Residivis Ditembak Mati, ICJR: Pembunuhan di Luar Putusan Pengadilan Pelanggaran Serius

Jum'at, 24 April 2020 - 08:30 WIB
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta aparat kepolisian untuk tidak langsung menggunakan senjata api dalam menangani aksi kejahatan. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - Polemik pembebasan warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang dibebaskan belum berakhir. Masalahnya, beberapa WBP itu ada yang melakukan aksi kejahatan kembali.

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta aparat untuk tidak langsung menggunakan senjata api dalam menangani aksi kejahatan. “Penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir yang bertujuan untuk menghentikan pelaku kejahatan, bukan mematikan,” ujar Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu dalam keterangannya, Rabu (23/4/2020).

ICJR mengecam aparat dan anggota DPR yang menggaungkan akan menembak mati residivis. Pada sabtu (18/04/2020), Polres Jakarta Utara menembak mati pelaku kejahatan yang seorang WBP. Kemudian, ada Anggota Komisi III DPR yang mendukung polisi untuk melakukan tembak mati kepada pelaku tindak kejahatan.



Berdasarkan data Kabareskrim per 21 April 2020, WBP yang diduga melakukan pengulangan tindak pidana (residivis) sebanyak 27 orang. Itu hanya 0,07% dari total WBP yang dikeluarkan 38.822 orang. Sementara itu, data dari Ditjen Pemasyarakatan angka residivisme selama 3 tahun terakhir sebesar 10,18%.

Tembak mati pelaku kejahatan, menurut Erasmus, merupakan extrajudicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan pada prinsipnya merupakan pelanggaran serius terhadap hak-hak orang yang diduga melakukan tindak pidana yang dijamin secara sah oleh peraturan perundang-undangan.

“Berhati-hati dalam menindak pelaku kejahatan di lapangan agar tidak terjadi penggunaan senjata api yang berlebihan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan,” tuturnya.

Setiap pelaku kejahatan atau tersangka memiliki hak untuk dapat diadili secara adil dan berimbang. Mereka berhak menyampaikan pembelaan atas perbuatan yang dituduhkan terhadap dirinya.

Pada Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kaporl Nomor 1 Tahun 2009 menyatakan sebelum melakukan penembakan dengan senjata api, aparat wajib mengupayakan enam tahapan tindakan terlebih dahulu. Langkah itu, antara lain yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan, penggunaan kekuatan dengan tangan kosong, dan penggunaan senjata tumpul.

ICJR menyatakan kepolisian harus memahami tentang makna menindak tegas pelaku kejahatan, termasuk WBP yang berulah lagi. Bukan berarti menembak mati. ICJR meminta Komnas HAM dan Ombudsman untuk memberikan perhatian kepada kepolisian karena ada potensi pelanggaran prosedur dan HAM.

“Agar prosedur penanganan WBP yang melanggar ketentuan asimilasi/integrasi dapat diterapkan sebagaimana mestinya oleh petugas Pembimbing Kemasyarakatan maupun aparat kepolisian,” pungkas Erasmus.
(kri)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More