Kasus Korupsi IUP PT Timah, Kejagung Harus Buktikan Kerugian Negara Rp300 Triliun
loading...
A
A
A
Langkah Kejagung untuk menetapkan lima perusahaan sebagai tersangka juga dianggap sebagai bentuk paksaan akibat tekanan publik. Menurut Romli, selain dugaan korupsi, Kejagung turut menambahkan tuduhan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk mengejar aset-aset perusahaan tersebut.
"TPPU itu kejam. Aset halal atau tidak halal semuanya bisa disita. Tapi persoalannya adalah pembuktiannya. Jika data awalnya sudah bermasalah, bagaimana mereka bisa membuktikan kerugian sebesar Rp300 triliun?" tegas Romli.
Langkah Kejagung yang terkesan terburu-buru ini justru berpotensi menimbulkan disparitas hukuman. Romli mengingatkan bahwa Perma Nomor 1 Tahun 2020 dirancang untuk mencegah adanya perbedaan besar dalam putusan denda antarperusahaan.
"Jangan sampai ada yang didenda triliunan, sementara yang lain hanya ratusan juta. Itu akan menimbulkan masalah keadilan," tambahnya.
Baik Romli maupun Sudarsono sama-sama menekankan pentingnya profesionalitas dalam penanganan kasus ini. Menurut Sudarsono, Kejagung sebaiknya fokus pada angka yang benar dan adil daripada mengejar angka besar yang sulit dibuktikan.
"Harusnya Kejagung mendengarkan ahli lain. Kalau orang itu bersalah hukumlah secara proporsional, enggak usah membesar-besarkan hukuman sehingga seolah-olah jadi pahlawan," katanya.
"TPPU itu kejam. Aset halal atau tidak halal semuanya bisa disita. Tapi persoalannya adalah pembuktiannya. Jika data awalnya sudah bermasalah, bagaimana mereka bisa membuktikan kerugian sebesar Rp300 triliun?" tegas Romli.
Langkah Kejagung yang terkesan terburu-buru ini justru berpotensi menimbulkan disparitas hukuman. Romli mengingatkan bahwa Perma Nomor 1 Tahun 2020 dirancang untuk mencegah adanya perbedaan besar dalam putusan denda antarperusahaan.
"Jangan sampai ada yang didenda triliunan, sementara yang lain hanya ratusan juta. Itu akan menimbulkan masalah keadilan," tambahnya.
Baik Romli maupun Sudarsono sama-sama menekankan pentingnya profesionalitas dalam penanganan kasus ini. Menurut Sudarsono, Kejagung sebaiknya fokus pada angka yang benar dan adil daripada mengejar angka besar yang sulit dibuktikan.
"Harusnya Kejagung mendengarkan ahli lain. Kalau orang itu bersalah hukumlah secara proporsional, enggak usah membesar-besarkan hukuman sehingga seolah-olah jadi pahlawan," katanya.
(cip)