MPR: Pejabat Harus Jujur dan Siap Mundur Jika Bersalah

Kamis, 12 November 2020 - 06:35 WIB
loading...
MPR: Pejabat Harus Jujur dan Siap Mundur Jika Bersalah
Konferensi Nasional Etika Kehidupan Berbangsa Ketua MPR Bambang Soesatyo (dua kanan), Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus(kanan), Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad (kiri), akademisi Indonesia Jimly Asshiddiqie (dua kiri), dan
A A A
JAKARTA - Para pejabat negara dan elite politik diminta untuk selalu bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati dan siap mundur dari jabatan politik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Pesan kuat itu sebagaimana disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam pidatonya pada Konferensi Nasional II Etika Kehidupan Berbangsa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin. Bamsoet mengatakan pokok-pokok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, dan menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa. (Baca: Amalan Doa Agar Rezeki Melimpah Ruah)

Pesan Bamsoet itu sekaligus menjadi inti dari Konferensi Nasional II Etika Kehidupan Berbangsa yang digelar MPR bekerja sama dengan Komisi Yudisial (KY) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), serta dihadiri para praktisi di bidang penegakan kode etik dan juga para akademisi.

Dikatakan Bamsoet, etika merupakan basis fundamental dalam proses terbentuknya suatu bangsa, dan merupakan suasana kerohanian bagi bangsa dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Selain itu, etika berbangsa juga merupakan fondasi bagi kelangsungan hidup suatu bangsa sehingga manakala runtuhnya etika berbangsa maka akan membawa akibat pada runtuhnya bangsa tersebut.

Dalam hubungan inilah, ujar Bamsoet, MPR melalui Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2001, meletakkan basis etika dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan, agar terwujud tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yakni, untuk melindungi segenap bangsa, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam upaya terwujudnya negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

MPR berpandangan, dengan mencermati adanya berbagai kondisi masa lalu dan masa kini serta tantangan masa depan, diperlukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa yang mengacu kepada cita-cita persatuan dan kesatuan, ketahanan, kemandirian, keunggulan dan kejayaan, serta kelestarian lingkungan yang dijiwai oleh nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. (Baca juga: Kemendikbud Dukung Pelaksanaan Kampus Sehat Selama Pandemi)

“Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga bangsa,” urainya.

Melalui Konferensi Nasional II Etika Kehidupan Berbangsa diharapkan dapat memberikan masukan untuk merumuskan rekomendasi dalam upaya penegakan etika kehidupan berbangsa, khususnya mengenai etika politik dan pemerintahan, serta etika penegakan hukum yang berkeadilan, agar dapat menjadi acuan dasar untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa.

Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menambahkan, Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 didasari atas semangat Reformasi. Ketika itu, marak istilah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). “Makanya TAP yang keluar adalah TAP Nomor VI Etika Kehidupan Berbangsa. Tetapi TAP ini supaya bisa operasional maka harus dijadikan rekomendasi kepada pemerintah maupun DPR agar ada undang-undang etika penyelenggara negara agar semangat Reformasi masih bisa kita rasakan denyutnya sampai hari ini dan berhasil,” tutur Wakil Ketua Umum DPP PKB ini.

Sementara itu, Sekjen MPR Ma'ruf Cahyono mengatakan bahwa Konferensi II ini sangat penting dan strategis karena menjadi tugas MPR dalam rangka mensosialisasikan TAP-TAP MPR. Selain itu, TAP VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa perlu dikaji dan kemudian penggantinya adalah undang-undang.

”Jadi kedepan tentunya setelah ada konferensi kedua itu, tadi kita sudah bincang-bincang dengan DKPP dan KY, tentu akan ditindaklanjuti dengan pendalaman melalui pokja-pokja yang tentu muaranya adalah kita mampu menyusun rekomendasi untuk pemerintah dan DPR,” katanya. (Lihat videonya: Fenomena Pohon Pisang Berdaun Putih Gegerkan Warga Kudus)

Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus menambahkan, konferensi ini menjadi momentum yang sangat penting agar setiap penyelenggara negara maupun masyarakat secara luas memahami betul tentang etika berbangsa dan bernegara. ”Sehingga masyarakat kita semakin beretika dalam pengertian menuju ke arah yang lebih baik, baik dari sisi akhlak, dalam Bahasa, agama maupun dalam perilaku sehari-harinya,” tuturnya.

Khusus mengenai penegakkan hukum, kata Jaja, jika seandainya semua hakim beretika maka penegakan hukum yang berkeadilan akan terwujud sebagaimana amanat TAP MPR Nomor 6/2001. (Abdul Rochim)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1195 seconds (0.1#10.140)