Habib Aboebakar: Proses Persidangan Harus Ikuti Ketentuan KUHAP
Senin, 22 Maret 2021 - 17:51 WIB
JAKARTA - Aboe Bakar Al-Habsyi, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), mengatakan, penolakan eks Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, alias HRS, mengikuti persidangan secara virtual dan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) ingin sidang dilakukan offline, harus dihormati.
"Seharusnya Habib Rizeq diperlakukan sebagai warga negara sebagaimana umumnya dalam pengadilan. Karena ini adalah prinsip equality before the law, yaitu persamaan perlakuan di depan hukum," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (22/3/2021).
Oleh karenanya, menurut Habib Aboebakar, sapaan Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI itu, proses persidangan seharunsya mengikuti ketentuan yang berlaku, yaitu Kitab Udang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pemenuhan acara pidana adalah salah satu parameter untuk memastikan bahwa hukum dilaksanakan sebagaimana mestinya.
"Karena bangsa ini menyepakati bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945," katanya.
Pemaksaan pemeriksaan seorang tersangka untuk tidak hadir dalam persidangan, lanjut Habib Aboebakar, berpotensi mengurangi hak-hak hukum yang seharusnya dimiliki. Apalagi pada kasus lain seperti kasus Djoko Tjandra sampai dengan Pinangki semua tersangka bisa leluasa menghadiri persidangan.
"Tentu ini menjadi preseden tidak baik, ketika seolah olah terlihat ada diskriminasi. Dimana seorang tersangka ngotot mau bersidang namun jaksa tidak menghendaki," ujar Sekjen PKS itu.
Maka dari itu, dirinya minta Komisi Yudisial memberikan atensi pada kasus ini, karena kasus ini menjadi perhatian publik. Tentunya KY seharusnya memastikan persidangan berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Demikian pula Komnas HAM, seharusnya memantau persidangan tersebut, karena pemaksaan seseorang terdakwa bersidang secara on line berpotensi pada pelanggaran HAM.
"Kami mengingatkan kepada semua pihak agar konsisten dengan ketentuan UUD 1945, bahwa Indonesia adalah negara hukum. Karenanya, perlu komitment dari semua pihat untuk tegak lurus mengikuti prosedur yang ada," katanya. CM
"Seharusnya Habib Rizeq diperlakukan sebagai warga negara sebagaimana umumnya dalam pengadilan. Karena ini adalah prinsip equality before the law, yaitu persamaan perlakuan di depan hukum," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (22/3/2021).
Oleh karenanya, menurut Habib Aboebakar, sapaan Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI itu, proses persidangan seharunsya mengikuti ketentuan yang berlaku, yaitu Kitab Udang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pemenuhan acara pidana adalah salah satu parameter untuk memastikan bahwa hukum dilaksanakan sebagaimana mestinya.
"Karena bangsa ini menyepakati bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945," katanya.
Pemaksaan pemeriksaan seorang tersangka untuk tidak hadir dalam persidangan, lanjut Habib Aboebakar, berpotensi mengurangi hak-hak hukum yang seharusnya dimiliki. Apalagi pada kasus lain seperti kasus Djoko Tjandra sampai dengan Pinangki semua tersangka bisa leluasa menghadiri persidangan.
"Tentu ini menjadi preseden tidak baik, ketika seolah olah terlihat ada diskriminasi. Dimana seorang tersangka ngotot mau bersidang namun jaksa tidak menghendaki," ujar Sekjen PKS itu.
Maka dari itu, dirinya minta Komisi Yudisial memberikan atensi pada kasus ini, karena kasus ini menjadi perhatian publik. Tentunya KY seharusnya memastikan persidangan berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Demikian pula Komnas HAM, seharusnya memantau persidangan tersebut, karena pemaksaan seseorang terdakwa bersidang secara on line berpotensi pada pelanggaran HAM.
"Kami mengingatkan kepada semua pihak agar konsisten dengan ketentuan UUD 1945, bahwa Indonesia adalah negara hukum. Karenanya, perlu komitment dari semua pihat untuk tegak lurus mengikuti prosedur yang ada," katanya. CM
(ars)
tulis komentar anda