Filipina Minta Dukungan Amerika
A
A
A
MANILA - Filipina berharap dukungan yang lebih substansial dari Amerika Serikat (AS) dalam melawan ekspansi reklamasi yang dilakukan China di Laut China Selatan.
Sekretaris Menteri Luar Negeri (Menlu) Filipina Albert del Rosario mengatakan, Filipina belum cukup kuat untuk memenangkan persaingan dengan China. ”Kami ingin meminta tambahan dukungan dari AS agar kami mampu memiliki posisi yang lebih kuat dalam mempertahankan posisi kami yang menjunjung tinggi aturan hukum untuk isu Laut China Selatan,” ujar Albert kepada awak media, dikutip Reuters, kemarin.
”Kami berharap mendapatkan dukungan yang lebih substantif,” tambahnya. Permintaan Filipina bukan tanpa alasan. Saat ini China dilaporkan sedang membangun pulau buatan di tujuh wilayah terumbu karang yang ada di Kepulauan Spratly. Proyek itu disinyalir mencaplok wilayah perairan Filipina yang juga memiliki klaim di Laut China Selatan. Filipina dan Vietnam tidak tinggal diam dan mengajukan protes.
China juga dikritik keras pemerintah dan militer AS. Presiden AS Barack Obama bahkan ikut prihatin dengan tindakan yang diambil China, karena China menggunakan kekuatan mereka untuk menjatuhkan negara kecil di wilayah sengketa. Namun, China mengatakan proyek mereka tidak melanggar batas teritorial negara mana pun. Laut China Selatan merupakan wilayah perairan yang luas, kaya, dan sangat sibuk. Sirkulasi ekonomi senilai USD5 triliun dilaporkan hilir mudik di Laut China Selatan setiap tahun.
Tak heran jika perairan itu menjadi rebutan. China mengklaim 90% Laut China Selatan dan menindih klaim Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Taiwan. Presiden Filipina Benigno Aquino mengatakan, proyek China di Laut China Selatan berpotensi memantik konflik dengan para pengklaim. Namun, China mengatakan tuduhan Aquino tidak berdasar.
”Kami mendesak Filipina untuk menghargai kedaulatan teritorial China,” kata Juru Bicara (Jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China Hong Lei. Wakil Direktur Menlu Hua Chunying juga mengatakan pembangunan itu sepenuhnya ada dalam ruang lingkup kedaulatan China. ”Ini wajar, beralasan, dan sah,” tutur Chunying. ”Kami tidak membangun pulau buatan ini untuk menentang suatu negara, sebab kami melakukannya sesuai aturan hukum internasional,” sambungnya.
Senada dengan Chunying, Hong mengatakan reklamasi itu tidak ditujukan untuk mengancam keamanan perkapalan internasional atau aktivitas penangkapan ikan. Hong menambahkan, China tetap mengedepankan negosiasi damai dengan negara pengklaim lainnya. Pembagian di Laut China Selatan juga bisa didasarkan pada sejarah.
”Kami perlu membangun reklamasi itu karena pengiriman bantuan seperti pascamusibah angin topan di wilayah sekitar sulit dilakukan secara cepat akibat terlalu renggangnya daratan yang satu dengan yang lain. Dengan adanya pulau buatan ini, pengiriman bantuan bisa dilakukan lebih cepat,” ujar Chunying. Di atas reklamasi itu, China akan membangun tempat penampungan dan tempat bantuan untuk navigasi, pencarian, dan penyelamatan. Selain itu, China akan membangun gedung meteorologi laut untuk mengantisipasi dan memperkirakan cuaca di wilayah sekitar, jasa perikanan, dan pelayanan administrasi. Proyek besar di Laut China Selatan itu, kata Chunying, akan menguntungkan semua pihak, terutama negara-negara yang berada di sekitar Laut China Selatan.
”Semuanya dibangun untuk memudahkan pelayanan yang diperlukan China, negaranegara tetangga, dan kapal swasta yang melewati rute Laut China Selatan,” kata Chunying.
Muh shamil
Sekretaris Menteri Luar Negeri (Menlu) Filipina Albert del Rosario mengatakan, Filipina belum cukup kuat untuk memenangkan persaingan dengan China. ”Kami ingin meminta tambahan dukungan dari AS agar kami mampu memiliki posisi yang lebih kuat dalam mempertahankan posisi kami yang menjunjung tinggi aturan hukum untuk isu Laut China Selatan,” ujar Albert kepada awak media, dikutip Reuters, kemarin.
”Kami berharap mendapatkan dukungan yang lebih substantif,” tambahnya. Permintaan Filipina bukan tanpa alasan. Saat ini China dilaporkan sedang membangun pulau buatan di tujuh wilayah terumbu karang yang ada di Kepulauan Spratly. Proyek itu disinyalir mencaplok wilayah perairan Filipina yang juga memiliki klaim di Laut China Selatan. Filipina dan Vietnam tidak tinggal diam dan mengajukan protes.
China juga dikritik keras pemerintah dan militer AS. Presiden AS Barack Obama bahkan ikut prihatin dengan tindakan yang diambil China, karena China menggunakan kekuatan mereka untuk menjatuhkan negara kecil di wilayah sengketa. Namun, China mengatakan proyek mereka tidak melanggar batas teritorial negara mana pun. Laut China Selatan merupakan wilayah perairan yang luas, kaya, dan sangat sibuk. Sirkulasi ekonomi senilai USD5 triliun dilaporkan hilir mudik di Laut China Selatan setiap tahun.
Tak heran jika perairan itu menjadi rebutan. China mengklaim 90% Laut China Selatan dan menindih klaim Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Taiwan. Presiden Filipina Benigno Aquino mengatakan, proyek China di Laut China Selatan berpotensi memantik konflik dengan para pengklaim. Namun, China mengatakan tuduhan Aquino tidak berdasar.
”Kami mendesak Filipina untuk menghargai kedaulatan teritorial China,” kata Juru Bicara (Jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China Hong Lei. Wakil Direktur Menlu Hua Chunying juga mengatakan pembangunan itu sepenuhnya ada dalam ruang lingkup kedaulatan China. ”Ini wajar, beralasan, dan sah,” tutur Chunying. ”Kami tidak membangun pulau buatan ini untuk menentang suatu negara, sebab kami melakukannya sesuai aturan hukum internasional,” sambungnya.
Senada dengan Chunying, Hong mengatakan reklamasi itu tidak ditujukan untuk mengancam keamanan perkapalan internasional atau aktivitas penangkapan ikan. Hong menambahkan, China tetap mengedepankan negosiasi damai dengan negara pengklaim lainnya. Pembagian di Laut China Selatan juga bisa didasarkan pada sejarah.
”Kami perlu membangun reklamasi itu karena pengiriman bantuan seperti pascamusibah angin topan di wilayah sekitar sulit dilakukan secara cepat akibat terlalu renggangnya daratan yang satu dengan yang lain. Dengan adanya pulau buatan ini, pengiriman bantuan bisa dilakukan lebih cepat,” ujar Chunying. Di atas reklamasi itu, China akan membangun tempat penampungan dan tempat bantuan untuk navigasi, pencarian, dan penyelamatan. Selain itu, China akan membangun gedung meteorologi laut untuk mengantisipasi dan memperkirakan cuaca di wilayah sekitar, jasa perikanan, dan pelayanan administrasi. Proyek besar di Laut China Selatan itu, kata Chunying, akan menguntungkan semua pihak, terutama negara-negara yang berada di sekitar Laut China Selatan.
”Semuanya dibangun untuk memudahkan pelayanan yang diperlukan China, negaranegara tetangga, dan kapal swasta yang melewati rute Laut China Selatan,” kata Chunying.
Muh shamil
(ars)