KPU Harus Ikuti Rekomendasi Panja Pilkada

Senin, 27 April 2015 - 10:09 WIB
KPU Harus Ikuti Rekomendasi...
KPU Harus Ikuti Rekomendasi Panja Pilkada
A A A
JAKARTA - DPR meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjalankan rekomendasi kesepakatan antara panitia kerja (panja) DPR dengan penyelenggara pemilu mengenai peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak.

Kesepakatan tersebut mengikat bagi pemerintah dan stakeholders lain untuk menjalankan. Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mengatakan, mengenai dualisme kepengurusan di PPP dan Partai Golkar, KPU tak perlu menunggu putusan inkracht untuk menentukan kepengurusan partai politik (parpol) yang berhak menjadi peserta pilkada. ”KPU pasti mengikuti karena tugasnya wajib konsultasi dengan Komisi II untuk menyusun persiapan pelaksanaan pilkada,” kata Rambe Kamarul Zaman kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.

Rambe menjelaskan, hal ini tercantum dalam Pasal 74 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 42/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Karena itu KPU melanggar UU jika KPU tidak melaksanakan rekomendasi dari rapat Panja Pilkada. ”Panja ini resmi dan bukan dibuat- buat. Buat apa dari kemarin rapat konsultasi bermingguminggu kalau hasilnya enggak diikuti KPU,” tegas Rambe.

Kemudian, lanjut Rambe, kesepakatan 10 fraksi di Komisi II DPR tersebut akan disampaikan kepada KPU. Oleh karena itu, dirinya sudah menyampaikan kepada pimpinan DPR untuk menyurati KPU terkait dengan hasil Panja Pilkada terakhir. Menurut Rambe, DPR juga perlu mengetahui bagaimana tanggapan KPU mengenai hasil Panja terakhir tentang dualisme kepengurusan parpol, meskipun KPU selama ini mengikuti rapat panja.

”Pimpinan DPR akan mengundang KPU, bisa setelah masa reses atau di masa reses,” ujar politikus Partai Golkar itu. Adapun mengenai konsultasi dengan Mahkamah Agung (MA), Rambe menjelaskan, yang akan berkonsultasi dengan MA nantinya adalah pimpinan DPR. Sebab konsultasi antarlembaga merupakan tugas pimpinan.

Soal waktu dan apa yang akan dibicarakan, itu akan menjadi domain pimpinan berdasarkan laporan Komisi II. ”Kalau idenya agar proses peradilannya dipercepat ya bagus,” ujar Rambe. Mengenai kritikan pegiat pemilu tentang hasil rapat Panja Pilkada, Rambe menegaskan, ini merupakan keputusan alternatif di mana KPU terdesak masa pendaftaran dan harus menentukan kepengurusan mana yangberhak. ”Kalau sampai masa pendaftaran inkracht enggakada, islah enggak bisa, maka harus ada pilihan terakhir,” tandasnya.

Hal senada diungkapkan oleh anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Arif Wibowo. Dia menjelaskan, memang tidak ada kewajiban bagi KPU untuk mengikuti hasil rapat konsultasi DPR dan pemerintah tapi, ada juga diatur dalam UU MD3 yang mengatur rapat-rapat antara DPR dan pihak di luar DPR yang sifatnya mengikat seperti misalnya, rapat panja. ”Saya kira KPU tentu akan menyusun PKPU dengan bijak tidak dengan melanggar UU,” kata Arif kepada wartawan.

Arif berpendapat, prinsipnya DPR mendorong partai-partai secara institusional bisa terlibat atau ikut proses pilkada. Kemudian dalam PKPU juga diatur bagaimana berlangsungnya islahsebelum pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah. ”Maka kita berpijak pada aturan yang pertama adalah apabila parpol itu masih berselisih, maka harus mendasarkan pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebelum pencalonan,” kata Arif pada kesempatan sama.

Namun, lanjut Arif, jika putusan tetap belum juga tercapai, kepengurusan ditentukan pada putusan pengadilan yang sudah ada sebelum pendaftaran calon. Dengan demikian bagi parpol yang sedang sengketa, siapa pun yang nanti diputuskan pengadilan atau PTUN dan putusan tersebut terbit sebelum pendaftaran pilkada, hal itu bisa dipakai.

”Bagaimana kemudian keluar putusan tetap atau inkracht dan mengubah posisi kepengurusan parpol yang pernah diputus pengadilan sebelumnya, ya mengikuti putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap itu,” tutup Arif.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini lebih mendorong pada percepatan proses peradilan di MA. Karena, dengan MA memutuskan lebih cepat maka KPU bisa mendapatkan kepastian untuk menentukan kepengurusan mana yang berhak.

”Lebih baik merujuk pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan KPU bisa berkoordinasi dengan MA untuk bisa memutus cepat perkara dualisme partai,” kata Titi. Titi menilai hasil rapat Panja Pilkada sangat aneh karena memaksa KPU untuk tidak perlu menunggu putusan inkracht untuk menentukan putusan mana yang berhak.

Sebab kekuatan eksekutorial dari putusan pengadilan adalah menunggu putusan yang inkracht, bukan yang terakhir dikeluarkan saat pencalonan.

Kiswondari
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8748 seconds (0.1#10.140)