Geopolitik Soekarno Akan Berimbas pada Cara Indonesia Kembangkan Ekonomi
Sabtu, 19 Februari 2022 - 16:08 WIB
JAKARTA - Pemikiran geopolitik Soekarno (Bung Karno) dinilai masih relevan dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Hal tersebut dikemukakan oleh Mahasiswa Doktoral Universitas Pertahanan (Unhan), Hasto Kristiyanto, dan sejumlah profesor.
Baca Juga: Soekarno
Hasto menjelaskan, keseluruhan pemikiran geopolitik Soekarno sebenarnya merupakan bagian dari kritik terhadap berbagai teori politik dunia yang mendominasi, yang mengandung benih-benih penjajahan dan imperialisme.
Maka dari itu, dalam pemikiran Bung Karno, geopolitik itu tidak boleh netral, dia harus berpihak pada tata dunia yang lebih berkeadilan dan bebas dari segala bentuk penjajahan.
"Maka itulah dalam pertemuannya dengan Presiden Kennedy yang dilakukan secara rahasia di kamarnya, Bung Karno mengingatkan bagaimana agar AS justru harus mempelopori pembebasan dunia, sama seperti prinsip ketika AS membebaskan diri dari dari kolonialisme Inggris. AS harus kembali ke situ. Sebab declaration of independence Amerika Serikat menjadi inspirasi bagi kemerdekaan Indonesia," urai Hasto.
Dalam konteks Indonesia saat ini, maka pembangunan pertahanan Indonesia seharusnya berdasar prinsip geopolitik tersebut. Sebagai contoh, menurut Hasto, Indonesia tak bisa berlindung di balik netralitas, namun harus mengambil prakarsa bagi perdamaian di Timur Tengah, dan belahan bumi lainnya.
"Kebijakan luar negeri kita kerap terjebak dalam netralitas. Ini jadi perenungan kita sebagai anak bangsa. Paska dilengserkannya Bung Karno seakan geopolitik kita hanya melihat ke dalam, inward looking, hanya sekadar mawas diri. Diperlukan keberanian untuk melakukan tindakan terobosan bagi perdamaian dunia dengan cara pandang geopolitik berdasarkan Pancasila," kata Hasto.
"Pemikiran geopolitik Soekarno menyentuh hal fundamental untuk kondisi saat ini. Saatnya bangsa ini melangkah keluar dan membangun kepemimpinannya dalam artian luas. Perspektif ketahanan nasional harus diangkat," jelas Hasto.
"Kampus-kampus kita harus bangun hegemoninya dalam penguasaan iptek, misalnya. Jangan terjebak hal simbolik seperti soal seragam, pakaian, atau berbagai elemen primordial. Namun bagaimana kita harus kedepankan supremasi iptek seperti menjadi salah satu elemen pemikiran geopolitik Soekarno," tambahnya.
Baca Juga: Soekarno
Hasto menjelaskan, keseluruhan pemikiran geopolitik Soekarno sebenarnya merupakan bagian dari kritik terhadap berbagai teori politik dunia yang mendominasi, yang mengandung benih-benih penjajahan dan imperialisme.
Maka dari itu, dalam pemikiran Bung Karno, geopolitik itu tidak boleh netral, dia harus berpihak pada tata dunia yang lebih berkeadilan dan bebas dari segala bentuk penjajahan.
"Maka itulah dalam pertemuannya dengan Presiden Kennedy yang dilakukan secara rahasia di kamarnya, Bung Karno mengingatkan bagaimana agar AS justru harus mempelopori pembebasan dunia, sama seperti prinsip ketika AS membebaskan diri dari dari kolonialisme Inggris. AS harus kembali ke situ. Sebab declaration of independence Amerika Serikat menjadi inspirasi bagi kemerdekaan Indonesia," urai Hasto.
Dalam konteks Indonesia saat ini, maka pembangunan pertahanan Indonesia seharusnya berdasar prinsip geopolitik tersebut. Sebagai contoh, menurut Hasto, Indonesia tak bisa berlindung di balik netralitas, namun harus mengambil prakarsa bagi perdamaian di Timur Tengah, dan belahan bumi lainnya.
"Kebijakan luar negeri kita kerap terjebak dalam netralitas. Ini jadi perenungan kita sebagai anak bangsa. Paska dilengserkannya Bung Karno seakan geopolitik kita hanya melihat ke dalam, inward looking, hanya sekadar mawas diri. Diperlukan keberanian untuk melakukan tindakan terobosan bagi perdamaian dunia dengan cara pandang geopolitik berdasarkan Pancasila," kata Hasto.
"Pemikiran geopolitik Soekarno menyentuh hal fundamental untuk kondisi saat ini. Saatnya bangsa ini melangkah keluar dan membangun kepemimpinannya dalam artian luas. Perspektif ketahanan nasional harus diangkat," jelas Hasto.
"Kampus-kampus kita harus bangun hegemoninya dalam penguasaan iptek, misalnya. Jangan terjebak hal simbolik seperti soal seragam, pakaian, atau berbagai elemen primordial. Namun bagaimana kita harus kedepankan supremasi iptek seperti menjadi salah satu elemen pemikiran geopolitik Soekarno," tambahnya.
tulis komentar anda