KTT G20 Diharapkan Lahirkan Kesepakatan Ketersediaan Pangan
Rabu, 02 November 2022 - 21:42 WIB
JAKARTA - Konferensi Tingkat Tinggi ( KTT) G20 yang akan digelar di Bali pada 15-16 November 2022 diharapkan melahirkan kesepakatan-kesepakatan strategis dalam menjaga ketersediaan pangan . Hal ini penting untuk menjaga situasi di tengah ancaman krisis pangan global.
"Kesepakatan antarnegara harus dibuat untuk mengantisipasi krisis pangan ke depan. Fungsi kerja sama bilateral harus ditingkatkan lagi," kata Dosen Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Ronnie S Natawidjaja, Rabu (2/11/2022).
Ronnie menjelaskan, kerja sama bilateral itu bisa diwujudkan dalam sistem barter. Masing-masing negara memberikan yang terbaik yang dimiliki. "Misal, Indonesia banyak produksi buah, lalu Australia banyak memproduksi gandum. Ini bisa saling tukar, barter. Jadi, stok (pangan) aman, dan harga pun bisa dikontrol," katanya.
Indonesia tak perlu memaksakan diri untuk menghasilkan komoditas tertentu yang memang tidak bisa diproduksi secara maksimal. Sebaliknya, Indonesia mesti meningkatkan potensi yang ada untuk kemudian dijadikan komoditas unggulan.
Ronny mencontohkan komoditas kedelai. Menurutnya, faktor geografis, yaitu penyinaran matahari, membuat produksi kedelai nasional tidak mampu mengimbangi produksi kedelai dari China.
"Kedelai kita itu wangi dan bulirnya besar tapi butuh penyinaran yang lama. Penyinaran bisa dibantu oleh penggunaan lampu di green house, tapi dijualnya jadi mahal nanti. Sudah kita pakai kedelai dari China, lalu kita kasih apa yang China butuhkan yang ada di kita. Itu namanya memaksimalkan potensi kerja sama bilateral," katanya.
Ronnie juga mencontohkan komoditas gandum yang bisa didapat dari Australia. Krisis yang terjadi antara Rusia dan Ukraina membuat pasokan gandum ke Indonesia menjadi terhambat. "Harganya pun naik 35%. Dan sepertinya akan naik lagi. Kita bisa minta Australia untuk support kebutuhan gandum kita," katanya.
Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menekankan pentingnya kolaborasi global untuk mengatasi krisis pangan yang kini mengancam banyak negara di dunia. Kolaborasi memungkinkan memitigasi dan mengatasi triple krisis: krisis energi, pangan, dan keuangan.
Menurut Syahrul, sebagai bagian dari komunitas global, G20 berkomitmen mendukung peran krusial dari sektor pertanian dalam menyediakan pangan dan gizi bagi semua orang, juga menjamin pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. "Tidak boleh ada negara yang terlewatkan dan tertinggal, kolaborasi adalah kunci untuk mengatasi tantangan saat ini dan di masa datang," katanya.
"Kesepakatan antarnegara harus dibuat untuk mengantisipasi krisis pangan ke depan. Fungsi kerja sama bilateral harus ditingkatkan lagi," kata Dosen Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Ronnie S Natawidjaja, Rabu (2/11/2022).
Ronnie menjelaskan, kerja sama bilateral itu bisa diwujudkan dalam sistem barter. Masing-masing negara memberikan yang terbaik yang dimiliki. "Misal, Indonesia banyak produksi buah, lalu Australia banyak memproduksi gandum. Ini bisa saling tukar, barter. Jadi, stok (pangan) aman, dan harga pun bisa dikontrol," katanya.
Indonesia tak perlu memaksakan diri untuk menghasilkan komoditas tertentu yang memang tidak bisa diproduksi secara maksimal. Sebaliknya, Indonesia mesti meningkatkan potensi yang ada untuk kemudian dijadikan komoditas unggulan.
Ronny mencontohkan komoditas kedelai. Menurutnya, faktor geografis, yaitu penyinaran matahari, membuat produksi kedelai nasional tidak mampu mengimbangi produksi kedelai dari China.
"Kedelai kita itu wangi dan bulirnya besar tapi butuh penyinaran yang lama. Penyinaran bisa dibantu oleh penggunaan lampu di green house, tapi dijualnya jadi mahal nanti. Sudah kita pakai kedelai dari China, lalu kita kasih apa yang China butuhkan yang ada di kita. Itu namanya memaksimalkan potensi kerja sama bilateral," katanya.
Ronnie juga mencontohkan komoditas gandum yang bisa didapat dari Australia. Krisis yang terjadi antara Rusia dan Ukraina membuat pasokan gandum ke Indonesia menjadi terhambat. "Harganya pun naik 35%. Dan sepertinya akan naik lagi. Kita bisa minta Australia untuk support kebutuhan gandum kita," katanya.
Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menekankan pentingnya kolaborasi global untuk mengatasi krisis pangan yang kini mengancam banyak negara di dunia. Kolaborasi memungkinkan memitigasi dan mengatasi triple krisis: krisis energi, pangan, dan keuangan.
Menurut Syahrul, sebagai bagian dari komunitas global, G20 berkomitmen mendukung peran krusial dari sektor pertanian dalam menyediakan pangan dan gizi bagi semua orang, juga menjamin pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. "Tidak boleh ada negara yang terlewatkan dan tertinggal, kolaborasi adalah kunci untuk mengatasi tantangan saat ini dan di masa datang," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda