Denny JA: Menilai Kredibilitas Lembaga Survei Bisa Lewat Jejak Digital

Rabu, 07 Februari 2024 - 16:28 WIB
loading...
Denny JA: Menilai Kredibilitas Lembaga Survei Bisa Lewat Jejak Digital
Pendiri AROPI yang merupakan asosiasi lembaga survei pertama di Indonesia, Denny JA angkat bicara perihal dipertanyakannya kredibilitas lembaga survei di Pilpres 2024. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Pendiri Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) yang merupakan asosiasi lembaga survei pertama di Indonesia, Denny JA angkat bicara perihal dipertanyakannya kredibilitas lembaga survei di Pilpres 2024 . Pasalnya, lembaga survei dalam waktu bersamaan juga merangkap sebagai konsultan politik bagi calon tertentu.

“Lihat saja jejak digitalnya. Itulah cara yang paling mudah untuk menilai kredibilitas lembaga survei, juga konsultan politik,” ujar Denny JA dalam keterangannya, Rabu (7/2/2024).

“Kita bisa menjadikan studi kasus LSI Denny JA, sebagai lembaga survei (dan quick count), dan sebagai konsultan politik. Lihat jejaknya pada Pilpres 2019 saja, pilpres yang paling dekat, yang sudah terjadi,” sambungnya.



Lantas bagaimana caranya? Dia menjelaskan sama-sama masyarakat melacak di Google Search yang bisa dilakukan secara sangat mudah oleh siapa pun. Kita mulai dari berita ketika media mengumumkan hasil resmi KPU mengenai Pilpres 2019.

"Ini hasilnya. KPU mengumumkan di tanggal 21 Mei 2019. Itu berarti sekitar 5 Minggu setelah hari pencoblosan. Hasilnya, diberitakan sama di semua media. Jokowi-Ma’ruf menang di angka 55,50% dan Prabowo-Sandi di angka 44,50%. Jokowi-Ma’ruf menang dan terpilih sebagai presiden dan wakil presiden," jelasnya.

Tanggal 12 April 2019, lima hari sebelum hari pencoblosan, sebuayh media online memuat prediksi survei LSI Denny JA. Saat itu, LSI Denny JA menyampaikan prediksi survei dengan prosentase dalam bentuk interval.

Tertera dalam berita itu, LSI Denny JA memprediksi Jokowi-Ma’ruf menang dengan range yang minimal dan maksimal. Diberitakan Jokowi akan memperoleh dukungan sebesar 55,9% sampai 65,8%. Sementara, Prabowo 34,2% sampai 44,1%.

Denny JA menjelaskan mengapa Lembaganya menyampaikan angka dalam interval? Itu karena tiga variabel yang masih tak pasti harus juga diperhitungkan saat itu. Variabel pertama yakni masih ada pemilih yang belum menentukan pilihan.

Variabel kedua, masih ada pemilih yang sudah memilih tapi masih bisa berubah. Ketiga, tak bisa persis diketahui pemilih masing-masing capres-cawapres seberapa banyak yang golput.

Dengan tiga variabel itu, lebih memberikan informasi jika prediksi disampaikan dengan dua cara. Pertama, siapa pasangan yang akan menang pilpres lima hari kemudian. Dua, interval angka hasil akhir pilpres lima hari kemudian. Margin of error tetap standard 2,9%.

Kata Denny lihat angka paling ujung dalam survei LSI Denny JA, yang ada dalam berita. Prediksi 55,9% untuk Jokowi dan 44,1% untuk Prabowo.

Mari kita bandingkan hasil prediksi LSI Denny JA itu dengan hasil KPU, yang diumumkan lima minggu kemudian. LSI Denny JA mengumumkan 55,9% untuk Jokowi, KPU 55,5% untuk Jokowi. Untuk Prabowo, LSI Denny JA mengumumkan 44,1%, KPU hasilnya 44,5%.

"Selisihnya sangat, sangat, dan sangatlah kecil sekali. Selisihnya masih dalam batas margin of error," ucapnya.

Denny melanjutkan sekarang masyarakat bisa melihat kerja LSI Denny JA untuk quick count pilpres yang sama pada 2019. Datanya juga bisa dilacak di Google.

LSI Denny JA mengumumkan hasil quick count itu di hari pencoblosan pada tanggal 17 April 2019 pukul 15.00 WIB. "Saya sendiri, Denny JA yang mengumumkan. Mengapa saya mengumumkan pukul 15.00 lewat satu detik. Peraturan KPU hanya membolehkan lembaga survei mengumumkan quick countnya setelah jam 15.00 di hari pencoblosan," paparnya.

"Maka, lewat satu detik setelah jam 15.00, saya ucapkan selamat datang kepada Presiden dan Wakil Presiden baru: Jokowi-Ma’ruf. Prosentase resmi dan final quick count LSI Denny JA diumumkan sekitar jam 18.00 di hari pencoblosan itu juga," sambungnya.

Menurut Denny, memang ini belum sepenuhnya dimengerti oleh publik luas, bahkan kalangan terpelajar sekalipun. Bahwa lembaga survei itu berbeda dengan lembaga konsultan politik.

"Ini perbedaannya. Lembaga survei itu kerjanya hanyalah melaporkan opini publik. Ia hanya merekam opini publik semata. Tak kurang dan tak lebih," jelasnya.

Sementara konsultan politik, kata Denny, kerjanya menggunakan data lembaga survei untuk 'mengubah' opini publik melalui program-program di lapangan.

Dia mengatakan lembaga survei itu dinilai prestasinya dari akurasi data. Tak penting siapa capres-cawapres yang menang dan kalah. Yang penting, datanya akurat. Akurasi menjadi sila pertama lembaga survei.

"Akan tetapi konsultan politik dinilai dari kemampuannya memenangkan klien. Itu hanya mungkin jika data survei yang ia gunakan akurat. Mustahil konsultan politik bisa memenangkan klien jika berbasiskan data yang tak akurat. Kata terindah bagi konsultan politik: Menang!," tuturnya.

Dituturkan Denny, program lembaga survei tentu saja berbeda dengan program konsultan politik. Kerja lembaga survei hanyalah riset, baik melalui survei, Focus Group Discussion (FGD), media analysis, indepth interview, dan lain sebagainya.

Sedangkan program konsultan politik jauh lebih kompleks. Di samping ia menghasilkan data elektabilitas secara berkala, ia harus membuatkan buku putuh strategi pemenangan.

"Konsultan politik selalu disibukkan dengan pertanyaan: bagaimana menambah dukungan pemilih untuk klien berdasarkan aneka segmentasi pemilih," ucapnya.

Konsultan politik pun menyiapkan tim khusus untuk terjun ke lapangan, mengubah opini publik, secara door to door, datang ke rumah-rumah penduduk, hingga ke pedalaman desa yang terpencil.

Konsultan politik juga membuatkan aneka iklan-iklan untuk media ataupun ruang publik. Tak ketinggalan di hari pemilu, acapkali konsultan politik menyediakan tim besar mengajak pemilih datang ke TPS, terutama dari basis pendukung klien.

"Lembaga survei paling banyak mempekerjakan ratusan orang saja. Tapi kansultan politik untuk pilpres bisa mempekerjakan ribuan orang dari Aceh sampai Papua," paparnya.

Dia menambahkan LSI Denny JA memiliki divisi lembaga survei dan divisi konsultan politik. Yang acapkali tampil di media, dalam publikasi hasil riset atau talk show di TV adalah divisi lembaga survei. Sementara divisi konsultan politik bekerja di balik layar, di lapangan.



"Di era pemilu langsung, capres dan cawapres (juga gubernur, wali kota, bupati) memerlukan lembaga survei untuk berdiri di sebelah kirinya dan konsultan politik untuk tegak di sebelah kanannya," tutup Denny JA.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2003 seconds (0.1#10.140)