Hadapi Pandemi Corona, Masyarakat Diajak Perkuat Solidaritas Sesama
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah telah menetapkan status darurat kesehatan terkait pandemi virus Corona atau Covid-19.
Bahkan Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai Jumat 10 April 2020 besok untuk mencegah penyebaran virus yang mudah menular ini.
PSBB adalah instrumen kebijakan semata. Namun sejatinya strategi penting dalam melawan virus Corona adalah melakukan perang semesta yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia secara langsung secara bersama-sama dalam melawan virus ini.
Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hamdi Muluk mengatakan dalam menghadapi pendemi, solidaritas dan kesadaran bersama bisa dikuatkan dengan memanfaatkan modal sosial bangsa yang kuat.
Menurut dia, bangsa ini mempunya modal sosial yang kuat seperti gotong royong, misalnya bergotong royong untuk diam di rumah untuk menghentikan penyebaran virus tersebut.
“Sekarang tradisi-tradisi gotong-royong itu dimanfaatkan lagi, termasuk solidaritas gotong royong dalam membantu ekonomi sesama warga bangsa. Kalau ada orang-orang di kompleks atau kampung kita, dan kita tahu dia sistem kerjanya harian dan secara ekonomi dia terkena dampak dari PSBB itu lalu tidak bisa kerja, masyarakat bisa bergotong royong bikin sumbangan, kirim sembako agar kebutuhan ekonominya tetap berjalan,” tutur Hamdi di Jakarta, Rabu 8 April 2020.
Dalam perspektif ketahanan nasional, kata dia, ancaman pandemi seperti Covid-19 menunjukkan kestabilan ekonomi menjadi paling vital bagi masyarakat dan negara. Ketika ekonomi terguncang negara bisa runtuh akibatnya orang tidak bisa makan.
“Kalau misalnya pandemi ini berkelanjutan, lalu ekonomi lumpuh apakah masyarakat masih bisa makan atau tidak, itu yang perlu jadi perhatian bersama. Bahkan Presiden mengatakan kepada jajarannya ‘coba cek stok pangan’ karena kalau asumsinya misalnya petani tidak bisa menanam juga, distribusi tidak bisa jalan, apakah orang masih bisa makan dalam dua-tiga bulan kedepan. Itu harus dipastikan dan telah menjadi perhatian pemerintah,” tuturnya.
Hamdi mengungkapkan situasi saat ini membuat banyak orang tidak memiliki penghasilan dan perputaran uang tidak seperti biasanya. Di sisi lain, pemerintah berusaha agar nantinya orang tidak kelaparan dulu.
“Kalaupun sekarang ada juga yang teriak-teriak untuk lockdown, dengan menghentikan semua aktivitas dan menutup semua hal yang memungkinkan agar virusnya tidak menyebar dan meluas. Tetapi tetap saja, kebutuhan vital harus tetap berjalan. kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik, air, pangan dan energi jangan sampai lumpuh,” tutur hamdi
Oleh karena itu, Handi menegaskan Kepala Negara dan para pejabat harus memiliki pemahaman sama bahwa masalah Covid-19 adalah sebuah krisis.
Menurut dia, semua rakyat Indonesia harus bahu membahu, mengatasi ancaman pandemik ini. Karena, di dalam sistem pertahanan semesta maka setiap unsur bangsa harus turut serta dilibatkan dalam perang semesta melawan pandemi ini.
“Tidak boleh misalnya ada masyarakat yang secara sengaja misalnya melemahkan usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk memerangi virus Covid-19 ini secara maksimal, tidak boleh ada yang menghalang-halangi usaha ini. Jadi harus mengikuti himbauan pemerintah misalnya untuk tetap diam di rumah apabila tidak ada keperluan yang mendesak,” kata Hamdi.
Oleh sebab itu pria yang juga anggota kelompok ahli bidang Psikologi di Badan Penanggulangan Terorisme Indonesia (BNPT) ini meminta masyarakat tidak egois. Karena dalam melawan bencana Covid, perspektif yang harus digunakan adalah kepentingan bersama seluruh rakyat Indonesia.
“Karena orang yang terlihat sehat pun bisa jadi pembawa virus atau carrier. Makanya kalau ada orang berkumpul-kumpul, dikhawatirkan bisa jadi saling menularkan. Dalam kondisi ini perlu negara sekarang ini untuk mengelola masalah ini melalui aparatnya. Jangan ada lagi tokoh agama atau tokoh masyarakat yang malah ngompor-ngomporin atau mengatakan ‘jangan sampai sholat Jumat di masjid ditinggalkan’ misalnya seperti itu,” ucap Prof Hamdi.
Hamdi mengungkapkan sekarang ini kebijakan yang diambil adalah PSBB dan bukan total lockdown. PSBB dinilainya lebih masuk akal untuk diterapkan di beberapa wilayah yang menjadi pandemi di Indonesia.
“Sudah saatnya satu komando, satu versi saja informasi itu, kalau perlu diturunkan oleh pemerintah dalam bentuk infografis yang sifatnya instruktif semacam selebaran. Kalau perlu dicetak yang ditujukan kepada kelompok-kelompok yang tidak terjangkau peralatan elektronik atau sinyal seperti di daerah. Bisa disebar ke pasar-pasar, lalu ke RT/RW,” sarannya.
Dengan penerapan PSBB, Hamdi menyarankan dibuat pula petunjuk pelaksanaan teknisnya seperti apa agar informasi itu bisa sampai ke akar rumput dengan adanya model selebaran tadi.
“Kalau itu semua sudah dilakukan dan pemerintah juga menjamin seperti janji Presiden yaitu Rp405 triliun untuk digelontorkan untuk social safety net, maka orang aman dua Minggu diam di rumah, dia tidak kelaparan, semua logistik sudah dijamin. Sehingga tidak ada orang yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya, saya setuju,” ujarnya.
Namun jika masih ada mayarakat yang bandel tentunya bisa dibawa ke ranah pidana sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Dalam UU itu tercantum pasal tentang hukuman penjara 1 tahun dan denda Rp100 juta bagi orang yang tidak mematuhi ketentuan mengenai kekarantinaan.
Bahkan Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai Jumat 10 April 2020 besok untuk mencegah penyebaran virus yang mudah menular ini.
PSBB adalah instrumen kebijakan semata. Namun sejatinya strategi penting dalam melawan virus Corona adalah melakukan perang semesta yang melibatkan seluruh rakyat Indonesia secara langsung secara bersama-sama dalam melawan virus ini.
Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Hamdi Muluk mengatakan dalam menghadapi pendemi, solidaritas dan kesadaran bersama bisa dikuatkan dengan memanfaatkan modal sosial bangsa yang kuat.
Menurut dia, bangsa ini mempunya modal sosial yang kuat seperti gotong royong, misalnya bergotong royong untuk diam di rumah untuk menghentikan penyebaran virus tersebut.
“Sekarang tradisi-tradisi gotong-royong itu dimanfaatkan lagi, termasuk solidaritas gotong royong dalam membantu ekonomi sesama warga bangsa. Kalau ada orang-orang di kompleks atau kampung kita, dan kita tahu dia sistem kerjanya harian dan secara ekonomi dia terkena dampak dari PSBB itu lalu tidak bisa kerja, masyarakat bisa bergotong royong bikin sumbangan, kirim sembako agar kebutuhan ekonominya tetap berjalan,” tutur Hamdi di Jakarta, Rabu 8 April 2020.
Dalam perspektif ketahanan nasional, kata dia, ancaman pandemi seperti Covid-19 menunjukkan kestabilan ekonomi menjadi paling vital bagi masyarakat dan negara. Ketika ekonomi terguncang negara bisa runtuh akibatnya orang tidak bisa makan.
“Kalau misalnya pandemi ini berkelanjutan, lalu ekonomi lumpuh apakah masyarakat masih bisa makan atau tidak, itu yang perlu jadi perhatian bersama. Bahkan Presiden mengatakan kepada jajarannya ‘coba cek stok pangan’ karena kalau asumsinya misalnya petani tidak bisa menanam juga, distribusi tidak bisa jalan, apakah orang masih bisa makan dalam dua-tiga bulan kedepan. Itu harus dipastikan dan telah menjadi perhatian pemerintah,” tuturnya.
Hamdi mengungkapkan situasi saat ini membuat banyak orang tidak memiliki penghasilan dan perputaran uang tidak seperti biasanya. Di sisi lain, pemerintah berusaha agar nantinya orang tidak kelaparan dulu.
“Kalaupun sekarang ada juga yang teriak-teriak untuk lockdown, dengan menghentikan semua aktivitas dan menutup semua hal yang memungkinkan agar virusnya tidak menyebar dan meluas. Tetapi tetap saja, kebutuhan vital harus tetap berjalan. kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik, air, pangan dan energi jangan sampai lumpuh,” tutur hamdi
Oleh karena itu, Handi menegaskan Kepala Negara dan para pejabat harus memiliki pemahaman sama bahwa masalah Covid-19 adalah sebuah krisis.
Menurut dia, semua rakyat Indonesia harus bahu membahu, mengatasi ancaman pandemik ini. Karena, di dalam sistem pertahanan semesta maka setiap unsur bangsa harus turut serta dilibatkan dalam perang semesta melawan pandemi ini.
“Tidak boleh misalnya ada masyarakat yang secara sengaja misalnya melemahkan usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk memerangi virus Covid-19 ini secara maksimal, tidak boleh ada yang menghalang-halangi usaha ini. Jadi harus mengikuti himbauan pemerintah misalnya untuk tetap diam di rumah apabila tidak ada keperluan yang mendesak,” kata Hamdi.
Oleh sebab itu pria yang juga anggota kelompok ahli bidang Psikologi di Badan Penanggulangan Terorisme Indonesia (BNPT) ini meminta masyarakat tidak egois. Karena dalam melawan bencana Covid, perspektif yang harus digunakan adalah kepentingan bersama seluruh rakyat Indonesia.
“Karena orang yang terlihat sehat pun bisa jadi pembawa virus atau carrier. Makanya kalau ada orang berkumpul-kumpul, dikhawatirkan bisa jadi saling menularkan. Dalam kondisi ini perlu negara sekarang ini untuk mengelola masalah ini melalui aparatnya. Jangan ada lagi tokoh agama atau tokoh masyarakat yang malah ngompor-ngomporin atau mengatakan ‘jangan sampai sholat Jumat di masjid ditinggalkan’ misalnya seperti itu,” ucap Prof Hamdi.
Hamdi mengungkapkan sekarang ini kebijakan yang diambil adalah PSBB dan bukan total lockdown. PSBB dinilainya lebih masuk akal untuk diterapkan di beberapa wilayah yang menjadi pandemi di Indonesia.
“Sudah saatnya satu komando, satu versi saja informasi itu, kalau perlu diturunkan oleh pemerintah dalam bentuk infografis yang sifatnya instruktif semacam selebaran. Kalau perlu dicetak yang ditujukan kepada kelompok-kelompok yang tidak terjangkau peralatan elektronik atau sinyal seperti di daerah. Bisa disebar ke pasar-pasar, lalu ke RT/RW,” sarannya.
Dengan penerapan PSBB, Hamdi menyarankan dibuat pula petunjuk pelaksanaan teknisnya seperti apa agar informasi itu bisa sampai ke akar rumput dengan adanya model selebaran tadi.
“Kalau itu semua sudah dilakukan dan pemerintah juga menjamin seperti janji Presiden yaitu Rp405 triliun untuk digelontorkan untuk social safety net, maka orang aman dua Minggu diam di rumah, dia tidak kelaparan, semua logistik sudah dijamin. Sehingga tidak ada orang yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya, saya setuju,” ujarnya.
Namun jika masih ada mayarakat yang bandel tentunya bisa dibawa ke ranah pidana sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Dalam UU itu tercantum pasal tentang hukuman penjara 1 tahun dan denda Rp100 juta bagi orang yang tidak mematuhi ketentuan mengenai kekarantinaan.
(dam)