Soal Rohingya, Indonesia Harus Berani Ultimatum Myanmar

Kamis, 31 Agustus 2017 - 19:32 WIB
Soal Rohingya, Indonesia Harus Berani Ultimatum Myanmar
Soal Rohingya, Indonesia Harus Berani Ultimatum Myanmar
A A A
JAKARTA - Anggota DPR Nasir Djamil mengutuk keras kejahatan kemanusiaan yang dilakukan militer dan kelompok ekstremis di Rohingya, Myanmar. Nasir meminta agar kejahatan kemanusiaan itu segera dihentikan.

Menurut dia, pembakaran kampung-kampung, pembunuhan warga khususnya anak-anak dan wanita merupakan kebrutalan yang mengarah kepada pembersihan etnis alias genosida yang termasuk kejahatan hak asasi manusia (HAM) berat.

"Pemerintah Myanmar telah mempertontonkan salah satu bentuk kejahatan serius di muka bumi ini. Atas dasar kemanusiaan, sudah seharusnya pembantaian yang mengarah pada genosida tersebut dihentikan dan diusut tuntas," kata Nasir dalam siaran pers Fraksi PKS DPR kepada SINDOnews, Kamis (31/8/2017).

Konflik Rohingya yang berujung pada pembataian kelompok muslim di Rohingya sudah berlangsung lama. Karena itu, Nasir Djamil heran dan menyayangkan tidak ada langkah konkret dari dunia, baik PBB maupun ASEAN untuk memeroses dan menghentikan pembantaian tersebut.

Sebagai Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil menyerukan agar Pemerintah mengambil langkah konkret untuk mengakhiri kejahatan HAM berat di Myanmar tersebut.

Pertama, Pemerintah Indonesia dapat melakukan upaya diplomatik dengan mengultimatum Kedutaan Besar Myanmar di Indonesia agar Pemerintahan Myanmar menghentikan pembantaian.

Apabila ultimatum diabaikan, kata Nasir, Duta Besar Myanmar harus diusir dari Indonesia sebagai bentuk protes keras. Termasuk juga memanggil Duta Besar Indonesia untuk Myanmar.

Kedua, Pemerintah Indonesia dapat mendorong PBB maupun ASEAN untuk membentuk tim khusus untuk melakukan pencarian fakta sekaligus menjadi penjaga kedamaian dan melindungi kelompok minoritas muslim di Rohingya.

Apalagi, sambung dia, telah ada kelompok Militan Tentara Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) yang melakukan perlawanan ke militer Myanmar, sehingga jika dibiarkan berkonflik maka akan semakin membuat rumit konflik di Rohingya. Sementara warga muslim biasa hanya akan menjadi korban.

Ketiga, kata dia, Pemerintah Indonesia dapat mendorong komunitas internasional khususnya ASEAN untuk mengembargo Myanmar, baik secara diplomatik maupun ekonomi.

Embargo tersebut, kata Nasir, lazim diterapkan untuk menekan negara yang melakukan kejahatan kemanusiaan. Selain itu, Nasir juga mendorong lembaga pemberi Nobel di Oslo Norwegia mengevaluasi kembali bahkan mencabut pemberian hadiah Nobel perdamaian kepada tokoh Myanmar, Aung San Suu Kyi yang diam saja atas pelanggaran HAM di Rohingya. Diamnya Aung San Suu Kyi dinilai Nasir sebagai bentuk persetujuannya atas pembantaian di Rohingya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6862 seconds (0.1#10.140)