RUU Antiterorisme Malaysia Kontroversial

Rabu, 08 April 2015 - 10:47 WIB
RUU Antiterorisme Malaysia Kontroversial
RUU Antiterorisme Malaysia Kontroversial
A A A
KUALA LUMPUR - Parlemen Rumah Rendah Malaysia kemarin meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Antiterorisme baru untuk mencegah penyebaran paham radikal. Namun, RUU baru itu memicu kontroversi.

Di bawah RUU baru itu otoritas terkait Malaysia memiliki wewenang lebih luas, termasuk menangkap tersangka teroris tanpa perlu melakukan dakwaan. Selain itu, mereka juga dapat menahan tersangka sampai dua tahun penjara tanpa perlu melalui jalur peradilan terlebih dahulu.

Penahanan juga bisa diperpanjang sesuai persetujuan. Dewan Terorisme Malaysia juga bisa mengeluarkan surat penangkapan tersangka teroris. Keputusan semacam itu sebelumnya hanya dikeluarkan pengadilan. Selain itu, mereka pun bisa menyita dokumen imigrasi milik warga Malaysia atau warga asing yang dicurigai berniat mendukung atau berjuang bersama kelompok terorisme.

Organisasi nonpemerintah yang berbasis di New York, Amerika Serikat (AS), Human Rights Watch, mengkritik keras pembangkitan aturan tersebut. RUU itu akan kembali mencederai hak asasi manusia (HAM) di Malaysia. ”RUU ini bentuk kemunduran besar bagi penegakan HAM di Malaysia,” bunyi pernyataan Human Rights Watch, dikutip BBC .

Parlemen Malaysia membutuhkan waktu hampir selama 15 jam untuk meloloskan RUU tersebut. Dialog berlangsung alot karena beberapa anggota parlemen sempat berdebat. Kubu yang pro dan kontra terhadap RUU itu hampir seimbang. Sebanyak 79 anggota mendukung sedangkan 60 anggota lain tidak mendukung.

RUU itu belum akan diterapkan karena masih perlu melalui beberapa tahap persetujuan. Salah satunya persetujuan dari Rumah Tinggi. RUU itu diduga pasti akan lolos sesuai dengan keinginan pemerintah. Sebelumnya Malaysia memiliki aturan hukum serupa dalam Internal Security Act. Namun, aturan itu sudah dihapus sejak April 2012 seiring peningkatan kekhawatiran dan tekanan dari masyarakat.

Maklum, dengan aturan itu, banyak anggota politik atau kritikus yang ditahan pemerintah. Politisi oposisi N Surendran mengatakan, RUU itu berpotensi membuat pemerintah semakin berkuasa.

Dalam skenario terburuk, RUU itu bahkan rawan disalahgunakan dan menjadi musibah besar bagi penegakan demokrasi di Malaysia. ”RUU ini sangat berpotensi untuk mencoreng demokrasi di negeri kami,” kata Surendran, dilansir AFP.

Senada dengan Surendran, Phil Robertson dari Human Rights Watch mengatakan, Malaysia telah membuka kotak pandora dan melepaskan malapetaka terhadap masyarakat Malaysia sendiri. RUU baru itu dikhawatirkan akan menjadi bencana besar bagi masyarakat. ”Malaysia perlu menghentikannya sebelum terlambat,” tutur Robertson.

Pemerintah berjanji tidak akan menyalahgunakan aturan hukum tersebut. Mereka mengaku RUU itu perlu diterapkan di Malaysia untuk mencegah perkembangan kelompok radikal. Saat ini sebanyak 67 warga Malaysia bergabung dan berjuang bersama Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), lima di antaranya dinyatakan tewas.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Malaysia Ahmad Zahid Hamidi mengatakan, 1.020 orang ditangkap karena diduga memiliki keterlibatan dengan ISIS. Namun, di tengahtengah maraknya penangkapan tersangka teroris, otoritas Malaysia juga turut menangkap politisi oposisi, jurnalis, aktivis, dan kritikus.

”RUU ini penting untuk mengekang peningkatan militan Islam. Militan Islam merupakan ancaman yang nyata. Kami perlu mencegahnya,” ujar Zahid, dikutip USNews. Sehari sebelumnya, 17 orang ditangkap polisi saat tengah melakukan pertemuan rahasia di Kuala Lumpur.

Muh shamil
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8071 seconds (0.1#10.140)