Masyarakat Indonesia Masih Kekurangan Akses Air Bersih

Selasa, 13 Agustus 2024 - 20:47 WIB
loading...
Masyarakat Indonesia...
Anggota Dewan Pakar DPP Gerindra Bambang Haryo Soekartono. FOTO/DOK.GERINDRA
A A A
JAKARTA - Masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Wapres Ma'ruf Amin segera berakhir. Namun salah satu masalah yang belum terselesaikan adalah akses masyarakat terhadap air bersih yang layak pakai dan layak minum.

Anggota Dewan Pakar DPP Gerindra Bambang Haryo Soekartono (BHS) mengatakan, saat ini presentase akses air minum perpipaan di Indonesia di 2022 baru berkisar 20,69%. Peningkatan akses masyarakat pada air layak pakai dan air layak minum yang paling utama adalah komitmen pemerintah.

Karena Indonesia adalah negara dengan jumlah sumber daya air nomor 8 terbesar dunia dan negara dengan curah hujan nomor 5 tertinggi di dunia. "Jadi, tidak ada itu alasan bahwa wilayah Indonesia tidak memiliki bahan air baku untuk dijadikan air layak pakai dan minum," katanya, Selasa (13/8/2024).

Dia menegaskan, semua wilayah Indonesia sejak dahulu, baik sebelum masa kedatangan hingga paska penjajahan Belanda perkembangan kota itu selalu ada di pinggir sungai.

"Karena dulu itu, transportasi kan lewat sungai. Terutama Kalimantan ya, itu hampir 100% pergerakan masyarakat itu melalui sungai. Kalau di Jawa itu sekitar 80%. Semua sungai itu, sekarang masih ada semua, tidak ada yang kering total, hanya berkurang saja debit airnya," katanya.

Sungai Brantas di Jawa Timur misalnya, masih tetap mengalir, walaupun mengalami penurunan debit air hingga 40%

"Rata-rata sungai di Indonesia itu memiliki penurunan debit air sekitar 30%. Artinya, masih ada 70% debit yang bisa dikelola oleh Pemerintah sebagai sumber air untuk irigasi dan sumber air baku untuk air layak pakai dan air minum," katanya.

Dia menilai, pemerintah pusat maupun daerah saat ini belum maksimal memanfaatkan sungai sebagai sumber air baku. Dia mencontohkan, di Surabaya yang pipanisasi akses air layak pakai sudah mencapai 100% untuk penduduk seluruh Surabaya.

"PDAM di sini mengambil air baku dari Sungai Kalimas yang mengalir dari Sungai Surabaya dari Sidoarjo, yang hanya sekitar tidak lebih dari 10% saja dari total debit yang dipakai untuk PDAM Surabaya. Sisanya yang 90% mengalir ke laut," paparnya.

Artinya aliran air sungai tersebut masih bisa dimanfaatkan untuk pengelolaan air layak pakai di wilayah sekitar Surabaya, Gresik, Bangkalan termasuk Sidoarjo. Tetapi ironisnya di Wilayah Sidoarjo yang mempunyai aliran sungai dua buah jauh lebih besar dari Surabaya, akses air layak pakai masyarakat di sidoarjo baru mencapai sekitar 35%. Ini tentu sangat Memprihatinkan.

Selain itu, dia juga menyampaikan keprihatinannya karena selain belum meratanya akses air bersih melalui pipa, masyarakat juga terbebani dengan mahalnya harga air PDAM yang hanya layak pakai bukan layak minum. Di mana harga air layak pakai di Indonesia bisa mencapai Rp17.000 per meter kubik seperti di Jakarta dan Sidoarjo.

"Sebagai perbandingan, di Eropa, walaupun bisa dikatakan negara yang memiliki tarif air minum nya paling mahal di dunia, setara dengan Rp80.000 per meter kubik, tapi akses air minum tersebut betul-betul layak di minum," katanya.

Berbeda dengan di Indonesia, kata dia, akses air minumnya tidak layak diminum, hanya layak dipakai. Apabila ingin mendapatkan air yang bisa diminum masyarakat harus membeli air kemasan atau air galon yang harganya sekitar Rp3.000 per liter. Artinya, air layak minum di Indonesia harganya sama dengan Rp3 juta per meter kibik.

"Air layak minum di Indonesia mempunyai harga yang termahal di dunia. Harusnya air minum di Indonesia yang tidak layak minum tersebut, tidak semahal itu. Bahkan harusnya gratis seperti yang ada di UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, bahwa air digunakan untuk kemakmuran rakyat, bukan malah menyulitkan bahkan memiskinkan masyarakat," ucapnya.

Dia menyebut sejumlah negara yang memberlakukan air minum gratis seperti Swiss, Swedia, New Zealand, Kolombia dan Singapura tidak memiliki sumber air yang besar seperti yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tetapi negara tersebut menggratiskan air minum kepada rakyatnya.

"Padahal UMR di Singapura sebesar Rp60 juta, sedangkan di Indonesia rata rata 85% daerah mempunyai UMR berkisar Rp3 juta. Ini tentu sangat memprihatinkan dan sudah waktunya pemerintah bisa memberdayakan air minum layak minum untuk 100% penduduk di Indonesia," ucapnya.

Dia menambahkan, pemerintah harus berani maju dan mengendalikan pengelolaan sumber daya air ini. Harus ada kajian berapa biaya pengelolaan air lalu tentukan margin keuntungannya.

"Harus dilakukan audit bersama perwakilan dari masyarakat, sehingga masyarakat tidak dirugikan. Perlu diingat, bisnis infrastruktur itu harusnya mempunyai keuntungan yang tidak boleh lebih dari 10%" ucapnya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0777 seconds (0.1#10.140)