El Nino Belum Selesai, Pemerintah Diimbau Tetap Mitigasi Kekeringan

Kamis, 02 November 2023 - 15:11 WIB
loading...
El Nino Belum Selesai, Pemerintah Diimbau Tetap Mitigasi Kekeringan
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengingatkan, kombinasi El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif adalah penyebab terjadinya kekeringan di Indonesia. Foto/Ilustrasi kekeringan/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan, kombinasi El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif adalah penyebab terjadinya kekeringan di Indonesia.

Dampak tersebut mempengaruhi sejumlah sektor di antaranya pertanian, sumber daya air, kehutanan, perdagangan, energi, dan kesehatan. Pemerintah di seluruh level diharapkan segera mengambil langkah mitigasi dan antisipasi terhadap dampak negatif yang terjadi.

"HinggaOktober dasarian II ,El Nino berada di level moderate dan IOD positif pun masih tetap bertahan. BMKG dan beberapa lembaga pusat iklim dunia memprediksi kemarau kering akan berlanjut sampai akhir tahun," kata Dwikorita dalam rapat bersama Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) Republik Indonesia secara daring, Kamis (2/11/2023).
El Nino Belum Selesai, Pemerintah Diimbau Tetap Mitigasi Kekeringan

El Nino dengan skor (+1.719)akan bertahan paling cepat Desember 2023 atau paling lambat Februari 2024. Sementara IOD positif dengan skor (+2.014)akan terus bertahan hingga akhir tahun 2023. Sehingga diprediksi kemarau kering akan terus berlanjut hingga akhir tahun.



"Kemarau kering akan berdampak pada berbagai sektor yaitu di sektor pertanian dimana prooduksi tanaman pangan terancam mengalami penurunan akibat terganggunya siklus masa tanam, gagal panen, kurangnya ketahanan jenis tanaman atau penyebaran hama yang aktif pada kondisi kering. Di sektor sumber daya air, situasi ini berakibat pada berkurangnya sumber daya air. Di sektor perdagangan memicu lonjakan harga bahan pangan," jelasnya.

"Di sekor kehutanan mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan. Di sektor energi, situasi tersebut menekan jumlah produksi energi yang bersumber dari PLTA. Di sektor ketahanan meningkatkan risiko kesehatan berkaitan dengan sanitasi dan ketersediaan air bersih untuk di konsumsi dan kebersihan. Bagi daerah yang mengalami karhutla, kondisi ini juga dapat berakibat pada polusi udara dan memicu terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)," sambung Dwikorita

Berdasarkan pantauan BMKG, hingga pertengahan Oktober 2023, sebagian wilayah di Pulau Sumatera bagian Selatan, Jawa, Bali-Nusa Tenggara,Kalimantan bagianselatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi bagianselatan, Maluku serta Papua bagian selatantelah mengalamiHari Tanpa Hujan(HTH) berturut-turutantara 21-60 hari.

Sedangkan, Hari Tanpa Hujankategori Ekstrem Panjang yaitu lebih dari 60 hariterpantau terjadi di wilayah Lampung, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Di Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Kalteng, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua. Adapun HTH terpanjang tercatat selama176 hari terjadidi Sumba Timur dan Rote Ndao-Nusa Tenggara Timur.

Dijelaskan Dwikorita, ada tujuh strategi yang perlu diambil pemerintah untuk mitigasi krisis kemarau kering ini yaitu pertama, manajemen air yang efisien untuk memastikan pasokan air sektor pertanian dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Kedua, penyebaran informasi pedoman kepada petani untuk beradaptasi dengan perubahan pola musim dan memilih tanaman yang lebih tahan kekeringan. Ketiga, menyelenggarakan program penyuluhan dan pelatihan untuk membantu masyarakat dalam mengadopsi praktik pertanian yang lebih tahan terhadap kondisi kekeringan.

"Keempat, pengelolaan hutan dan lahan untuk mencegah kebakaran hutan yang dapat dipicu oleh cuaca kering. Kelima, program rehabilitasi ekosistem dan restorasi lahan yang terdegradasi akibat kekeringan atau kebakaran. Keenam yaitu menyusun rencana kesiapsiagaan logistik untuk memastikan pasokan air bersih dan bahan makanan. Ketujuh, melakukan kampanye kesadaran masyarakat tentang praktik konservasi air dan upaya pengurangan risiko bencana," ujar Dwikorita.

Situasi ini harus menjadi perhatian karena sebaran titik panas di Indonesia menunjukkan peningkatan terutama di daerah rawan karhutla. Pulau Kalimantan memiliki titik panas terbanyak dengan tingkat kepercayaan tinggi, diikuti oleh Sumatera bagian selatan,kepulauan Nusa Tenggara, dan Papua Selatan.

Namun demikian sebagian besar wilayah Indonesia telah mengalami kondisi curah hujan sangat rendah pada Juli, Agustus September dan Oktober 2023 meliputi sebagian besar Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku, sebagian Maluku Utara dan sebagian Papua.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1960 seconds (0.1#10.140)