Berkaca Kasus Ibu Bunuh Anak, Komisi X DPR Ingatkan Dampak Negatf PJJ
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus pembunuhan anak di Kota Tangerang, Banten yang merupakan dampak pembelajaran jarak jauh (PJJ) memicu keprihatinan mendalam Komisi X DPR.
Kasus ini menunjukkan metode pembelajaran tersebut juga berdampak dampak negatif dan membutuhkan penanganan lebih serius dari pemangku kepentingan (stakeholder) terkait.
“Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Dinas Pendidikan (Disdik) di seluruh Indonesia harus benar-benar memantau pelaksanaan PJJ karena banyaknya kendala yang bisa memberikan tekanan psikis terhadap siswa, orang tua siswa, maupun para guru. Kasus pembunuhan anak oleh seorang ibu yang kesal akibat anak kesulitan mengikuti PJJ harus menjadi peringatan keras bagi kita semua,” tutur Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, Rabu (16/9/2020).
Dia menilai, model pembelajaran jarak jauh mempunyai banyak kendala, mulai dari rendahnya literasi digital di sebagian besar ekosistem pendidikan nasional, keterbatasan kuota data, belum solidnya metode pembelajaran jarak jauh, hingga tidak meratanya sinyal internet di berbagai wilayah di Tanah Air.
“Berbagai kendala ini menciptakan tekanan psikologis yang lumayan besar bagi para siswa, guru, dan orang tua siswa,” katanya.( )
Kondisi tersebut, lanjut Huda diperparah dengan kondisi sosial-ekonomi yang kian berat sebagai dampak pandemi Covid-19. Banyaknya pemutusan hubungan kerja, pemotongan gaji, hingga hilangnya kesempata berusaha juga yang dialami sebagian orang tua siswa juga membuat beban hidup kian berat.
“Maka bisa jadi berbagai tekanan tersebut menciptakan ledakan emosional jika dipicu hal-hal yang terkesan sepele seperti anak yang tidak cepat mengerti saat melakukan pembelajaran jarak jauh,” katanya.( )
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini berharap agar pihak sekolah memberikan pemahaman kepada para guru dan orang tua siswa akan turunnya beban kompetensi dasar yang harus dipenuhi siswa selama proses pembelajaran jarak jauh.
Hal tersebut dinilai penting sehingga guru dan orang tua siswa tidak melulu mengejar pemenuhan beban kompetensi selama masa pandemi. “Pada praktik PJJ selama ini guru hanya memberikan beban baik berupa hapalan maupun tugas menjawab pertanyaan begitu saja kepada siswa. Kondisi ini membuat orang tua siswa kerap kali stress karena harus menyetorkan tugas tersebut baik melalui video maupun gambar kepada guru. Harusnya pola ini tidak lagi terjadi karena sudah ada modul-modul PJJ yang disediakan oleh Kemendikbud,” tuturnya.
Untuk diketahui LH (26) seorang ibu tega membunuh anaknya di rumah kontrakannya di Kecamatan Larangan, Kota Tangerang. Kepada penyidik LH mengaku kesal lantaran korban susah diajarkan saat belajar online. Korban yang duduk di kelas 1 sekolah dasar (SD) saat kesulitan mengerjakan tugas sekolah yang diberikan gurunya secara online.
Untuk menutupi perbuatannya, LH dan sang suami menguburkan jasad anak kandung mereka di sebuah Tempat Pemakaman Umum (TPU) di kawasan Lebak Banten.
Kasus ini menunjukkan metode pembelajaran tersebut juga berdampak dampak negatif dan membutuhkan penanganan lebih serius dari pemangku kepentingan (stakeholder) terkait.
“Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Dinas Pendidikan (Disdik) di seluruh Indonesia harus benar-benar memantau pelaksanaan PJJ karena banyaknya kendala yang bisa memberikan tekanan psikis terhadap siswa, orang tua siswa, maupun para guru. Kasus pembunuhan anak oleh seorang ibu yang kesal akibat anak kesulitan mengikuti PJJ harus menjadi peringatan keras bagi kita semua,” tutur Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, Rabu (16/9/2020).
Dia menilai, model pembelajaran jarak jauh mempunyai banyak kendala, mulai dari rendahnya literasi digital di sebagian besar ekosistem pendidikan nasional, keterbatasan kuota data, belum solidnya metode pembelajaran jarak jauh, hingga tidak meratanya sinyal internet di berbagai wilayah di Tanah Air.
“Berbagai kendala ini menciptakan tekanan psikologis yang lumayan besar bagi para siswa, guru, dan orang tua siswa,” katanya.( )
Kondisi tersebut, lanjut Huda diperparah dengan kondisi sosial-ekonomi yang kian berat sebagai dampak pandemi Covid-19. Banyaknya pemutusan hubungan kerja, pemotongan gaji, hingga hilangnya kesempata berusaha juga yang dialami sebagian orang tua siswa juga membuat beban hidup kian berat.
“Maka bisa jadi berbagai tekanan tersebut menciptakan ledakan emosional jika dipicu hal-hal yang terkesan sepele seperti anak yang tidak cepat mengerti saat melakukan pembelajaran jarak jauh,” katanya.( )
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini berharap agar pihak sekolah memberikan pemahaman kepada para guru dan orang tua siswa akan turunnya beban kompetensi dasar yang harus dipenuhi siswa selama proses pembelajaran jarak jauh.
Hal tersebut dinilai penting sehingga guru dan orang tua siswa tidak melulu mengejar pemenuhan beban kompetensi selama masa pandemi. “Pada praktik PJJ selama ini guru hanya memberikan beban baik berupa hapalan maupun tugas menjawab pertanyaan begitu saja kepada siswa. Kondisi ini membuat orang tua siswa kerap kali stress karena harus menyetorkan tugas tersebut baik melalui video maupun gambar kepada guru. Harusnya pola ini tidak lagi terjadi karena sudah ada modul-modul PJJ yang disediakan oleh Kemendikbud,” tuturnya.
Untuk diketahui LH (26) seorang ibu tega membunuh anaknya di rumah kontrakannya di Kecamatan Larangan, Kota Tangerang. Kepada penyidik LH mengaku kesal lantaran korban susah diajarkan saat belajar online. Korban yang duduk di kelas 1 sekolah dasar (SD) saat kesulitan mengerjakan tugas sekolah yang diberikan gurunya secara online.
Untuk menutupi perbuatannya, LH dan sang suami menguburkan jasad anak kandung mereka di sebuah Tempat Pemakaman Umum (TPU) di kawasan Lebak Banten.
(dam)