Perkuat Karakter Bangsa, Anak Muda Dituntut Kreatif dan Inovatif
Kamis, 06 Agustus 2020 - 02:52 WIB
JAKARTA - Bangsa yang besar dibangun dengan semangat yang tidak melupakan masa lalu dan jati diri bangsanya.
Krisis wawasan kebangsaan terjadi karena masyakat mulai melupakan sejarah bangsanya sendiri. Padahal mengingat dan memahami sejarah adalah penting untuk menguatkan karakter bangsa khususnya bagi para kaum muda generasi penerus bangsa.
Guru Besar Tasawuf Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Asep Usman Ismail mengatakan, untuk menguatkan karakter bangsa, anak muda harus diajak dan dirangkul agar mereka punya wawasan terhadap sejarah bangsanya sendiri karena mereka yang akan melanjutkan kepemimpinan bangsa ini ke depan.
“Di tangan mereka kualitas bangsa ini dipertaruhkan. Kalau hari ini ada bayi lahir maka 20 tahun kemudian dia sudah remaja. Kalau hari ini remaja, 20 tahun lagi sudah jadi pemimpin bangsa. Maka kaum muda harus punya pikiran yang terbuka, kreatif, inovatif dan komunikatif dalam melihat persoalan bangsa ini,” ujar Asep Usman Ismail di Jakarta, Rabu (5/8/2020).
Dia menyampaikan, Indonesia adalah negara besar, baik diri sisi wilayah, jumlah penduduk, hingga kekayaan alamnya. Tidak kalah pentingnya adalah kekuatan sumber daya manusia (SDM). ( )
Menurut Syarif, banyaknya umat muslim di Indonesia yang mayoritas menjadikan negara ini adalah negara muslim terbesar di dunia.
“Dengan sumber daya alam (SDA) dan SDM-nya yang oke, banyak pihak tidak ingin Indonesia kuat, mereka ingin disintegrasi dan kita tidak boleh terjebak pada hal itu. Jadi pikiran-pikiran yang ingin radikal akan terus bertumbuh kembang jika kita tidak menyamakan persepsi, jika kita mengelola negara tidak pakai konsep dan jika para penyelenggara negaranya tidak mencerminkan negarawan yang punya etika,” tuturnya.
Menurut dia, para penyelenggara negara harus memberikan contoh kepada masyarakat dengan mencerminkan sebagaimana dirumuskan dalam Pancasila. Karena jika tidak, akan semakin muncul pandangan-pandangan yang tidak puas yang kemudian berusaha mencari alternatif.
“Jika sudah seperti itu pandangan radikal akan dianggap sebagai alternatif. Untuk itu perlu upaya komprehensif dalam bidang pencegahan untuk yang belum terpapar dan bagi yang sudah terpapar. Nah pencegahan ini bisa dimulai dari unit terkecil yaitu keluarga, sekolah, lingkungan kampus, lingkungan kelompk-kelompok sosial masyarakat dan semua kalangan komponen bangsa,” tuturnya.
Krisis wawasan kebangsaan terjadi karena masyakat mulai melupakan sejarah bangsanya sendiri. Padahal mengingat dan memahami sejarah adalah penting untuk menguatkan karakter bangsa khususnya bagi para kaum muda generasi penerus bangsa.
Guru Besar Tasawuf Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Asep Usman Ismail mengatakan, untuk menguatkan karakter bangsa, anak muda harus diajak dan dirangkul agar mereka punya wawasan terhadap sejarah bangsanya sendiri karena mereka yang akan melanjutkan kepemimpinan bangsa ini ke depan.
“Di tangan mereka kualitas bangsa ini dipertaruhkan. Kalau hari ini ada bayi lahir maka 20 tahun kemudian dia sudah remaja. Kalau hari ini remaja, 20 tahun lagi sudah jadi pemimpin bangsa. Maka kaum muda harus punya pikiran yang terbuka, kreatif, inovatif dan komunikatif dalam melihat persoalan bangsa ini,” ujar Asep Usman Ismail di Jakarta, Rabu (5/8/2020).
Dia menyampaikan, Indonesia adalah negara besar, baik diri sisi wilayah, jumlah penduduk, hingga kekayaan alamnya. Tidak kalah pentingnya adalah kekuatan sumber daya manusia (SDM). ( )
Menurut Syarif, banyaknya umat muslim di Indonesia yang mayoritas menjadikan negara ini adalah negara muslim terbesar di dunia.
“Dengan sumber daya alam (SDA) dan SDM-nya yang oke, banyak pihak tidak ingin Indonesia kuat, mereka ingin disintegrasi dan kita tidak boleh terjebak pada hal itu. Jadi pikiran-pikiran yang ingin radikal akan terus bertumbuh kembang jika kita tidak menyamakan persepsi, jika kita mengelola negara tidak pakai konsep dan jika para penyelenggara negaranya tidak mencerminkan negarawan yang punya etika,” tuturnya.
Menurut dia, para penyelenggara negara harus memberikan contoh kepada masyarakat dengan mencerminkan sebagaimana dirumuskan dalam Pancasila. Karena jika tidak, akan semakin muncul pandangan-pandangan yang tidak puas yang kemudian berusaha mencari alternatif.
“Jika sudah seperti itu pandangan radikal akan dianggap sebagai alternatif. Untuk itu perlu upaya komprehensif dalam bidang pencegahan untuk yang belum terpapar dan bagi yang sudah terpapar. Nah pencegahan ini bisa dimulai dari unit terkecil yaitu keluarga, sekolah, lingkungan kampus, lingkungan kelompk-kelompok sosial masyarakat dan semua kalangan komponen bangsa,” tuturnya.
tulis komentar anda