Kubu ARB Gugat Agung Rp1,17 Triliun

Selasa, 05 Mei 2015 - 09:11 WIB
Kubu ARB Gugat Agung...
Kubu ARB Gugat Agung Rp1,17 Triliun
A A A
JAKARTA - Pengurus DPP Partai Golkar hasil Munas Bali pimpinan Aburizal Bakrie (ARB) menggugat kubu Agung Laksono selaku tergugat I, pengurus DPD II Golkar Jakarta Utara sebagai tergugat II, serta Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly sebagai tergugat III, untuk mengganti kerugian sebesar Rp1,17 triliun.

”Itu (pembayaran kerugian) biasalah dalam perkara perdata. Ini kan perbuatan melawan hukum, mesti ada kompensasi ganti rugi sehingga harus dicantumkan,” ujar Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa penggugat Partai Golkar Munas Bali pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara kemarin Kubu ARB juga meminta putusan provisi kepada majelis hakim.

Yusril menjelaskan bahwa inti permohonan provisi tersebut yakni sebelum kasus sengketa Partai Golkar antara kubu ARB dan Agung Laksono mempunyai kekuatan hukum tetap, maka pihaknya memohon kepada majelis hakim untuk menetapkan DPP Golkar hasil Munas Riau 2009 sebagai kepengurusan yang sah. Selain itu, majelis hakim juga diminta memerintahkan kubu Agung Laksono untuk tidak mengambil kebijakan atau keputusan terkait partai sampai ada keputusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Menanggapi gugatan itu, kuasa hukum Agung Laksono, Lawrence Siburian, menyatakan menolak permohonan provisi kubu Munas Bali. Menurut dia, keputusan provisi itu biasanya untuk alasan yang mendesak. ”Kita akan tolak itu. Memang itu hak bagi penggugat ajukan provisi, tapi dasarnya harus jelas, ada bukti-bukti alasan,” ucapnya. Terkait gugatan ganti rugi, Lawrence mengatakan bahwa majelis hakim tidak serta-merta akan menyetujui, tapi akan melihat apakah objektif dan bisa diterima logika atau tidak.

”Enggak bisa sembarangan disetujui oleh hakim, dan juga harus ada sebab akibat antara kerugian yang dialami sehingga penggugat minta ganti rugi dengan perbuatan yang dilakukan tergugat,” katanya. Sementara itu, sidang gugatan kubu ARB juga digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta kemarin. Sidang lanjutan ini mengagendakan penyerahan bukti-bukti dan mendengarkan keterangan tiga saksi ahli.

Dari penggugat DPP Golkar hasil Munas Bali, saksi ahli yang dihadirkan yakni dosen sekaligus mantan panitera Mahkamah Konstitusi (MK) Zainal Arifin Husein. Adapun saksi ahli dari Kemenkumham selaku tergugat I adalah Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) I Gede Panca Astawa, sementara tergugat intervensi menghadirkan pakar hukum administrasi negara Andika Daneswara.

Dari fakta persidangan, saksi ahli Zainal Arifin menilai ada ketidaklaziman dalam putusan Mahkamah Partai Golkar (MPG) yang menjadi acuan Menkumham mengesahkan kubu Munas Ancol. Zainal mengatakan, antara pertimbangan hukum dan amar putusan secara logika tidak sinkron sehingga amar putusan itu tidak memberikan satu keputusan hukum yang jelas. Bahkan secara teknis, ada pendapat yang berbeda dan tidak berbeda dimuat setelah amar.

”Secara lazim, amar itu adalah perintah yang berisi hukum apakah menolak atau menerima sehingga perintah itu harus jelas dan tidak multitafsir lagi,” katanya. Saksi ahli dari Kemenkumham, I Gede Panca Astawa, menolak argumentasi penggugat yang menyatakan perbedaan pendapat dua hakim dalam putusan MPG mengeliminasi putusanhakimlainnya. Astawamenilai putusan hakim MPG sudah selesai dan menjadi fakta hukum berupa putusan dan bukan pendapat hakim.

Menurut dia, sebelum berbentuk putusan maka pendapat itu sudah didiskusikan masing-masing hakim.

Sucipto
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0919 seconds (0.1#10.140)