Didik J Rachbini Kenang Sosok Hamzah Haz: Penjaga APBN Dekade 1990 dan 2000-an

Rabu, 24 Juli 2024 - 13:02 WIB
loading...
Didik J Rachbini Kenang...
Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini menyampaikan ucapan duka atas meninggalnya Hamzah Haz, Rabu (24/7/2024). FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) ke-9 RI, Hamzah Haz meninggal dunia di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, Rabu (24/7/2024). Banyak pihak merasa kehilangan atas kepergian mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut.

Salah satunya Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini . Menurutnya, Indonesia kehilangan politisi negarawan sekaligus penulis, pemikir, dan kolumnis yang rajin memberikan pencerahan masalah di Tanah Air.

"Selamat jalan Pak Hamzah Haz. Kita kehilangan lagi politisi negarawan, sekaligus penulis, pemikir dan kolumnis yang rajin memberikan pencerahan masalah-masalah ekonomi politik, hal kenegaraan, khususnuya politik anggaran dan APBN," kata Didik J Rachbini yang sedang berada di Dubai melalui keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (24/7/2024).



Didik menganggap tidak ada politisi yang tekun seperti Hamzah Haz dalam menulis masalah politik APBN di media massa pada akhir 1980-an dan 1990-an. Hamzah Haz tidak hanya menulis tetapi menekuninya dalam praktik kenegaraan dalam pembahasan-pembahasan di DPR, di mana ia sekaligus sebagai pimpinan partai opposisi yang loyal.

"Hamzah Haz adalah seorang pemimpin yang matang dan wakil presiden yang negarawan pemikir, menyukai gagasan-gagasan bangsa dalam bidang politik dan ekonomi, yang seharusnya disajikan dalam diskursus publik," katanya.

Hamzah Haz yang menjadi Wakil Presiden, menang bersaing dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), banyak menulis pemikirannya di media besar nasional, seperti Kompas, Republika, Tempo pada tahun 1980-an dan 1990-an.

"Berbeda dengan zaman sekarang yang matang dikarbit, tidak menyukai pemikiran, sekedar populer, dan cuma menyukai mainan anak-anak," katanya.



Didik mengatakan, politisi zaman dulu matang ditempa waktu dan selalu bergulat dengan ide kebangsaan, tidak berbeda jauh dari generasi politisi pemikir 2-3 dekade sebelumnya. Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Soedjatmoko, dan pemimpin lainnya menguasai ide pada masanya.

"Terus terang jika membandingkan pemimpin sekarang dengan perjalanan pemimpin seperti Hamzah Haz dan generasi sebelumnya, kita mengelus dada, jauh seperti bumi dan langit. Yang simboliknya seperti pemikiran kebangsaan, buku, dan mainan anak kecil," katanya.

Komitmen terhadap kepentingan nasional secara keseluruhan tanpa meninggalkan aspek realitas dan rasional adalah satu hal yang bisa ditiru dari Hamzah Haz. Berbeda dengan pemimpin yang idealis utopis, yang tidak berpijak pada kenyataan. Sebagai contoh, 20 tahun lalu terjadi krisis APBN, Hamzah Haz turun gunung untuk ikut menyelesaikannya. Pada pertengahan tahun 2000-an atau 2005 pro kontra kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memuncak dan bisa mengarah ke krisis politiik. Hamzah Haz yang menjabat Wapres juga Ketua Umum PPP, terlibat langsung dalam lobi-lobi untuk mengatasi krisis APBN sekaligus potensi krisis politik.

"Subsidi kepada barang adalah pemborosan dan harus diganti menjadi subsidi kepada orang. Hamzah Haz ikut mendinginkan suasana dan meskipun tidak populer kemudian menyetujui kenaikan harga BBM dengan alasan kenaikan tersebut sebagai pilihan rasional," katanya.

Dalam hal ini, kata Didik J Rachbini, Hamzah Haz tergolong pemimpin yang pro kebijakan harus berbasis evidence (evidence based policy). Jika politik populis yang antirasional dijalankan oleh partai politik, maka pro-kontra tersebut akan mengarah kepada krisis politik. Jika dibiarkan akan membuat masalah baru gabungan krisis APBN, krisis politik, dan meluas menjadi krisis ekonomi rakyat.

Didiek mengkritik politisi sekarang ini yang fokus mengeruk APBN dan mendulang utang di luar kemampuan membayarnya. Semestinya, katanya, Sri Mulyani bisa berdiri rasional dalam kebijakan seperti Hamzah Haz. Tetapi kasus Perpu 01 dan utang Rp1.520 triliun pada 2020 dengan alasan Covid adalah kesalahan sejarah keputusan APBN, yang dampaknya bisa sampai 2-3 periode kepresidenan. Kini beban utang super berat, tahun utang jatuh tempo mencapai Rp800 triliun dan bunga yang harus dibayar menguras pajak rakyat, mencapai lebih Rp500 triliun.

"Tidak ada lagi penjaga APBN seperti Hamzah Haz. APBN rusak pada sisi penerimaan, sekaligus lebih rusak pada sisi pengeluarannya. Selain rusak karena kesalahan politik dan kebijakan di pusat, APBN juga menjadi target korupsi dan bancakan yang masif di banyak daerah kabupaten/kota, provinsi serta di banyak kementerian dan lembaga negara," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1592 seconds (0.1#10.140)