Blood Water

Kamis, 02 April 2015 - 12:12 WIB
Blood Water
Blood Water
A A A
Hanya untuk mendapatkan air, rakyat harus bertempur melawan korporasi di pengadilan. PADA 2010, Nina Herlina terpaksa menjual rumah peristirahatannya di Kampung Pameungpeuk, Desa Wanasari, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta.

Pegawai negeri sipil itu tak bisa lagi menikmati kolam renang favoritnya. Mata air di Gunung Burangrang, yang menjadi sumber air kolam itu, sudah lama seret. Nina masih beruntung. Hanya kolam renangnya yang kering kerontang. Sementara, katanya, warga lain mulai mengeluh kekurangan pasokan air bersih untuk kebutuhan seharihari. Di Babakan, desa tetangga Wanasari, santri Pondok Pesantren Al-Asyari kebat-kebit menyauk-nyauk air hingga ke dasar bak mandi.

”Itu terjadi sejak ada pencurian air,” kata perempuan 40 tahunan itu saat berbincang dengan SINDO Weekly , Senin pekan ini. ”Ada yang tidak beres,” celetuk Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menanggapi fenomena di Wanayasa tersebut. Sejak berkuasa pada 2013, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu memang sudah mencium gelagat wilayahnya bakal krisis air.

Dedi yakin, aktivitas pencurian air di wilayahnya telah memicu kekeringan. Si pencuri, menurut Dedi, bukan dari kelas teri, tapi kakap. Mereka perusahaan-perusahaan pemasok air minum kemasan dan kolam renang milik orang-orang kaya di Ibu Kota. Dalam menjalankan aktivitasnya, mereka rakus. Kata Dedi, perusahaan-perusahaan itu memasang pipa hingga ke sumber air di pegunungan.

Belum cukup, mereka pun membawa mesin penyedot agar aliran air semakin kencang. ”Mereka sedot, bawa, dan jual. Siapa coba yang tidak geram,” ujarnya dengan logat Sunda yang kental. Dedi sudah memerintahkan anak buahnya di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mengusir ”drakula-drakula” air itu.

Kerap kali petugas kabupaten harus mencabut pipa-pipa mereka dan mencegat truk-truk tangki pembawa air. Tapi, para ”drakula” masih membandel. SINDO Weekly yang sempat menelusuri titik-titik lokasi pencurian air di Jalan Terusan Kapten Halim, Kecamatan Pondok Salam, menuju Kecamatan Bandung Barat, Kabupaten Bandung, melihat pipa-pipa air berjejer di sepanjang jalan yang menanjak dan merupakan bagian dari hutan pegunungan Rancadara.

Di titik-titik inilah terlihat beberapa truk tangki di pinggir jalan. Aep Durrahman, Kepala Humas dan Protokol Kabupaten Purwakarta yang menemani SINDO Weekly , memastikan truk-truk itu sebagai pencoleng air yang dimaksud. Tidak ada nama perusahaan atau merek produk tertentu tertera pada truk itu.

Di titik lain, di sisi kanan jalan menuju Bandung Barat, tampak sebuah truk tangki berukuran besar sedang memuat buruannya. Mengetahui aktivitasnya sedang diperhatikan, beberapa pengemudi dan kernet truk memasang wajah sangar. Aep pun menyarankan SINDO Weekly menjauh. Rupanya para ”drakula” itu lebih ”sakti” dari pejabat kabupaten.

Setidaknya dari penelusuran itu, ada empat titik sumber air yang digarong. Dua sumber di Wanasari, satu di Babakan, dan satu lagi di Desa Salem. Parahnya, ada sebagian pencuri nekat mengebor untuk membuat titik baru sumber air. Belum lagi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang menunjukkan pengelolaan swasta mengidap banyak masalah.

Selengkapnya baca SINDOWEEKLY,
edisi Kamis, 2 April 2015.
(bhr)
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1112 seconds (0.1#10.140)