Perpres Pelibatan TNI Berantas Terorisme, Perlu Dipertegas Batasan dan Perannya
Senin, 11 Mei 2020 - 19:32 WIB
JAKARTA - Peneliti Institute for Scurity and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menyatakan, Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko pernah menyampaikan, Istana tengah menyiapkan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) TNI yang mengatur dan menjelaskan keterlibatan TNI khususnya Kopassus dalam penanganan terorisme.
"Menurutnya (Moeldoko), memang ada kelemahan dalam UU TNI yang berkaitan dengan operasi militer selain perang, karena belum ada aturan turunannya sebagaimana diamanatkan," ujar Fahmi kepada wartawan, Senin (11/5/2020).
Di sisi lain menurut Fahmi, Peraturan presiden (Perpres) yang terbit untuk memfasilitasi kiprah satuan antiteror TNI ini ternyata bukanlah turunan UU TNI. Namun turunan dari UU 5/2018 tentang Perubahan UU 15/2003 tentang Pemberantasan Terorisme.
(Baca juga: 9 WNI di Singapura Sembuh dari Covid-19)
Menurut dia, jika mengacu pada apa yang diatur oleh UU 5/2018, Perpres yang mengatur tugas TNI dalam penanganan terorisme itu menjadi perlu. "Tapi mestinya untuk mempertegas batasan peran, kewenangan, kapan boleh dilibatkan, kapan harus dan kapan tidak boleh dilibatkan," tutur dia.
Selain itu, pengamat terorisme ini menilai, perlu juga diatur secara rinci tentang bagaimana koordinasi, penggerakan, pengendalian dan pengawasan dilakukan pada pelibatan dan peran serta TNI itu, mengingat dengan hadirnya BNPT, maka seluruh upaya pemberantasan terorisme mestinya berada di bawah koordinasi dan kendali lembaga yang saat ini di pimpin Komjen Pol Boy Rafli Amar tersebut.
"Jadi bagi saya, ini bukan lagi soal perlu atau tidak perlu, melainkan soal tepat atau tidak. Karena sayangnya, isi Perpres itu justru di luar ekspektasi publik dan justru membuka ruang yang makin luas dan kuat dalam penanggulangan terorisme," katanya.
"Menurutnya (Moeldoko), memang ada kelemahan dalam UU TNI yang berkaitan dengan operasi militer selain perang, karena belum ada aturan turunannya sebagaimana diamanatkan," ujar Fahmi kepada wartawan, Senin (11/5/2020).
Di sisi lain menurut Fahmi, Peraturan presiden (Perpres) yang terbit untuk memfasilitasi kiprah satuan antiteror TNI ini ternyata bukanlah turunan UU TNI. Namun turunan dari UU 5/2018 tentang Perubahan UU 15/2003 tentang Pemberantasan Terorisme.
(Baca juga: 9 WNI di Singapura Sembuh dari Covid-19)
Menurut dia, jika mengacu pada apa yang diatur oleh UU 5/2018, Perpres yang mengatur tugas TNI dalam penanganan terorisme itu menjadi perlu. "Tapi mestinya untuk mempertegas batasan peran, kewenangan, kapan boleh dilibatkan, kapan harus dan kapan tidak boleh dilibatkan," tutur dia.
Selain itu, pengamat terorisme ini menilai, perlu juga diatur secara rinci tentang bagaimana koordinasi, penggerakan, pengendalian dan pengawasan dilakukan pada pelibatan dan peran serta TNI itu, mengingat dengan hadirnya BNPT, maka seluruh upaya pemberantasan terorisme mestinya berada di bawah koordinasi dan kendali lembaga yang saat ini di pimpin Komjen Pol Boy Rafli Amar tersebut.
"Jadi bagi saya, ini bukan lagi soal perlu atau tidak perlu, melainkan soal tepat atau tidak. Karena sayangnya, isi Perpres itu justru di luar ekspektasi publik dan justru membuka ruang yang makin luas dan kuat dalam penanggulangan terorisme," katanya.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda