Rieke Diah Pitaloka Serukan Penetapan Arsip PPNSB sebagai Memori Kolektif Bangsa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Duta Arsip Nasional Rieke Diah Pitaloka menyerukan penetapan arsip Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PPNSB) sebagai memori kolektif bangsa. Seperti momentum Hari Ibu yang merupakan titik balik untuk mengingat 22 Desember 1928 sebagai Kongres Perempuan Pertama, dan pelibatan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan.
"Dari arsip Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana, kita memiliki memori, perempuan terlibat aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dan mengisi kemerdekaan melalui pembangunan di segala bidang," kata Rieke saat memberikan sambutan pada peringatan Hari Ibu di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Dalam pidato bertajuk Perempuan dan Strategi Pembangunan itu, Rieke berharap keseluruhan memori dalam PPNSB dapat menjadi energi positif bagi perjalanan bangsa, dan membawa bangsa Indonesia kembali pada amanah konstitusi dalam memperjuangkan kebijakan pembangunan di segala bidang.
"Perempuan tak boleh hidup dalam penjara domestik. Keterlibatan perempuan tak lagi soal angka kuantitatif, tapi sebagai subyek dalam berbagai aspek keputusan di arena publik dan politik," ujar Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini.
Rieke mengajak kaum perempuan bergandengan tangan bersama kaum laki-laki untuk hidup dan menghidupi ruang publik dan ruang politik. Tujuannya, memperjuangkan Indonesia yang adil dan makmur.
"Selamat untuk seluruh rakyat Indonesia atas ditetapkannya arsip Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana sebagai Memori Kolektif Bangsa. Selamat Hari Ibu bagi seluruh perempuan Indonesia, seraya merayakan dengan seruan perempuan kuat, Indonesia berdaulat, dan sejahtera," tuturnya.
Sebelumnya, Rieke juga menguraikan, lima tahun lalu dirinya menginisiasi arsip PPNSB sebagai Memori Kolektif Bangsa. "Alhamdulillah, dukungan pertama tahun lalu, datang dari Universitas Andalas. Kami berupaya menghadirkan kembali ingatan, bukan hanya tentang Presiden RI pertama Ir Soekarno, tapi juga tentang seorang konseptor politik hukum pembangunan yang ditunjuk Soekarno memimpin PPNSB," jelas Rieke.
Ia menjelaskan, konseptor politik hukum pembangunan yang ditunjuk Bung Karno itu adalah Prof Muhammad Yamin. Yamin lalu memimpin persiapan Dewan Perancang Nasional (Depernas), yang menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
"Pada kesempatan ini saya secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Bappenas yang akhirnya memberi dukungan penuh, dan joint nomination dalam mengusung PPNSB sebagai Memori Kolektif Bangsa," ujar Rieke.
Berdasarkan analisis yang dia lakukan, PPNSB merupakan antitesa dari konsep negara federal yang dipaksakan Pemerintah Belanda terhadap Indonesia, yang tertuang dalam perjanjian Linggarjati (1942), Perjanjian Renville (1948), Perjanjian Roem Royen (1949) dan Konferensi Meja Bundar (1949).
Menurutnya, PPNSB merupakan strategi politik para pendiri bangsa dalam mempertahankan bentuk negara kesatuan Republik Indonesia, serta mempertahankan sistem ekonomi Pancasila dalam mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Penghilangan memori bangsa atas PPNSB, berarti penghilangan secara sistematis pula atas keterlibatan para Ibu Pendiri Bangsa dalam meletakan fondasi ‘rumah Indonesia’. Berdasarkan arsip yang saya miliki, susunan keanggotaan Depernas menggambarkan keterlibatan aktif perempuan dalam keputusan politik pembangunan," katanya.
Kegiatan tersebut dihadiri Kepala ANRI Imam Gunarto; Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Teni Widuriyanti; Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat. Selain itu, Pakar Pertanahan dan Kemaritiman Jaleswari Pramodawardhani; Seniman sekaligus Pakar Kebudayaan Nungki Kusumastuti; serta Ketua dan Anggota Memori Kolektif Bangsa.
"Dari arsip Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana, kita memiliki memori, perempuan terlibat aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dan mengisi kemerdekaan melalui pembangunan di segala bidang," kata Rieke saat memberikan sambutan pada peringatan Hari Ibu di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Dalam pidato bertajuk Perempuan dan Strategi Pembangunan itu, Rieke berharap keseluruhan memori dalam PPNSB dapat menjadi energi positif bagi perjalanan bangsa, dan membawa bangsa Indonesia kembali pada amanah konstitusi dalam memperjuangkan kebijakan pembangunan di segala bidang.
"Perempuan tak boleh hidup dalam penjara domestik. Keterlibatan perempuan tak lagi soal angka kuantitatif, tapi sebagai subyek dalam berbagai aspek keputusan di arena publik dan politik," ujar Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan ini.
Rieke mengajak kaum perempuan bergandengan tangan bersama kaum laki-laki untuk hidup dan menghidupi ruang publik dan ruang politik. Tujuannya, memperjuangkan Indonesia yang adil dan makmur.
"Selamat untuk seluruh rakyat Indonesia atas ditetapkannya arsip Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana sebagai Memori Kolektif Bangsa. Selamat Hari Ibu bagi seluruh perempuan Indonesia, seraya merayakan dengan seruan perempuan kuat, Indonesia berdaulat, dan sejahtera," tuturnya.
Sebelumnya, Rieke juga menguraikan, lima tahun lalu dirinya menginisiasi arsip PPNSB sebagai Memori Kolektif Bangsa. "Alhamdulillah, dukungan pertama tahun lalu, datang dari Universitas Andalas. Kami berupaya menghadirkan kembali ingatan, bukan hanya tentang Presiden RI pertama Ir Soekarno, tapi juga tentang seorang konseptor politik hukum pembangunan yang ditunjuk Soekarno memimpin PPNSB," jelas Rieke.
Ia menjelaskan, konseptor politik hukum pembangunan yang ditunjuk Bung Karno itu adalah Prof Muhammad Yamin. Yamin lalu memimpin persiapan Dewan Perancang Nasional (Depernas), yang menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
"Pada kesempatan ini saya secara khusus mengucapkan terima kasih kepada Bappenas yang akhirnya memberi dukungan penuh, dan joint nomination dalam mengusung PPNSB sebagai Memori Kolektif Bangsa," ujar Rieke.
Berdasarkan analisis yang dia lakukan, PPNSB merupakan antitesa dari konsep negara federal yang dipaksakan Pemerintah Belanda terhadap Indonesia, yang tertuang dalam perjanjian Linggarjati (1942), Perjanjian Renville (1948), Perjanjian Roem Royen (1949) dan Konferensi Meja Bundar (1949).
Menurutnya, PPNSB merupakan strategi politik para pendiri bangsa dalam mempertahankan bentuk negara kesatuan Republik Indonesia, serta mempertahankan sistem ekonomi Pancasila dalam mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Penghilangan memori bangsa atas PPNSB, berarti penghilangan secara sistematis pula atas keterlibatan para Ibu Pendiri Bangsa dalam meletakan fondasi ‘rumah Indonesia’. Berdasarkan arsip yang saya miliki, susunan keanggotaan Depernas menggambarkan keterlibatan aktif perempuan dalam keputusan politik pembangunan," katanya.
Kegiatan tersebut dihadiri Kepala ANRI Imam Gunarto; Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Teni Widuriyanti; Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat. Selain itu, Pakar Pertanahan dan Kemaritiman Jaleswari Pramodawardhani; Seniman sekaligus Pakar Kebudayaan Nungki Kusumastuti; serta Ketua dan Anggota Memori Kolektif Bangsa.
(abd)