KPU Pastikan Semua Parpol Bisa Ikut Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan semua partai politik (parpol) bisa mengikuti pilkada serentak yang akan dilaksanakan pada Desember 2015. Termasuk juga parpol yang mengalami dualisme kepengurusan yakni PPP dan Partai Golkar.
"Pokoknya prinsip utamanya itu, semua parpol harus ikut dalam pilkada," ujar Anggota Panja Pilkada Komisi II DPR, Abdul Malik Haramain ketika dihubungi wartawan di Jakarta, kemarin.
Menurut Malik, dalam rapat Panja Pilkada tersebut telah disepakati mengenai keikutsertaan parpol dalam pilkada. Namun, ada ketentuan khusus mengenai kriteria parpol yang dianggap sah untuk ikut pilkada, khususnya bagi parpol yang mengalami dualisme.
Pertama, lanjut Malik, kalau ada konflik di internal parpol, maka parpol harus merujuk pada SK Menkumham. Dan kalau ada parpol yang bersengketa sampai putusan pengadilan, maka yang berhak diakui oleh KPU pada saat pendaftaran dibuka yakni, parpol yang mendapatkan keputusan inkracht yang berhak.
"Kalau belum inkracht, ya Menkumham dong," jelas Kapoksi Fraksi PKB di Komisi II DPR itu.
Namun demikian, lanjut Malik, apabila proses pendaftaran sudah berjalan kemudian ada keputusan pengadilan yang membatalkan SK Menkumham tersebut, maka kepengurusan yang dibenarkan oleh keputusan pengadilan yang berhak mendaftarkan ke KPU.
"Jadi misalnya beberapa hari, beberapa minggu pendaftaran dibuka, ada keputusan inkracht, itu (pengurus yang dimenangkan pengadilan) yang diterima oleh KPU," terang Malik.
Malik menegaskan, pokok prinsipnya, KPU tidak dibolehkan jika sampai ada parpol yang tidak ikut pilkada. "Seperti apapun putusan KPU, parpol harus ikut pilkada," ujarnya.
Adapun hasil pembahasan PKPU, kata dia, rapat tadi masih menghasilkan satu bahasan saja yakni masalah lembaga yang melakukan survei, lembaga yang melakukan exitpoll dan lembaga yang melakukan quick count.
Jadi prinsipnya, semua fraksi setuju lembaga-lembaga itu harus diatur tapi pengaturan itu jangan sampai menentang keputusan MK. Lembaga itu harus diatur dan Komisi II meminta lembaga-lembaga survei yang mau terlibat harus terdaftar atau terakreditasi.
"Jadi KPU mengeluarkan semacam surat lisensi terhadap lembaga-lembaga yang ikut terlibat dalam pilkada itu," jelasnya.
Kemudian, sambungnya, KPU mengajak lembaga asosiasi lembaga survei untuk memastikan apakah lembaga survei dalam pilkada itu kredibel atau tidak. Koordinasi penting untuk memastikan bagaimana sertifikasi dilakukan.
Bagaimana kalau lembaga survei melakukan kesalahan atau melakukan tindakan tidak profesional, sanksinya itu KPU akan membicarakan dengan asosiasi itu. Karena, lembaga survei ini rawan dijadikan alat politik kandidat, itu yang harus diantisipasi oleh KPU.
"Makanya, seperti apa aturan mainnya untuk melakukan sertifikat, dan seperti apa reward and punishmentnya, kita serahkan pada KPU. Jadi, dengan asosiasi lembaga survei itu," tandasnya.
Sebelumnya, Komisioner KPU Ida Budhiati mengatakan, PPP dan Partai Golkar terancam tak dapat ikut pilkada lantaran dualisme kepengurusan. Dia menjelaskan, KPU tidak dalam kapasitas untuk menentukan kepengurusan mana yang sah.
Dengan ini, KPU akan mengikuti ketentuan norma yang diatur dalam undang-undang sebagai sebuah patokan untuk memberikan sebuah kepastian. Berdasarkan UU Parpol, keabsahan parpol ditentukan oleh SK Menkumham dimana, SK tersebut sedang menjadi objek sengketa.
"Kami sudah sampaikan skenario dalam parpol yang sedang diproses di PTUN kemudian, dan PTUN menangguhkan SK Menkumham. Maka kami nyatakan dalam PKPU bahwa parpol ini tidak dapat diterima pendaftarannya," kata Ida di sela-sela rapat panja Komisi II DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Kecuali, lanjut Ida, para pihak yang tengah berseteru berhasil mengupayakan islah. Sehingga, KPU dapat menerima satu kepengurusan untuk mengusung satu pasangan calon. Karena, tidak ada skenario untuk memundurkan jadwal pilkada sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam PKPU.
"Ya tadi saya sudah sampaikan bahwa pada masa pendaftaran, KPU memastikan hanya ada satu kepengurusan parpol berpedoman. Kami harus tunduk dan patuh pada putusan lembaga hukum," jelas Ida.
Menurut Ida, dalam kebijakan ini KPU juga akan memerhatikan aspek kepastian hukum yaitu teks dan undang-undang atas asas kemanfaatan dan keadilan. Kepastiannya yakni berpegang pada UU Parpol dimana memerlukan SK Menkumham dan adanya putusan lembaga peradilan.
"Putusan lembaga peradilan yang harus dijaga wibawanya sampai berkekuatan hukum tetap," pungkasnya.
"Pokoknya prinsip utamanya itu, semua parpol harus ikut dalam pilkada," ujar Anggota Panja Pilkada Komisi II DPR, Abdul Malik Haramain ketika dihubungi wartawan di Jakarta, kemarin.
Menurut Malik, dalam rapat Panja Pilkada tersebut telah disepakati mengenai keikutsertaan parpol dalam pilkada. Namun, ada ketentuan khusus mengenai kriteria parpol yang dianggap sah untuk ikut pilkada, khususnya bagi parpol yang mengalami dualisme.
Pertama, lanjut Malik, kalau ada konflik di internal parpol, maka parpol harus merujuk pada SK Menkumham. Dan kalau ada parpol yang bersengketa sampai putusan pengadilan, maka yang berhak diakui oleh KPU pada saat pendaftaran dibuka yakni, parpol yang mendapatkan keputusan inkracht yang berhak.
"Kalau belum inkracht, ya Menkumham dong," jelas Kapoksi Fraksi PKB di Komisi II DPR itu.
Namun demikian, lanjut Malik, apabila proses pendaftaran sudah berjalan kemudian ada keputusan pengadilan yang membatalkan SK Menkumham tersebut, maka kepengurusan yang dibenarkan oleh keputusan pengadilan yang berhak mendaftarkan ke KPU.
"Jadi misalnya beberapa hari, beberapa minggu pendaftaran dibuka, ada keputusan inkracht, itu (pengurus yang dimenangkan pengadilan) yang diterima oleh KPU," terang Malik.
Malik menegaskan, pokok prinsipnya, KPU tidak dibolehkan jika sampai ada parpol yang tidak ikut pilkada. "Seperti apapun putusan KPU, parpol harus ikut pilkada," ujarnya.
Adapun hasil pembahasan PKPU, kata dia, rapat tadi masih menghasilkan satu bahasan saja yakni masalah lembaga yang melakukan survei, lembaga yang melakukan exitpoll dan lembaga yang melakukan quick count.
Jadi prinsipnya, semua fraksi setuju lembaga-lembaga itu harus diatur tapi pengaturan itu jangan sampai menentang keputusan MK. Lembaga itu harus diatur dan Komisi II meminta lembaga-lembaga survei yang mau terlibat harus terdaftar atau terakreditasi.
"Jadi KPU mengeluarkan semacam surat lisensi terhadap lembaga-lembaga yang ikut terlibat dalam pilkada itu," jelasnya.
Kemudian, sambungnya, KPU mengajak lembaga asosiasi lembaga survei untuk memastikan apakah lembaga survei dalam pilkada itu kredibel atau tidak. Koordinasi penting untuk memastikan bagaimana sertifikasi dilakukan.
Bagaimana kalau lembaga survei melakukan kesalahan atau melakukan tindakan tidak profesional, sanksinya itu KPU akan membicarakan dengan asosiasi itu. Karena, lembaga survei ini rawan dijadikan alat politik kandidat, itu yang harus diantisipasi oleh KPU.
"Makanya, seperti apa aturan mainnya untuk melakukan sertifikat, dan seperti apa reward and punishmentnya, kita serahkan pada KPU. Jadi, dengan asosiasi lembaga survei itu," tandasnya.
Sebelumnya, Komisioner KPU Ida Budhiati mengatakan, PPP dan Partai Golkar terancam tak dapat ikut pilkada lantaran dualisme kepengurusan. Dia menjelaskan, KPU tidak dalam kapasitas untuk menentukan kepengurusan mana yang sah.
Dengan ini, KPU akan mengikuti ketentuan norma yang diatur dalam undang-undang sebagai sebuah patokan untuk memberikan sebuah kepastian. Berdasarkan UU Parpol, keabsahan parpol ditentukan oleh SK Menkumham dimana, SK tersebut sedang menjadi objek sengketa.
"Kami sudah sampaikan skenario dalam parpol yang sedang diproses di PTUN kemudian, dan PTUN menangguhkan SK Menkumham. Maka kami nyatakan dalam PKPU bahwa parpol ini tidak dapat diterima pendaftarannya," kata Ida di sela-sela rapat panja Komisi II DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Kecuali, lanjut Ida, para pihak yang tengah berseteru berhasil mengupayakan islah. Sehingga, KPU dapat menerima satu kepengurusan untuk mengusung satu pasangan calon. Karena, tidak ada skenario untuk memundurkan jadwal pilkada sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam PKPU.
"Ya tadi saya sudah sampaikan bahwa pada masa pendaftaran, KPU memastikan hanya ada satu kepengurusan parpol berpedoman. Kami harus tunduk dan patuh pada putusan lembaga hukum," jelas Ida.
Menurut Ida, dalam kebijakan ini KPU juga akan memerhatikan aspek kepastian hukum yaitu teks dan undang-undang atas asas kemanfaatan dan keadilan. Kepastiannya yakni berpegang pada UU Parpol dimana memerlukan SK Menkumham dan adanya putusan lembaga peradilan.
"Putusan lembaga peradilan yang harus dijaga wibawanya sampai berkekuatan hukum tetap," pungkasnya.
(kri)