Pengamat Hukum: Kunci Pengungkapan Kasus Brigadir J lewat Investigasi Transparan
Selasa, 02 Agustus 2022 - 19:23 WIB
JAKARTA - Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Al Araf menyoroti kasus kematian Brigadir J dalam baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo . Menurutnya, pengungkapan kasus kematian Brigadir J hanya bisa dilakukan jika proses investigasi transparan, akuntabel, dan berdasarkan prinsip-prinsip negara hukum.
Al Araf menjelaskan bahwa salah satu prinsip utama dalam negara hukum adalah pengakuan atas prinsip sama di hadapan hukum. Prinsip itu secara tegas diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD yang menyebutkan, "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Prinsip ini menyiratkan makna bahwa seluruh warga negara harus diperlakukan sama di muka hukum.
"Dalam negara hukum, tentu tidak boleh dan tidak bisa ada diskriminasi dalam hukum. Semua warga negara, baik yang berprofesi sebagai mahasiswa, aktivis LSM, anggota TNI, anggota Polri, menteri, maupun presiden, memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan hukum," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (2/8/2022).
Dalam konstruksi negara hukum, kata Al Araf, proses pengungkapan kasus kematian Brigadir J harus menghormati due process of law. Berdasarkan prinsip ini, setiap pihak yang terlibat harus dihormati hak-haknya baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka, seperti tidak boleh ada tekanan ataupun paksaan bagi siapa pun dalam memberikan keterangan maupun informasi seputar kasus ini.
"Proses hukum dalam mengungkap kematian Brigadir J mutlak bersifat independen, tak memihak, dan tak dipengaruhi suatu kekuasaan atau kekuatan apa pun," kata pegiat di Koalisi Reformasi Sektor Keamanan ini.
Tim Khusus Mabes Polri harus fokus pada pengungkapan fakta kejadian. Salah satunya dengan menggunakan metode investigasi kejahatan berbasis ilmiah (scientific crime investigation). Artinya, setiap keterangan saksi harus dikroscek/diuji secara ilmiah.
Baca juga: Pengacara Brigadir J Ajukan 11 Saksi terkait Kasus Dugaan Pembunuhan Berencana
Menurutnya, beragam keganjilan di publik dan keluarga korban terkait dengan kasus ini perlu dijawab secara transparan dan akuntabel oleh tim yang telah dibentuk Polri. Kerja tim dalam menyelesaikan kasus ini akan menjadi perhatian serius oleh masyarakat, sehingga pengawasan menjadi bagian elemen penting dalam menuntaskan kasus ini.
Selain itu, penggunaan kekuatan senjata api oleh kepolisian memang menjadi masalah serius yang perlu dibenahi. Aparat kepolisian perlu memperhatikan Resolusi Majelis Umum PBB No 34/169 mengenai prinsip-prinsip berperilaku bagi aparat penegak hukum yang dituangkan dalam Code of Conduct Law Enforcement dan UN Basic Principle on the Use of Force and Fireams by Law Enforcement Officials mengenai penggunaan kekerasan dan penggunaan senjata api.
Terdapat tiga asas esensial dalam penggunaan senjata kekerasan dan senjata api yang penting untuk diperhatikan polisi yaitu asas legalitas (legality), kepentingan (necessity), dan proporsional (proportionality). Sungguh pun penggunaan kekerasan dan senjata api tidak dapat dihindarkan, aparat penegak hukum harus mengendalikan sekaligus mencegah dengan bertindak secara proporsional berdasarkan situasi dan kondisi lapangan.
"Penyalahgunaan kekerasan dan senjata api dapat mengakibatkan petugas mendapatkan masalah, apalagi yang mengakibatkan kematian. Penyalahgunaan kewenangan ini mengakibatkan pelanggaran pidana sekaligus pelanggaran atas harkat dan martabat manusia," katanya.
Al Araf menjelaskan bahwa salah satu prinsip utama dalam negara hukum adalah pengakuan atas prinsip sama di hadapan hukum. Prinsip itu secara tegas diatur dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD yang menyebutkan, "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Prinsip ini menyiratkan makna bahwa seluruh warga negara harus diperlakukan sama di muka hukum.
"Dalam negara hukum, tentu tidak boleh dan tidak bisa ada diskriminasi dalam hukum. Semua warga negara, baik yang berprofesi sebagai mahasiswa, aktivis LSM, anggota TNI, anggota Polri, menteri, maupun presiden, memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan hukum," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (2/8/2022).
Dalam konstruksi negara hukum, kata Al Araf, proses pengungkapan kasus kematian Brigadir J harus menghormati due process of law. Berdasarkan prinsip ini, setiap pihak yang terlibat harus dihormati hak-haknya baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka, seperti tidak boleh ada tekanan ataupun paksaan bagi siapa pun dalam memberikan keterangan maupun informasi seputar kasus ini.
"Proses hukum dalam mengungkap kematian Brigadir J mutlak bersifat independen, tak memihak, dan tak dipengaruhi suatu kekuasaan atau kekuatan apa pun," kata pegiat di Koalisi Reformasi Sektor Keamanan ini.
Tim Khusus Mabes Polri harus fokus pada pengungkapan fakta kejadian. Salah satunya dengan menggunakan metode investigasi kejahatan berbasis ilmiah (scientific crime investigation). Artinya, setiap keterangan saksi harus dikroscek/diuji secara ilmiah.
Baca juga: Pengacara Brigadir J Ajukan 11 Saksi terkait Kasus Dugaan Pembunuhan Berencana
Menurutnya, beragam keganjilan di publik dan keluarga korban terkait dengan kasus ini perlu dijawab secara transparan dan akuntabel oleh tim yang telah dibentuk Polri. Kerja tim dalam menyelesaikan kasus ini akan menjadi perhatian serius oleh masyarakat, sehingga pengawasan menjadi bagian elemen penting dalam menuntaskan kasus ini.
Selain itu, penggunaan kekuatan senjata api oleh kepolisian memang menjadi masalah serius yang perlu dibenahi. Aparat kepolisian perlu memperhatikan Resolusi Majelis Umum PBB No 34/169 mengenai prinsip-prinsip berperilaku bagi aparat penegak hukum yang dituangkan dalam Code of Conduct Law Enforcement dan UN Basic Principle on the Use of Force and Fireams by Law Enforcement Officials mengenai penggunaan kekerasan dan penggunaan senjata api.
Terdapat tiga asas esensial dalam penggunaan senjata kekerasan dan senjata api yang penting untuk diperhatikan polisi yaitu asas legalitas (legality), kepentingan (necessity), dan proporsional (proportionality). Sungguh pun penggunaan kekerasan dan senjata api tidak dapat dihindarkan, aparat penegak hukum harus mengendalikan sekaligus mencegah dengan bertindak secara proporsional berdasarkan situasi dan kondisi lapangan.
"Penyalahgunaan kekerasan dan senjata api dapat mengakibatkan petugas mendapatkan masalah, apalagi yang mengakibatkan kematian. Penyalahgunaan kewenangan ini mengakibatkan pelanggaran pidana sekaligus pelanggaran atas harkat dan martabat manusia," katanya.
(abd)
tulis komentar anda