MUI Ingatkan Energi Bangsa Tak Hanya Urusi Radikalisme dan Intoleransi
Minggu, 03 Januari 2021 - 09:20 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) Anwar Abbas menyatakan bahwa bangsa Indonesia sudah sepakat tidak setuju dengan radikalisme dan intoleransi . Namun ia melihat adanya pihak yang terlalu membesar-besarkan masalah tersebut. Padahal Anwar Abbas merasa NKRI masih aman-aman saja.
"Karena masyarakat kita sudah terdidik dan sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk bagi bangsa dan negaranya," katanya kepada SINDOnews, Minggu (3/1/2021).
Anwar sangat menyayangkan kenapa energi pemerintah nyaris terkuras untuk menghadapi masalah radikalisme dan intoleran. Padahal masalah-masalah lain yang sangat penting diseriusi pemerintah malah agak terabaikan.
Misalnya masalah COVID-19, di mana korban yang sakit dan meninggal masih sangat tinggi bahkan memperlihatkan kecenderungan semakin meningkat. Lalu masalah ekonomi, di mana masyarakat tidak bebas keluar rumah akibat COVID-19, sehingga roda perekonomian terganggu bahkan resesi yang menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran. ( )
"Sehingga telah mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat dan hal ini tentu saja akan membuat dunia usaha telah mengalami kesulitan," katanya.
Ketua PP Muhammadiyah itu menambahkan, lemahnya penegakan hukum juga menjadi masalah yang patut diperhatikan. Masyarakat bingung mencari dan mendapatkan keadilan karena penerapan hukum tampak sekali tebang pilih. Sangat tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas.
Permasalahan lainnya adalah meningkatnya pengaruh China yang sangat luar biasa. Pemerintah daerah yang merupakan penguasa tertinggi di daerahnya juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kondisi ini berpotensi membuat tenaga kerja asing dari China bisa dengan mudah dan bebasnya keluar masuk ke daerah dalam jumlah besar. Padahal rakyat di daerah banyak yang menganggur dan butuh pekerjaan. ( )
"Kelima masalah kemakmuran. Di dalam Pasal 33 UUD 1945 kita diamanati untuk menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, ternyata jumlah orang miskin di negeri ini masih sangat besar yaitu sekitar 24 juta orang sebelum COVID dan setelah COVID jumlah fakir miskin di negeri ini tentu bertambah apalagi sekitar 80% dari usaha mikro itu tidak lagi punya tabungan dan modal untuk melanjutkan usahanya," ujarnya.
Oleh karena, Anwar meminta pemerintah betul-betul serius dan fokus mengatasi masalah COVID-19, ekonomi, penegakan hukum, dan pembatasan tenaga kerja asing terutama yang berasal dari negara China atau Tiongkok.
Jika masalah-masalah ini tidak bisa ditangani dengan baik, maka Indonesia akan menghadapi masalah yang lebih besar dan ruwet, berupa terjadinya krisis sosial.
"Untuk itu kerja sama dan saling pengertian yang baik antara pemerintah dan masyarakat tentu jelas menjadi sesuatu yang sangat-sangat dituntut dan diharapkan agar negeri ini bisa secepatnya keluar dari berbagai masalah yang benar-benar sudah dan telah cukup lama melilit dan mendera kita semua," katanya.
"Karena masyarakat kita sudah terdidik dan sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk bagi bangsa dan negaranya," katanya kepada SINDOnews, Minggu (3/1/2021).
Anwar sangat menyayangkan kenapa energi pemerintah nyaris terkuras untuk menghadapi masalah radikalisme dan intoleran. Padahal masalah-masalah lain yang sangat penting diseriusi pemerintah malah agak terabaikan.
Misalnya masalah COVID-19, di mana korban yang sakit dan meninggal masih sangat tinggi bahkan memperlihatkan kecenderungan semakin meningkat. Lalu masalah ekonomi, di mana masyarakat tidak bebas keluar rumah akibat COVID-19, sehingga roda perekonomian terganggu bahkan resesi yang menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran. ( )
"Sehingga telah mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat dan hal ini tentu saja akan membuat dunia usaha telah mengalami kesulitan," katanya.
Ketua PP Muhammadiyah itu menambahkan, lemahnya penegakan hukum juga menjadi masalah yang patut diperhatikan. Masyarakat bingung mencari dan mendapatkan keadilan karena penerapan hukum tampak sekali tebang pilih. Sangat tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas.
Permasalahan lainnya adalah meningkatnya pengaruh China yang sangat luar biasa. Pemerintah daerah yang merupakan penguasa tertinggi di daerahnya juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kondisi ini berpotensi membuat tenaga kerja asing dari China bisa dengan mudah dan bebasnya keluar masuk ke daerah dalam jumlah besar. Padahal rakyat di daerah banyak yang menganggur dan butuh pekerjaan. ( )
"Kelima masalah kemakmuran. Di dalam Pasal 33 UUD 1945 kita diamanati untuk menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, ternyata jumlah orang miskin di negeri ini masih sangat besar yaitu sekitar 24 juta orang sebelum COVID dan setelah COVID jumlah fakir miskin di negeri ini tentu bertambah apalagi sekitar 80% dari usaha mikro itu tidak lagi punya tabungan dan modal untuk melanjutkan usahanya," ujarnya.
Oleh karena, Anwar meminta pemerintah betul-betul serius dan fokus mengatasi masalah COVID-19, ekonomi, penegakan hukum, dan pembatasan tenaga kerja asing terutama yang berasal dari negara China atau Tiongkok.
Jika masalah-masalah ini tidak bisa ditangani dengan baik, maka Indonesia akan menghadapi masalah yang lebih besar dan ruwet, berupa terjadinya krisis sosial.
"Untuk itu kerja sama dan saling pengertian yang baik antara pemerintah dan masyarakat tentu jelas menjadi sesuatu yang sangat-sangat dituntut dan diharapkan agar negeri ini bisa secepatnya keluar dari berbagai masalah yang benar-benar sudah dan telah cukup lama melilit dan mendera kita semua," katanya.
(abd)
tulis komentar anda