Sunrise Syahdu di Suroloyo
A
A
A
Berada di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), Puncak Suroloyo menjadi salah satu spot terbaik di Jawa Tengah untuk melihat matahari terbit (sunrise).
Selain karena lokasinya yang berada di ketinggian, Puncak Suroloyo juga dianggap tempat yang dikeramatkan oleh orang Jawa kuno. Mitosnya, Puncak Suroloyo merupakan tempat berkumpulnya para dewa, dikaitkan dengan Ki Semar yang mengasuh anak-anaknya di sini. “Setahu saya Puncak Suroloyo merupakan tempat bertapa. Tempat ini menurut sejarahnya pernah dijadikan pertapaan Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyokrokusumo,” tutur travelerFuad Hardiyansyah.
Karena nilai sejarah tinggi itu, Fuad menilai dibutuhkan sikap saling menghormati, menjaga mulut, maupun keindahan alam dengan cara tidak merusaknya. Untuk menuju Puncak Suroloyo memang terkendala transportasi. Itu karena tidak ada angkutan umum seperti bus yang sampai di tempat wisata tersebut.
Para pengunjung disarankan membawa kendaraan pribadi. Jika berangkat dari Yogyakarta, harus menempuh rute Jalan Godean-Kenteng-Nanggulang-Kalibawang. Kontur jalan berkelok-kelok dan agak sedikit terjal cukup memberikan tantangan dan kewaspadaan. Untuk mencapai Puncak Suroloyo dibutuhkan perjuangan karena harus menaiki 280 tangga dengan trek sedikit curam.
Dengan menaiki gardu pandang yang telah disediakan, kita bisa menikmati pemandangan yang indah. Suroloyo merupakan puncak tertinggi di kawasan pegunungan Menoreh. Dari situ bisa dilihat ke sebelah utara Gunung Merbabu bersanding dengan Gunung Merapi juga Gunung Sumbing bersanding dengan Gunung Sindoro. Di sebelah barat bisa terlihat Candi Borobudur walau kecil.
“Tips menikmati indahnya Suroloyo adalah saat sunrisesampai pukul 10.00 pagi dan saat pagi buta saat masih terlihat cahaya lampu kota. Saat matahari mulai muncul, menurutku itu pemandangan paling syahdu. Pada pukul 7 pagi-9 pagi mulai muncul hamparan kabut, dan kita seperti melihat lautan awan atau ibarat negeri di atas awan,” celoteh Fuad.
Jika punya cukup waktu, bisa melakukan campingdi Puncak Suroloyo saat weekdayyang relatif sepi pengunjung. Ketika malam, siapkan kamera dengan setting-an long exposure,maka akan terlihat bintang dengan milkyway-nya. Saat pagi, maka sunriseyang hangat akan menyambut kita. “Ya, dengan catatan cuaca cerah,” tutur Fuad. Menikmati keindahan alam, khususnya di ketinggian, memberikan kepuasan hati yang sulit dijelaskan.
”Keindahan seperti itu seperti mengetuk hati,” tambahnya. Sayangnya, keindahan Suroloyo kini banyak mengalami vandalisme oleh tangan pengunjung jahil yang tidak bertanggung jawab. Vandalisme yang paling mencolok ialah tembok yang dicoret-coret, juga pagar dan tiang gardu pandang. Nah yang harus dilakukan pemda dan warga setempat, lanjut Fuad, adalah melakukan perawatan berkala.
Untuk mencegah aksi vandalisme, pihak pengelola harus memberikan tanda peringatan di sekitar objek. Fuad berharap untuk pengunjung harus ikut menjaga Suroloyo sebaik mungkin agar keindahan alam dan situs bersejarah di Suroloyo masih terjaga secara baik. “Selain itu juga memperbaiki infrastruktur pendukung agar bisa menampung lebih banyak pengunjung,” paparnya.
Sulaeman
Selain karena lokasinya yang berada di ketinggian, Puncak Suroloyo juga dianggap tempat yang dikeramatkan oleh orang Jawa kuno. Mitosnya, Puncak Suroloyo merupakan tempat berkumpulnya para dewa, dikaitkan dengan Ki Semar yang mengasuh anak-anaknya di sini. “Setahu saya Puncak Suroloyo merupakan tempat bertapa. Tempat ini menurut sejarahnya pernah dijadikan pertapaan Mas Rangsang atau Sultan Agung Hanyokrokusumo,” tutur travelerFuad Hardiyansyah.
Karena nilai sejarah tinggi itu, Fuad menilai dibutuhkan sikap saling menghormati, menjaga mulut, maupun keindahan alam dengan cara tidak merusaknya. Untuk menuju Puncak Suroloyo memang terkendala transportasi. Itu karena tidak ada angkutan umum seperti bus yang sampai di tempat wisata tersebut.
Para pengunjung disarankan membawa kendaraan pribadi. Jika berangkat dari Yogyakarta, harus menempuh rute Jalan Godean-Kenteng-Nanggulang-Kalibawang. Kontur jalan berkelok-kelok dan agak sedikit terjal cukup memberikan tantangan dan kewaspadaan. Untuk mencapai Puncak Suroloyo dibutuhkan perjuangan karena harus menaiki 280 tangga dengan trek sedikit curam.
Dengan menaiki gardu pandang yang telah disediakan, kita bisa menikmati pemandangan yang indah. Suroloyo merupakan puncak tertinggi di kawasan pegunungan Menoreh. Dari situ bisa dilihat ke sebelah utara Gunung Merbabu bersanding dengan Gunung Merapi juga Gunung Sumbing bersanding dengan Gunung Sindoro. Di sebelah barat bisa terlihat Candi Borobudur walau kecil.
“Tips menikmati indahnya Suroloyo adalah saat sunrisesampai pukul 10.00 pagi dan saat pagi buta saat masih terlihat cahaya lampu kota. Saat matahari mulai muncul, menurutku itu pemandangan paling syahdu. Pada pukul 7 pagi-9 pagi mulai muncul hamparan kabut, dan kita seperti melihat lautan awan atau ibarat negeri di atas awan,” celoteh Fuad.
Jika punya cukup waktu, bisa melakukan campingdi Puncak Suroloyo saat weekdayyang relatif sepi pengunjung. Ketika malam, siapkan kamera dengan setting-an long exposure,maka akan terlihat bintang dengan milkyway-nya. Saat pagi, maka sunriseyang hangat akan menyambut kita. “Ya, dengan catatan cuaca cerah,” tutur Fuad. Menikmati keindahan alam, khususnya di ketinggian, memberikan kepuasan hati yang sulit dijelaskan.
”Keindahan seperti itu seperti mengetuk hati,” tambahnya. Sayangnya, keindahan Suroloyo kini banyak mengalami vandalisme oleh tangan pengunjung jahil yang tidak bertanggung jawab. Vandalisme yang paling mencolok ialah tembok yang dicoret-coret, juga pagar dan tiang gardu pandang. Nah yang harus dilakukan pemda dan warga setempat, lanjut Fuad, adalah melakukan perawatan berkala.
Untuk mencegah aksi vandalisme, pihak pengelola harus memberikan tanda peringatan di sekitar objek. Fuad berharap untuk pengunjung harus ikut menjaga Suroloyo sebaik mungkin agar keindahan alam dan situs bersejarah di Suroloyo masih terjaga secara baik. “Selain itu juga memperbaiki infrastruktur pendukung agar bisa menampung lebih banyak pengunjung,” paparnya.
Sulaeman
(bbg)