Paduan Konsep Alam dan Eropa

Minggu, 26 April 2015 - 11:47 WIB
Paduan Konsep Alam dan...
Paduan Konsep Alam dan Eropa
A A A
Minimalis, nyaman, dan menyatu dengan alam. Begitulah kesan pertama yang didapat ketika memasuki rumah Dwikorita Karnawati. Hal itu bisa dilihat dari sejumlah material macam batu-batuan alam yang banyak dibenamkan pada rumah ini. Terutama pada bagian dinding dalam maupun luar rumah, hingga pagar.

Batu gamping kristal berwarna abu-abu, misalnya, tampak menghiasi ruang keluarga. Kilauan batu nan cantik dan mencolok tersebut kian menambah elegansi ruangan tersebut. Begitu pula dengan batu pasir padat yang makin mempertegas keberadaan ruangan lain, seperti ruang multifungsi yang banyak memuat pakaian serta koleksi buku sang pemilik rumah.

Batu-batu alam tersebut, menurut Rita sapaan akrab Dwikorita, tidak hanya bisa dijadikan fondasi bangunan, tetapi juga menjadi elemen pemanis interior rumah. Keberadaan batu-batuan ini dilatarbelakangi pula oleh kondisi Yogyakarta yang kaya akan jenis material tersebut dan berhubungan erat dengan profesi Rita sebagai pakar geologi Universitas Gadjah Mada (UGM).

“Bagian dinding ruang keluarga menggunakan batu gamping kristal karena bagus untuk hiasan. Ada juga batu pasir di ruang multifungsi dan bagian luar rumah. Tekstur yang halus lebih cocok diterapkan di dalam, sedangkan yang kasar di luar rumah,” ujar Rita kepada KORAN SINDO di kediamannya belum lama ini.

Rita tak sekadar memajang batu-batu tersebut, tapi sekaligus ingin mengenalkan dan mengeksplorasi keberadaan batuan dan material bangunan lain yang ada di Yogyakarta. Ambil contoh batu andesit yang didapat dari Gunung Merapi dan diterapkan pada pagar rumah, sehingga terkesan alami dan menyatu dengan alam. Begitu pula dengan keberadaan taman nan hijau dan banyak terdapat tanaman di dalamnya.

Ini makin mempertegas konsep alam yang diusung Rita untuk huniannya. “Selain batu, saya juga memakai kayu yang kemudian dikombinasikan satu sama lain. Tak ketinggalan unsur air diaplikasikan melalui kolam, dan taman supaya terasa seperti di alam. Biasanya setiap mau berangkat kerja, semua pintu dan jendela dibuka agar bisa terdengar suara air, udara pun dapat keluar-masuk dengan leluasa.

Selain suka ke gunung, pekerjaan geologis juga banyak berhubungan dengan batu, kayu, dan pohon,” jelas rektor UGM periode 2014-2017 ini. Elemen kayu tampak pada berbagai perabotan yang mengisi rumah ini seperti meja, kursi, lemari aksesori, lemari buku, rak televisi, dan tempat tidur. Penerapan konsep rumah yang demikian rupanya tak lepas dari campur tangan sang suami, Sigit Priyanto.

Guru Besar Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik UGM itu pula yang merancang hunian ini. Selain menyesuaikan dengan keinginan sang istri, bapak dua anak itu juga berusaha menciptakan konsep minimalis pada rumah yang dihuni sejak 1997 ini. Dengan konsep demikian, menurut Sigit, pembangunan rumah ke depan bisa dikembangkan sesuai keinginan dan tak perlu keluar banyak biaya.

Apalagi, rumah ini memang dibangun menyesuaikan dengan bentuk kontur tanah yang ada. Secara keseluruhan, rumah ini terdiri dari tiga kamar tidur, ruang keluarga, ruang tamu, ruang makan yang menyatu dengan dapur bersih, ruang kerja, ruang multifungsi, ruang fitnes, kamar mandi, dapur kotor, kamar asisten rumah tangga, kamar sopir, dan area servis.

Satu hal yang menarik dari rumah ini, yaitu dibenamkannya model ketapang berbentuk silang pada seluruh bagian rumah, mulai ventilasi udara, plafon, hingga ukiran-ukiran yang menghiasi mebel ataupun perabot rumah tangga. Model dekorasi interior ini, menurut Sigit, diadopsi dari bangunan rumah yang terdapat di Pontianak dan segala perlengkapan yang ada di rumah ini sengaja didesain sendiri olehnya.

“Ingin beda, kami buat model ketapang silang-silang yang didapat dari Pontianak. Model bangunan Jawa juga diadopsi, seperti atap rumah yang dibuat sendiri-sendiri dan bertumpuk sehingga terkesan bertingkat. Sementara bagian dalam rumah lebih modern, karena memang kami enggak suka konsep bangunan antik.

Kami lebih suka bangunan rumah yang simpel dan nyaman,” terang Sigit. Konsep minimalis diperkuat dengan tidak adanya sekat ruang yang permanen, terutama pada ruang tamu, ruang keluarga, dan ruang makan. Hal ini menciptakan kesan lega dan keterbukaan. Dari sisi perawatan, rumah minimalis tidak terlalu sulit dibersihkan dan biayanya pun tidak mahal.

Di samping unsur alam, akulturasi budaya juga tampak pada rumah ini. Terutama pada bagian perabot rumah dan kamar mandi yang lebih mengadopsi gaya Eropa, khususnya Inggris, negara yang pernah mereka tinggali selama enam tahun. Unsur Eropa terlihat pada dapur bersih yang memiliki perabotan yang terintegrasi. Di sana ada lemari es, kompor gas, wastafel, bahkan mesin cuci.

Keberadaan mesin cuci di dapur memang tidak lazim di Indonesia, tapi di Inggris, menurut Sigit, penataan seperti itu sangat umum. Bagian lain yang mengusung gaya Eropa adalah kamar mandi yang menggunakan shower dan bath up dengan pemanas air gas serta shower screen berukuran 2x2 meter.

Adapun warna bangunan rumah didominasi warna-warna netral seperti krem dan putih, yang cocok dipadukan dengan unsur batu dan cokelat pada elemen kayu. Kemudian untuk interior pendukung, diusung warna merah muda dan merah yang menjadi favorit Rita, serta biru, warna favorit Sigit. Menurut Rita, warna-warna tersebut mampu memberikan kesejukan dan semangat bagi penghuninya.

Siti estuningsih
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1211 seconds (0.1#10.140)