terjang di dunia politik dan pemerintahan, ia tidak setuju dengan adanya paradigma bahwa pemimpin itu satu-satunya penentu kemajuan suatu daerah. Sebab, nantinya mereka akan dibayangi oleh birokrasi. Pasca pilkada, maka kemudian mesin politik itu harus bertransformasi dan berubah menjadi mesin kerja.

Satu hal yang terpenting, menurut Wawan, mereka jangan sampai direcoki oleh tim sukses. Mereka juga harus bisa memberi kepercayaan kepada birokrasi. Karena bagaimanapun, birokrasi jauh lebih paham dibanding mereka untuk mengelola pemerintahan. Di sisi lain, inilah kesempatan juga bagi tokoh muda ini kreatif. Tidak hanya dalam bisnis, tapi bisa membawa kreativitas itu dalam birokrasi pemerintahan.

Kepatuhan Protokol Kesehatan Tinggi

Pilkada serentak yang diikuti 269 daerah kemarin banyak mendapat apresiasi karena mampu dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan. Skenario pencoblosan yang dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuat potensi penularan Covid-19 bisa diantisipasi. (Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Ada Skandal Besar dan Diminta DPR Tidak Diam)

Dari pemantauan Satgas Penangananan Covid-19, tingkat kepatuhan pemilih dalam menjalankan protokol kesehatan cukup tinggi. Tingkat kepatuhan menggunakan masker mencapai 96,59%. Sementara menjaga jarak laporan mencapai 91,46%. Lalu sebanyak 128.094 pemilih diingatkan untuk disiplin menjalankan protokol kesehatan.

Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19, Dewi Nur Aisyah mengatakan, kesimpulan tersebut didapat dari pantauan di 6.211 TPS di 180 kabupaten/kota hingga siang hari kemarin.

Untuk kepatuhan penyediaan tempat cuci menggunakan sabun dan air mengalir (90,82%), ketersediaan hand sanitizer (90%), media sosialisasi aturan protokol seperti spanduk, poster, pengeras suara di (77,85%), pengukur suhu tubuh 89,44%, dan desinfektan di TPS (77%).

Meski demikian, ada juga teguran yang diberikan kepada pemilih karena tidak menjalankan protokol kesehatan. “Sampai dengan detik ini 128.094 pemilih yang diingatkan. Paling banyak Sumatera Utara. (Baca juga: Investasi Kunci Bangkitnya Ekonomi RI di 2021)

Ketua Satgas Penanganan Covid-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo juga mengaku telah menegur pejabat daerah. Hal ini dilakukannya karena rendahnya tingkat kepatuhan terhadap protokol kesehatan di pilkada.

“Kami melihat perkembangan dari seluruh provinsi. Ada provinsi dengan tingkat kepatuhan yang rendah, tetapi peringatan yang diberikan petugas juga rendah sekali. Lantas kami menghubungi pejabat terkait," katanya.

Dia berharap bahwa dengan teguran tersebut pemerintah daerah dapat langsung melakukan perbaikan. Doni kembali meminta agar semua pihak tidak kendor dalam menjalankan protokol kesehatan. Menurutnya sebuah prestasi jika penyelenggaraan pilkada dapat berjalan baik dan aman dari covid-19. “Oleh karena itu kerja keras semua pihak kami harapkan tidak kendor. Tidak berhenti sampai dengan sekarang. Tetap mata memandang, melihat perkembangan,” ujarnya.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengingatkan agar semua pihak dapat terbuka terkait proses pilkada. Hal ini mencegah agar tidak terjadi keributan. “Saya minta agar dibuka akses ke media massa, dibuka akses ke pemantau, dibuka akses kequick count. Buka saja, yang penting tertib dijaga. Agar kita tidak dianggap tertutup. Pokoknya terbuka aja,” katanya. (Lihat videonya: HRS Beri Pernyataan tentang Detik-detik Penembakan Laskar FPI)

Dia minta diberitakan saja jika memang ada tindakan curang di pilkada . Menurutnya hal ini biasa terjadi di negara demokrasi. “Jadi agar tidak timbul berbagai fitnah, buka akses. Jangan misalnya sampai ngusir wartawan, apalagi ditindak kekerasan, dipukul. Terbuka saja. Kan aturannya memang terbuka, “ ungkapnya. (Faorick Pakpahan/Dita Angga/F.W.Bahtiar)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1831 seconds (0.1#10.140)