Jumhur Hidayat Sangat Menyesalkan Pemikiran Prabowo soal Buruh

Kamis, 09 November 2023 - 13:57 WIB
loading...
Jumhur Hidayat Sangat...
Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat sangat menyesalkan pemikiran bakal calon presiden Prabowo Subianto yang meminta agar kaum buruh jangan banyak menuntut upah kepada pengusaha. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat sangat menyesalkan pemikiran bakal calon presiden Prabowo Subianto yang meminta agar kaum buruh jangan banyak menuntut upah kepada pengusaha. Karena Menteri Pertahanan itu berjanji akan memberikan banyak subsidi jika terpilih.

“Perspektif di pemikiran Prabowo itu adalah business bias atau pengusaha bias. Jadi bias kepada pengusaha, bukan bias kepada keadilan, dalam hal ini keadilan bagi kaum buruh," ujar Jumhur dalam siaran persnya, Kamis (9/11/2023).

Jumhur menguraikan labour revenue atau pendapatan buruh dan juga capital revenue dalam satu usaha di Indonesia masih sekitar 39%, paling rendah di ASEAN Five. Sedangkan di dunia yang lebih beradab seperti di Eropa bisa sampai 60% pendapatannya untuk buruh.

Jadi, kata Jumhur, mereka lebih menghargai kaum buruh. Sementara Indonesia menurut dia masih jauh di bawah itu. Karena itu, Jumhur mengungkapkan bahwa buruh ingin pendapatan lebih dari sisi itu masih masuk akal.

Berbicara soal investasi, dia mengutip ekonom Faisal Basri yang sudah membuat gambaran bahwa keluhan investor soal perburuhan itu hanya urutan ke-11. Yang pertama itu ketidakpastian kebijakan hingga perpajakan.

Jumhur juga menuturkan dari 2003 sampai sebelum lahirnya UU Omnibus Law itu pertumbuhan ekonomi Indonesia tinggi dengan peraturan yang lama. Namun, kata dia, sekarang dibuat peraturan yang lebih merendahkan kesejahteraan kaum buruh, sementara pertumbuhan segitu saja malah nyungsep.

"Jadi tidak ada hubungan antara kita menyervis pengusaha dengan pertumbuhan tinggi, tidak ada hubungan itu. Yang ada malah bisa sebaliknya karena pertumbuhan disumbangkan 56-57% dari belanja masyarakat," jelas Jumhur.

Ia mengingatkan bahwa kaum buruh tidak memiliki upah yang cukup, maka daya beli rendah, UMKM terpukul. Sektor-sektor yang memberikan produksi massal juga akan terpukul, termasuk yang berteknologi tinggi seperti motor, sepeda, peralatan rumah tangga dan tentunya seperti garmen dan sebagainya karena masyarakat tidak memiliki uang untuk membelinya.

"Jadi perspektifnya tidak boleh jangka pendek, itu perspektif abad 18 sampai awal abad 20 dimana pokoknya kaum buruh diperas setinggi-tingginya untuk mendapatkan keuntungan bagi pengusaha,” tuturnya.

“Itu cara pandang abad ke 18-19. Sekarang kita bicaranya di luar itu. Yang betul itu adalah hadirkan keadilan, yang menguntungkan bagi pengusaha dan buruh. Nah di situ harus ada peran negara," sambung Jumhur.

Menurut Jumhur, negara abai alias tidak mau berperan. Dia berpendapat malah banyak hal yang bisa memberikan keuntungan lebih bagi pengusaha, tapi gara-gara negara gagal menghadirkan satu servis buat mereka, maka keuntungan pengusaha terpotong.

Ia menunjuk contoh mengenai biaya logistik, pelabuhan, transportasi, pungli, dana-dana KKN yang tidak berhubungan industri yang semuanya merugikan dunia usaha dan jumlahnya besar. Menurut Jumhur, di Malaysia itu biaya logistik sudah 13% dari PDB, sementara Indonesia masih 20-23%.

"Jadi tinggi sekali. Coba kalau kita bisa potong sampai 16% itu luar biasa sangat menguntungkan dunia usaha, jadi ngga ribut lagi dengan buruh," ungkap Jumhur.

Dia juga menyoroti masalah bunga bank yang tinggi sekali seperti rentenir. "Negara hadir dong, di negara tetangga bisa 4-5% kenapa di kita harus 12% bahkan jauh di atas dari BI Rate, marjin terlalu luas, spreadnya terlalu tinggi," ungkap dia.

Lebih lanjut Jumhur mengatakan, negara harusnya hadir agar pengusaha bisa lebih mendapatkan pendapatan daripada harus membayar bunga. Sehingga biaya buruh bisa lebih dikompromikan.

Ia juga menyampaikan keluhan para pengusaha mengenai banyaknya barang impor yang tidak perlu, bukan hanya beras dan gula, tapi juga produksi-produksi lokal yang harusnya mengisi pasar di sini. Namun diisi oleh barang-barang impor, termasuk impor produk manufaktur yang mayoritas dari China.

"Jadi harus ada keadilan negara, bukan hanya menyalahkan buruh. Itu sangat disesalkan sekali. Tidak seperti itu yang terjadi. Level tuntutan yang disampaikan buruh itu masih sangat masuk akal," pungkasnya.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1257 seconds (0.1#10.140)