Pembentukan KIB dan KSM Strategi Tunggu Capres PDIP dan Gerindra
Jum'at, 10 Juni 2022 - 16:54 WIB
JAKARTA - Sejumlah partai politik di Parlemen mulai ancang menghadapi Pilpres 2024 dengan membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Semut Merah (KSM). Menurut Direktur Eksekutif Public Trust Institute, Pahrudin HM pembentukan koalisi ini merupakan strategi menunggu capres dan cawapres yang akan diusung PDIP dan Partai Gerindra.
"Secara regulatif matematis, KIB (dibentuk oleh Partai Golkar, PAN, dan PPP) sudah memenuhi syarat pengajuan capres (23,67%) dari ketentuan minimal 20%. Problemnya, siapa yang akan diusung? Para elitenya tidak masuk jajaran tokoh potensial capres berdasarkan rilis beberapa survei," kata Pahrudin HM, Jumat (10/6/2022).
Ia mengungkapkan Koalisi Semut Merah yang dibentuk PKB dan PKS lebih parah lagi. Sebab, secara regulatif belum penuhi syarat (17,9%) dan ketiadaan elite internal yang bereputasi nasional untuk capres potensial. "Meskipun ada Gus Muhaimin, tetapi elektabilitasnya masih jauh dari harapan PKB," katanya.
Koalisi Partai Nasdem-Partai Demokrat, menurut Pahrudin, juga sulit diwujudkan. Sebab, di samping belum memenuhi syarat presidential threshold 20% (karena baru memiliki 16,82%), rekam jejak disharmonis kedua parpol ini juga jauh dari kata sepakat untuk koalisi. Meski akhir-akhir ini rutin bertemu, menurut Pahrudin, hal itu tidak lebih hanya upaya penjajakan awal yang tidak prioritas. Apalagi sejak awal Nasdem sudah mensyaratkan koalisi tidak mendukung capres ketum parpol lain. Sementara Demokrat terus menyodorkan AHY sebagai capres/cawapres.
"Nasdem tentu paham betul efek ekor jas yang sukses diperoleh Gerindra dalam dua edisi pilpres lalu karena posisi Prabowo Subianto," kata Pahrudin.
Koalisi yang paling memungkinkan, kata Pahrudin, adalah PDIP dan Gerindra mengingat kedekatan keduanya. "Problemnya, sudikah Ibu Megawati Soekarnoputri mewariskan suksesor Jokowi kepada ketum parpol peringkat 2? Belum lagi jika terkait efek ekor jas yang akan diperoleh Gerindra untuk ketiga kalinya," kata Pahrudin.
Baca juga: Usul Nama Koalisi Semut Merah Bareng PKS, PKB: Kita Wong Cilik Juga
Ia menilai koalisi yang dibentuk oleh sejumlah parpol tersebut akan terhenti ketika PDIP dan Gerindra telah memutuskan capres-cawapres yang diusung.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komaruddin menilai semua partai politik masih menunggu dan melihat. "Karena KSM pun belum memenuhi 20 PT (presidential threshol). Bisa cerai dan bisa juga masih bersatu. Tergantung siapa capres dan cawapres nanti yang diusung. Jika mengusung nama yang disepakati, bisa masih bersama-sama, namun jika tak sepakat dengan nama capres-cawapres, maka bisa bercerai," katanya.
Menurut Ujang, koalisi sesungguhnya akan terbentuk di akhir atau menjelang pendaftaran capres-cawapres di KPU pada September 2023. "Atau jika PDIP sudah memunculkan nama. Lalu Gerindra juga sudah berkoalisi dengan partai lain dan mengusung nama capresnya, maka peta koalisi akan cepat terbentuk," katanya.
"Secara regulatif matematis, KIB (dibentuk oleh Partai Golkar, PAN, dan PPP) sudah memenuhi syarat pengajuan capres (23,67%) dari ketentuan minimal 20%. Problemnya, siapa yang akan diusung? Para elitenya tidak masuk jajaran tokoh potensial capres berdasarkan rilis beberapa survei," kata Pahrudin HM, Jumat (10/6/2022).
Ia mengungkapkan Koalisi Semut Merah yang dibentuk PKB dan PKS lebih parah lagi. Sebab, secara regulatif belum penuhi syarat (17,9%) dan ketiadaan elite internal yang bereputasi nasional untuk capres potensial. "Meskipun ada Gus Muhaimin, tetapi elektabilitasnya masih jauh dari harapan PKB," katanya.
Koalisi Partai Nasdem-Partai Demokrat, menurut Pahrudin, juga sulit diwujudkan. Sebab, di samping belum memenuhi syarat presidential threshold 20% (karena baru memiliki 16,82%), rekam jejak disharmonis kedua parpol ini juga jauh dari kata sepakat untuk koalisi. Meski akhir-akhir ini rutin bertemu, menurut Pahrudin, hal itu tidak lebih hanya upaya penjajakan awal yang tidak prioritas. Apalagi sejak awal Nasdem sudah mensyaratkan koalisi tidak mendukung capres ketum parpol lain. Sementara Demokrat terus menyodorkan AHY sebagai capres/cawapres.
"Nasdem tentu paham betul efek ekor jas yang sukses diperoleh Gerindra dalam dua edisi pilpres lalu karena posisi Prabowo Subianto," kata Pahrudin.
Koalisi yang paling memungkinkan, kata Pahrudin, adalah PDIP dan Gerindra mengingat kedekatan keduanya. "Problemnya, sudikah Ibu Megawati Soekarnoputri mewariskan suksesor Jokowi kepada ketum parpol peringkat 2? Belum lagi jika terkait efek ekor jas yang akan diperoleh Gerindra untuk ketiga kalinya," kata Pahrudin.
Baca juga: Usul Nama Koalisi Semut Merah Bareng PKS, PKB: Kita Wong Cilik Juga
Ia menilai koalisi yang dibentuk oleh sejumlah parpol tersebut akan terhenti ketika PDIP dan Gerindra telah memutuskan capres-cawapres yang diusung.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komaruddin menilai semua partai politik masih menunggu dan melihat. "Karena KSM pun belum memenuhi 20 PT (presidential threshol). Bisa cerai dan bisa juga masih bersatu. Tergantung siapa capres dan cawapres nanti yang diusung. Jika mengusung nama yang disepakati, bisa masih bersama-sama, namun jika tak sepakat dengan nama capres-cawapres, maka bisa bercerai," katanya.
Menurut Ujang, koalisi sesungguhnya akan terbentuk di akhir atau menjelang pendaftaran capres-cawapres di KPU pada September 2023. "Atau jika PDIP sudah memunculkan nama. Lalu Gerindra juga sudah berkoalisi dengan partai lain dan mengusung nama capresnya, maka peta koalisi akan cepat terbentuk," katanya.
(abd)
tulis komentar anda