Menemukan Passion yang Sesungguhnya
![Menemukan Passion yang...](https://a-cdn.sindonews.net/dyn/732/content/2015/04/26/149/994022/menemukan-passion-yang-sesungguhnya-j0a-thumb.jpg)
Menemukan Passion yang Sesungguhnya
A
A
A
Sebelum terjun sebagai aktivis sosial lewat bendera AIMI, Mia sempat bekerja dengan memiliki law firm sendiri. Tekad kuat ingin memberikan perhatian khusus dalam merawat anaknya, membuat Mia memutuskan berhenti dari pekerjaan formal.
“Saya ingin mengurus dan merawat sungguh-sungguh anak saya sebagai pemberian Tuhan, sebab saya perlu menunggu tujuh tahun untuk dapat memiliki anak,” ungkapnya. Keseriusan itu dilakukan Mia dengan mulai meninggalkan pekerjaannya. Kegiatan Mia lantas banyak diisi dengan pelajaran seputar menyusui. Apalagi, Mia merasa pernah mengalami kesulitan saat menyusui anak pertamanya yang bernama Mikaila Sutanto.
Kegiatan itu terus berlanjut hingga akhirnya Mia mendirikan AIMI. Istri Indro Sutanto ini sadar bahwa ternyata passion-nya bukan di bidang hukum, melainkan di bidang sosial yang berhubungan dengan kesehatan. “Saya merasa ada kepuasan batin dan kebahagiaan ketika bisa saling membantu satu sama lain. Berbeda ketika saya menjadi lawyer, kepuasan mungkin saya dapatkan dari financial.
Namun, rasanya saya jauh lebih senang menjalankan kegiatan AIMI karena tidak ada beban,” ujarnya. Mia mengungkapkan, alasan terbesar konsistensinya menjalankan AIMI disebabkan landasan cinta dan passion yang kuat untuk melakukan pekerjaan sosial itu. “Prinsipnya adalah, saya tidak ingin ibu-ibu lain mengalami hal yang sama seperti saya.
Ketika itu, saya bingung harus mencari bantuan ke mana,” ungkapnya. Mia bertekad akan terus melakukan aksi-aksi bersama AIMI untuk membantu para ibu lain. Saat ini AIMI sudah menjadi kegiatan full time bagi Mia. “Sekarang AIMI sudah menjadi kehidupan dan pekerjaan bagi saya. Namun, selain mengurus AIMI, saya juga aktif sebagai ketua The Universal Line Dance wilayah DKI Jakarta,” tuturnya.
Line dance merupakan olahraga dansa yang dapat dilakukan mulai dari anakanak hingga orang lansia. Berbagai kasus dan kendala sudah banyak dialami oleh Mia, juga relawan AIMI yang lain. Mia mengungkapkan, keluhan yang disampaikan para ibu menyusui bermacam-macam, seperti ancaman akan dipecat dari kantor, kemudian ancaman akan diceraikan suami.
“Bahkan sampai pukul 2 malam pun masih ada ibu-ibu yang menelepon untuk curhat. Sebisa mungkin akan saya temani, sebab saya tahu rasanya kesulitan itu,” kata dia. Banyak manfaat yang dirasakan Mia semenjak menjalankan AIMI. Mia jadi bisa menjalin networking. Selain itu, Mia merasa mendapatkan kesempatan bertemu dengan berbagai macam orang yang bisa memberikannya inspirasi.
“Para ibu menyusui yang saya jumpai dapat menjadi sumber inspirasi saya. Jadi, konsistennya saya juga dikarenakan melihat kegigihan ibu-ibu lain dalam perjuangan mereka untuk menyusui, sebab banyak kasus yang dialami oleh mereka, ternyata jauh lebih berat dari apa yang pernah saya alami dulu,” ungkapnya.
Momen ketika harus bersabar dalam penantian selama tujuh tahun untuk dapat dikaruniai anak, memang tidak mudah bagi Mia. Menurutnya, butuh perjuangan yang besar untuk tetap yakin pada diri sendiri dan yakin pada rencana Tuhan. Beruntung, dukungan tak pernah berhenti diberikan oleh keluarga seperti suami dan orang tua.
“Hingga saat ini saya aktif menjalankan AIMI, juga tidak terlepas dari dukungan suami. Bahkan, dua putri saya selalu memberikan dukungan itu. Saya berharap apa yang saya kerjakan bisa menginspirasi kedua anak saya,” tuturnya. Bagi Mia, sosok ibu juga memberikan andil besar untuknya dalam menjalankan AIMI.
“Ibu mendidik saya dan saudara untuk menjadi perempuan yang tidak tergantung pada orang lain, sehingga jika saya ingin melakukan sesuatu harus saya lakukan sendiri,” ungkapnya. Mia mengatakan, tujuannya saat ini adalah memberikan banyak pelajaran serta inspirasi bagi anak-anaknya.
“Saya ingin ketika saya meninggal, anak-anak bisa mengingat saya sebagai sosok yang tidak hanya mereka cintai, tetapi menjadi sosok yang mereka kagumi dan menjadi sumber inspirasi,” katanya. Selain itu, tentu Mia juga ingin bermanfaat dan memberikan inspirasi pada orang lain.
Dina Angelina
“Saya ingin mengurus dan merawat sungguh-sungguh anak saya sebagai pemberian Tuhan, sebab saya perlu menunggu tujuh tahun untuk dapat memiliki anak,” ungkapnya. Keseriusan itu dilakukan Mia dengan mulai meninggalkan pekerjaannya. Kegiatan Mia lantas banyak diisi dengan pelajaran seputar menyusui. Apalagi, Mia merasa pernah mengalami kesulitan saat menyusui anak pertamanya yang bernama Mikaila Sutanto.
Kegiatan itu terus berlanjut hingga akhirnya Mia mendirikan AIMI. Istri Indro Sutanto ini sadar bahwa ternyata passion-nya bukan di bidang hukum, melainkan di bidang sosial yang berhubungan dengan kesehatan. “Saya merasa ada kepuasan batin dan kebahagiaan ketika bisa saling membantu satu sama lain. Berbeda ketika saya menjadi lawyer, kepuasan mungkin saya dapatkan dari financial.
Namun, rasanya saya jauh lebih senang menjalankan kegiatan AIMI karena tidak ada beban,” ujarnya. Mia mengungkapkan, alasan terbesar konsistensinya menjalankan AIMI disebabkan landasan cinta dan passion yang kuat untuk melakukan pekerjaan sosial itu. “Prinsipnya adalah, saya tidak ingin ibu-ibu lain mengalami hal yang sama seperti saya.
Ketika itu, saya bingung harus mencari bantuan ke mana,” ungkapnya. Mia bertekad akan terus melakukan aksi-aksi bersama AIMI untuk membantu para ibu lain. Saat ini AIMI sudah menjadi kegiatan full time bagi Mia. “Sekarang AIMI sudah menjadi kehidupan dan pekerjaan bagi saya. Namun, selain mengurus AIMI, saya juga aktif sebagai ketua The Universal Line Dance wilayah DKI Jakarta,” tuturnya.
Line dance merupakan olahraga dansa yang dapat dilakukan mulai dari anakanak hingga orang lansia. Berbagai kasus dan kendala sudah banyak dialami oleh Mia, juga relawan AIMI yang lain. Mia mengungkapkan, keluhan yang disampaikan para ibu menyusui bermacam-macam, seperti ancaman akan dipecat dari kantor, kemudian ancaman akan diceraikan suami.
“Bahkan sampai pukul 2 malam pun masih ada ibu-ibu yang menelepon untuk curhat. Sebisa mungkin akan saya temani, sebab saya tahu rasanya kesulitan itu,” kata dia. Banyak manfaat yang dirasakan Mia semenjak menjalankan AIMI. Mia jadi bisa menjalin networking. Selain itu, Mia merasa mendapatkan kesempatan bertemu dengan berbagai macam orang yang bisa memberikannya inspirasi.
“Para ibu menyusui yang saya jumpai dapat menjadi sumber inspirasi saya. Jadi, konsistennya saya juga dikarenakan melihat kegigihan ibu-ibu lain dalam perjuangan mereka untuk menyusui, sebab banyak kasus yang dialami oleh mereka, ternyata jauh lebih berat dari apa yang pernah saya alami dulu,” ungkapnya.
Momen ketika harus bersabar dalam penantian selama tujuh tahun untuk dapat dikaruniai anak, memang tidak mudah bagi Mia. Menurutnya, butuh perjuangan yang besar untuk tetap yakin pada diri sendiri dan yakin pada rencana Tuhan. Beruntung, dukungan tak pernah berhenti diberikan oleh keluarga seperti suami dan orang tua.
“Hingga saat ini saya aktif menjalankan AIMI, juga tidak terlepas dari dukungan suami. Bahkan, dua putri saya selalu memberikan dukungan itu. Saya berharap apa yang saya kerjakan bisa menginspirasi kedua anak saya,” tuturnya. Bagi Mia, sosok ibu juga memberikan andil besar untuknya dalam menjalankan AIMI.
“Ibu mendidik saya dan saudara untuk menjadi perempuan yang tidak tergantung pada orang lain, sehingga jika saya ingin melakukan sesuatu harus saya lakukan sendiri,” ungkapnya. Mia mengatakan, tujuannya saat ini adalah memberikan banyak pelajaran serta inspirasi bagi anak-anaknya.
“Saya ingin ketika saya meninggal, anak-anak bisa mengingat saya sebagai sosok yang tidak hanya mereka cintai, tetapi menjadi sosok yang mereka kagumi dan menjadi sumber inspirasi,” katanya. Selain itu, tentu Mia juga ingin bermanfaat dan memberikan inspirasi pada orang lain.
Dina Angelina
(bbg)