Dua Babi Berjanggut di TaNa Bentarum Mati Terserang Virus ASF
Jum'at, 15 Oktober 2021 - 14:04 WIB
PUTUSSIBAU - Tim patroli perlindungan dan pengamanan Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (TaNa Bentarum) bersama Masyarakat Mitra Polhut (MMP) Resort Nanga Potan menemukan dua ekor Babi Berjanggut (Sus barbatus) yang mati akibat virus African Swine Fever(ASF).
ASF adalah penyakit virus babi yang sangat menular, menimbulkan berbagai perdarahan pada organ internal dan disertai angka kematian yang sangat tinggi.
baca juga: Selly, Maya, dan Nicky Lulus Rehabilitasi dan Kembali ke Hutan
Penemuan dua bangkai babi itu, bermula dari kecurigaan petugas yang dipimpin oleh Deti Kurnia akan adanya bau menyengat di sekitar lokasi patroli. Setelah ditelusuri, sekitar 20 meter dari titik tercium bau busuk, tim menemukan babi hutan mati di dekat aliran anakan sungai.
Saat ditemukan, bangkai babi tersebut tercatat dengan ciri-ciri bagian tubuh terlihat kemerahan, terutama di bagian bawah (perut). Balai Besar TaNa Bentarum juga mendapatkan laporan dari masyarakat terkait temuan kematian babi di dalam dan luar kawasan konservasi termasuk di wilayah pemukiman.
baca juga: Ini Tempat Terakhir di Dunia, di Mana Gajah, Badak, Orangutan dan Harimau Hidup Bersama
Menindaklanjuti temuan tersebut, Balai Besar TaNa Bentarum segera berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kapuas Hulu, kemudian membentuk tim yang melakukan pengecekan di sekitar lokasi kejadian dengan mencatat titik koordinat serta mengumpulkan informasi dari masyarakat dan pengurus desa terdekat.
“Tim juga mengambil sampel air dari Desa Tanjung Lasa dan organ babi mati di Desa Datah Diaan, sekaligus melakukan sosialisasi kepada masyarakat sebagai upaya antisipasi meluasnya penyebaran virus ASF,” kata Kepala Besar TanaBentarum Wahju Rudianto kepada KORAN SINDO, Jumat (15/10/2021).
baca juga: Meski Konflik 3 Harimau di Solok Dinyatakan Tuntas, BKSDA Sumbar Tetap Pasang Kamera Trap
ASF adalah penyakit virus babi yang sangat menular, menimbulkan berbagai perdarahan pada organ internal dan disertai angka kematian yang sangat tinggi.
baca juga: Selly, Maya, dan Nicky Lulus Rehabilitasi dan Kembali ke Hutan
Penemuan dua bangkai babi itu, bermula dari kecurigaan petugas yang dipimpin oleh Deti Kurnia akan adanya bau menyengat di sekitar lokasi patroli. Setelah ditelusuri, sekitar 20 meter dari titik tercium bau busuk, tim menemukan babi hutan mati di dekat aliran anakan sungai.
Saat ditemukan, bangkai babi tersebut tercatat dengan ciri-ciri bagian tubuh terlihat kemerahan, terutama di bagian bawah (perut). Balai Besar TaNa Bentarum juga mendapatkan laporan dari masyarakat terkait temuan kematian babi di dalam dan luar kawasan konservasi termasuk di wilayah pemukiman.
baca juga: Ini Tempat Terakhir di Dunia, di Mana Gajah, Badak, Orangutan dan Harimau Hidup Bersama
Menindaklanjuti temuan tersebut, Balai Besar TaNa Bentarum segera berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kapuas Hulu, kemudian membentuk tim yang melakukan pengecekan di sekitar lokasi kejadian dengan mencatat titik koordinat serta mengumpulkan informasi dari masyarakat dan pengurus desa terdekat.
“Tim juga mengambil sampel air dari Desa Tanjung Lasa dan organ babi mati di Desa Datah Diaan, sekaligus melakukan sosialisasi kepada masyarakat sebagai upaya antisipasi meluasnya penyebaran virus ASF,” kata Kepala Besar TanaBentarum Wahju Rudianto kepada KORAN SINDO, Jumat (15/10/2021).
baca juga: Meski Konflik 3 Harimau di Solok Dinyatakan Tuntas, BKSDA Sumbar Tetap Pasang Kamera Trap
tulis komentar anda