PDIP Minta Menteri Gagal Diganti
A
A
A
JAKARTA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meminta agar presiden segera mengoreksi kinerja bawahannya yang dianggap gagal mengemban tugas dalam enam bulan terakhir.
Partai berlambang kepala banteng tersebut bahkan menyodorkan kriteria menteri yang pantas untuk dilakukan pergantian. ”Pertama apakah sang menteri mampu tidak menyelesaikan masalah internal sektornya,” ujar Ketua DPP PDIP Bidang Kemaritiman Rokhmin Dahuri saat menjadi pembicara diskusi polemik Sindo Trijaya Radio ”Menanti Sabda Reshuffle” di Jakarta, Sabtu (9/5).
Menurut Rokhmin, masalah internal di kementerian dapat berupa penuntasan kemiskinan, pengangguran, ataupun kebijakan. Presiden dapat mengukur sudah sejauh mana para menterinya tersebut menuntaskan atau mengurangi persoalan- persoalan. ”Kalau kemiskinan petani, nelayan, kemudian daya saing produk masih rendah, kemudian industri hilir belum berkembang, semua itu tidak terselesaikan maka presiden harus me-record-nya dengan baik,” lanjut Rokhmin.
Rokhmin melanjutkan, kriteria kedua untuk menteri yang pantas diganti adalah apabila sektor yang dipimpinnya tidak melakukan banyak hal terkait persoalan bangsa yang terjadi saat ini. Dia mencontohkan meningkatnya angka pengangguran dari 7,5 juta pada Oktober 2014 menjadi 8 juta hingga saat ini banyak disumbang oleh kebijakan menteri yang tidak sejalan dengan visi-misi presidennya. ”Jadi kalau ada menteri yang kebijakannya menciptakan pengangguran, nahitu yang mungkin di-reshuffle oleh Jokowi,” kata Rokhmin.
Mantan menteri kelautan dan perikanan di era Megawati tersebut menegaskan, model menteri semacam itu dapat disebut sebagai komprador dan pantas untuk diganti. ”Anda bisa kira sendiri, tapi kita kan cerdas dengan kriteria itu bisa melihat,” tandasnya.
Direktur Eksekutif Poltracking Institute Hanta Yuda menjabarkan hasil riset pihaknya medio April 2015 menunjukkan adanya ketidakpuasan masyarakat yang cukup besar terhadap pemerintahan Jokowi- JK. Untuk tingkat kepercayaan dan kepuasan terhadap kabinet hanya 44%, terhadap kinerja presiden 47% dan terhadap kinerja wakil presiden 44,8%. ”Jadi itu artinya ada tren menurun,” kata Hanta.
Khusus di bidang ekonomi, angka ketidakpuasan menurut Hanta lebih tinggi lagi, yakni mencapai 66,6%. Hal itu banyak disumbang oleh kenaikan harga kebutuhan pokok dan imbas naiknya BBM sehingga menyebabkan daya beli masyarakat cenderung turun. Dengan fakta di atas, Hanta menginginkan agar presiden tidak terburu-buru melakukan reshuffle kabinet.
Yang penting untuk dilakukan, menurutnya adalah meningkatkan kinerja agar sasaran kerja tercapai dan kepuasan masyarakat bisa kembali normal. Pandangan lain disampaikan politisi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun yang menyerahkan keputusan reshuffle kepada Presiden. Dia ingin, kalaupun akhirnya dilakukan maka dasarnya adalah kinerja, bukan desakan. ”Basis evaluasi kabinet kerja tentu kinerja, yang diukur berdasarkan bagaimana pemerintahan itu berjalan,” ucap Misbakhun.
Menurut Misbakhun, kalaupun jadi melakukan reshuffle kabinet, acuan yang digunakan tidak boleh hanya pada satu bidang tertentu, tetapi secara keseluruhan. Pasalnya, kesuksesan suatu pemerintahan bukan hanya dipengaruhi sektor tertentu, melainkan bersama-sama.
”Diperlukan evaluasi yang komprehensif, tidak cukup hanya bidang ekonomi karena untuk menjaga konstelasi politik agar tetap baik,” jelasnya.
Dian ramadhani
Partai berlambang kepala banteng tersebut bahkan menyodorkan kriteria menteri yang pantas untuk dilakukan pergantian. ”Pertama apakah sang menteri mampu tidak menyelesaikan masalah internal sektornya,” ujar Ketua DPP PDIP Bidang Kemaritiman Rokhmin Dahuri saat menjadi pembicara diskusi polemik Sindo Trijaya Radio ”Menanti Sabda Reshuffle” di Jakarta, Sabtu (9/5).
Menurut Rokhmin, masalah internal di kementerian dapat berupa penuntasan kemiskinan, pengangguran, ataupun kebijakan. Presiden dapat mengukur sudah sejauh mana para menterinya tersebut menuntaskan atau mengurangi persoalan- persoalan. ”Kalau kemiskinan petani, nelayan, kemudian daya saing produk masih rendah, kemudian industri hilir belum berkembang, semua itu tidak terselesaikan maka presiden harus me-record-nya dengan baik,” lanjut Rokhmin.
Rokhmin melanjutkan, kriteria kedua untuk menteri yang pantas diganti adalah apabila sektor yang dipimpinnya tidak melakukan banyak hal terkait persoalan bangsa yang terjadi saat ini. Dia mencontohkan meningkatnya angka pengangguran dari 7,5 juta pada Oktober 2014 menjadi 8 juta hingga saat ini banyak disumbang oleh kebijakan menteri yang tidak sejalan dengan visi-misi presidennya. ”Jadi kalau ada menteri yang kebijakannya menciptakan pengangguran, nahitu yang mungkin di-reshuffle oleh Jokowi,” kata Rokhmin.
Mantan menteri kelautan dan perikanan di era Megawati tersebut menegaskan, model menteri semacam itu dapat disebut sebagai komprador dan pantas untuk diganti. ”Anda bisa kira sendiri, tapi kita kan cerdas dengan kriteria itu bisa melihat,” tandasnya.
Direktur Eksekutif Poltracking Institute Hanta Yuda menjabarkan hasil riset pihaknya medio April 2015 menunjukkan adanya ketidakpuasan masyarakat yang cukup besar terhadap pemerintahan Jokowi- JK. Untuk tingkat kepercayaan dan kepuasan terhadap kabinet hanya 44%, terhadap kinerja presiden 47% dan terhadap kinerja wakil presiden 44,8%. ”Jadi itu artinya ada tren menurun,” kata Hanta.
Khusus di bidang ekonomi, angka ketidakpuasan menurut Hanta lebih tinggi lagi, yakni mencapai 66,6%. Hal itu banyak disumbang oleh kenaikan harga kebutuhan pokok dan imbas naiknya BBM sehingga menyebabkan daya beli masyarakat cenderung turun. Dengan fakta di atas, Hanta menginginkan agar presiden tidak terburu-buru melakukan reshuffle kabinet.
Yang penting untuk dilakukan, menurutnya adalah meningkatkan kinerja agar sasaran kerja tercapai dan kepuasan masyarakat bisa kembali normal. Pandangan lain disampaikan politisi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun yang menyerahkan keputusan reshuffle kepada Presiden. Dia ingin, kalaupun akhirnya dilakukan maka dasarnya adalah kinerja, bukan desakan. ”Basis evaluasi kabinet kerja tentu kinerja, yang diukur berdasarkan bagaimana pemerintahan itu berjalan,” ucap Misbakhun.
Menurut Misbakhun, kalaupun jadi melakukan reshuffle kabinet, acuan yang digunakan tidak boleh hanya pada satu bidang tertentu, tetapi secara keseluruhan. Pasalnya, kesuksesan suatu pemerintahan bukan hanya dipengaruhi sektor tertentu, melainkan bersama-sama.
”Diperlukan evaluasi yang komprehensif, tidak cukup hanya bidang ekonomi karena untuk menjaga konstelasi politik agar tetap baik,” jelasnya.
Dian ramadhani
(ftr)