Soal Konten Viral Picu Polemik, Kominfo Tekankan Pentingnya Etika di Media Sosial
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fenomena viral sudah tidak bisa dilepaskan lagi di era digital yang semakin canggih. Konten viral bisa menyebar sangat cepat melalui media sosial atau platform digital lainnya.
Sayangnya, banyak konten-konten viral beredar di masyarakat tanpa ada kontrol tentang kebenaran dan dampak buruk ke masyarakat. Bisa dibilang masalah justru muncul dari konten-konten viral yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Terlebih, sejauh ini informasi negatif lebih mudah mencuri perhatian masyarakat. Hal itu dibahas dalam webinar Obral Obrol Literasi Digital (OOTD) bertajuk “Asal Viral, Semua Jadi Kesal” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Jumat, 28 Juni 2024.
Seminar yang dilakukan secara daring tersebut dijelaskan mengenai etika berkehidupan di dunia digital menjadi dasar yang sangat penting untuk menciptakan dunia digital yang sehat dan nyaman. Sebab, dampak dari konten viral tidak hanya dalam negeri tapi juga bisa sangat cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia.
“Sebenarnya istilah viral itu sudah ada sejak lama sebelum adanya digitalisasi, tapi dengan perkembangan digital saat ini sesuatu yang viral harus jadi perhatian khusus karena penyebarannya sangat cepat dan meluas ke seluruh dunia,” ujar Penggiat Literasi Digital Soni Mongan, Sabtu (29/6/2024).
Senada, Ketua Redaxi Astari Yuniarti mengatakan, yang harus diperhatikan adalah masalah yang ditimbulkan dalam sebuah konten di dunia digital sulit untuk dihapuskan. Jejak digital ini bisa jadi konsumsi publik lintas generasi.
“Yang menjadi concern saat ini sebenarnya, kalau jejak digital kita itu lebih banyak yang negatif dari pada yang positif. Dan ini akan berpengaruh pada kehidupan kita sehari-hari,” jelasnya.
Diketahui, contoh teranyar dampak buruk dalam konten viral di media sosial baru-baru ini misalnya seorang petugas keamanan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta yang memukul anjing yang menggigit anak kucing. Lantaran salah persepsi dan terlanjur viral, petugas tersebut harus menerima tekanan psikologi karena jadi hujatan netizen.
“Lebih parah lagi, dirinya juga harus kehilangan lapangan pekerjaan,” ucapnya.
Sayangnya, banyak konten-konten viral beredar di masyarakat tanpa ada kontrol tentang kebenaran dan dampak buruk ke masyarakat. Bisa dibilang masalah justru muncul dari konten-konten viral yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Terlebih, sejauh ini informasi negatif lebih mudah mencuri perhatian masyarakat. Hal itu dibahas dalam webinar Obral Obrol Literasi Digital (OOTD) bertajuk “Asal Viral, Semua Jadi Kesal” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Jumat, 28 Juni 2024.
Seminar yang dilakukan secara daring tersebut dijelaskan mengenai etika berkehidupan di dunia digital menjadi dasar yang sangat penting untuk menciptakan dunia digital yang sehat dan nyaman. Sebab, dampak dari konten viral tidak hanya dalam negeri tapi juga bisa sangat cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia.
“Sebenarnya istilah viral itu sudah ada sejak lama sebelum adanya digitalisasi, tapi dengan perkembangan digital saat ini sesuatu yang viral harus jadi perhatian khusus karena penyebarannya sangat cepat dan meluas ke seluruh dunia,” ujar Penggiat Literasi Digital Soni Mongan, Sabtu (29/6/2024).
Senada, Ketua Redaxi Astari Yuniarti mengatakan, yang harus diperhatikan adalah masalah yang ditimbulkan dalam sebuah konten di dunia digital sulit untuk dihapuskan. Jejak digital ini bisa jadi konsumsi publik lintas generasi.
“Yang menjadi concern saat ini sebenarnya, kalau jejak digital kita itu lebih banyak yang negatif dari pada yang positif. Dan ini akan berpengaruh pada kehidupan kita sehari-hari,” jelasnya.
Diketahui, contoh teranyar dampak buruk dalam konten viral di media sosial baru-baru ini misalnya seorang petugas keamanan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta yang memukul anjing yang menggigit anak kucing. Lantaran salah persepsi dan terlanjur viral, petugas tersebut harus menerima tekanan psikologi karena jadi hujatan netizen.
“Lebih parah lagi, dirinya juga harus kehilangan lapangan pekerjaan,” ucapnya.
(rca)