Perang Korsel Berantas Korupsi

Senin, 04 Mei 2015 - 11:57 WIB
Perang Korsel Berantas Korupsi
Perang Korsel Berantas Korupsi
A A A
Presiden Korea Selatan (Korsel) Park Geun-hye merasa tertampar menyusul terkuaknya skandal suap yang melibatkan Perdana Menteri (PM) Lee Wankoo. Menyusul tragedi politik itu, Park menjanjikan berbagai program pemberantasan korupsi sebagai pijakan untuk reformasi politik dan revitalisasi perekonomian Korsel.

Park mengungkapkan, dia tidak akan memberikan toleransi terhadap para pejabat yang terlibat dalam korupsi atau pelanggaran hukum. ”Rakyat tidak akan mengampuni mereka (koruptor),” ujarnya dalam pertemuan dengan para menterinya pada beberapa waktu lalu. Dia juga memerintahkan penyidikan berbagai kasus korupsi sebagai bentuk reformasi politik.

Tidak hanya sampai di situ, Presiden Park pun meminta para pejabat pemerintahan untuk membongkar segala kejahatan dalam lingkaran politik masa lalu dan saat ini. ”Reformasi politik dan pemberantasan korupsi merupakan langkah yang harus dilakukan untuk menyusun masa depan yang lebih baik,” kata PM Park, dikutip Reuters.

Dia juga mengungkapkan pencegahan korupsi juga menjadi hal yang segera dilaksanakan. ”Tanpa menghilangkan praktek korupsi, sangat sulit untuk melakukan pemulihan ekonomi,” tambahnya. PM Korsel Lee Wan-koo mengundurkan diri pada Senin (27/4) setelah dia dituduh menerima suap senilai 30 juta won atau USD27.000 (Rp361 juta). Itu hanya berselang dua bulan setelah Lee menjabat PM.

Suap itu terungkap setelah seorang pengusaha, Sung Wang-jong - pemilik perusahaan konstruksi Keangnam - gantung diri dan meninggalkan catatan. Nama Lee dan sejumlah pejabat tercatat dalam surat terakhir itu. Dalam pandangan Firat Unlu, analis Asia dari perusahaan penilai risiko global Verisk Marplecroft di Inggris, keterlibatan Lee dalam skandal suap melemahkan kredibilitas pemerintah. ”Skandal Lee itu mengurangi modal politik Presiden Park yang sedang melakukan reformasi struktural ekonomi,” kata Unlu.

Hal senada diungkapkan Rodger Baker, analis dari Stratfor. Baker mengungkapkan, krisis pengunduran Lee pasti akan berdampak terhadap pemerintahan Park. ”Pemerintahannya (Park) menghadapi kritik tajam terhadap isu reformasi,” sebutnya, dikutip CNBC .

Menurut Hwang Tae-soon, analis politik dari Wisdom Center di Seoul, pengunduran diri Lee mampu meminimalisasi dampak skandal penyuapan tersebut. ”Itu (pengunduran diri) juga mampu mempersatukan pemilih konservatif pada pemilu sela nanti,” ulasnya kepada Bloomberg .

Sebelumnya mantan PM Korsel Chung Hong-won juga mundur dari jabatannya sebagai bentuk tanggung jawab atas tenggelamnya feri Sewol pada April tahun lalu yang menewaskan 304 orang. Mundurnya Chung karena tekanan publik sebab dia dinilai gagal atau tidak mampu mencegah terjadi kecelakaan.

Buruknya manajemen transportasi laut dan ada isu suap di kalangan pejabat departemen transportasi memaksa Chung mengambil keputusan untuk mundur. Tradisi politik Korsel mengajarkan setiap pejabat yang dituduh korupsi harus mengundurkan diri. Mundur itu dianggap sebagai bentuk tanggung jawab atas skandal tersebut dan bentuk sikap ksatria seorang pejabat publik.

”Apakah tuduhan (korupsi) itu benar atau tidak, pejabat yang diduga korupsi harus mundur atas kesadaran sendiri,” ungkap politisi Korsel Lee Jae-oh. Pengunduran diri tidak harus menunggu proses penyidikan ataupun persidangan. Jika tidak mundur, politisi oposisi akan melakukan berbagai upaya pemaksaan agar pejabat tersebut salah satunya pemakzulan.

Tekanan terhadap pejabat dan politisi korup untuk mundur sudah menjadi hal mutlak sebagai bentuk pengawasan terhadap mereka. ”Konstitusi Korsel mengizinkan parlemen melakukan pemakzulan,” ujar politikus oposisi Jung Chung-rae.

Andika hendra m
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6528 seconds (0.1#10.140)
pixels