Vanuatu Butuh Bantuan Dunia Internasional
A
A
A
PORT VILA - Presiden Vanuatu Baldwin Lonsdale berharap bantuan internasional, setelah negara yang berada di Kepulauan Pasifik itu dihantam Siklon Pam dan menewaskan sedikitnya delapan orang pada Jumat (3/3) malam waktu setempat.
Kerusakan infrastruktur terjadi secara masif. Hal yang paling mengkhawatirkan adalah maraknya penyakit. Lonsdale mengatakan, dibutuhkan pertolongan secepat mungkin untuk memulihkan kondisi negaranya setelah dihantam badai dengan kecepatan 320 kilometer per jam. “Bantuan kemanusiaan yang paling mendesak. Kami membutuhkan sekarang juga,” ujar Lonsdale saat hendak pulang seusai menghadiri konferensi tentang bencana di Jepang, dikutipAFP , kemarin.
Selain itu, kemiskinan yang terjadi di pulau ini memerlukan dukungan keuangan jangka panjang. “Setelah pembangunan kami lakukan selama beberapa tahun belakangan ini, dengan sekejap angin topan datang menghancurkannya. Semua infrastruktur yang telah dibangun hancur,” tutur Lonsdale.
“Kami membutuhkan pendanaan internasional untuk membangun kembali semua infrastruktur,” katanya. Sejumlah pemimpin dunia telah menjanjikan dukungan dan pesawat militer. Tim bantuan bencana dari Australia, Selandia Baru, dan Prancis kemarin telah tiba dengan membawa makanan, tenda penampungan, obat-obatan, dan generator. Tim penyelamat menyebutkan hampir 90% rumah warga di ibu kota, Port Vila, hancur lebur.
Kemarin bantuan kemanusiaan terus berdatangan. Sayangnya, mereka terkendala dalam proses distribusinya. Mereka kesulitan untuk menjangkau puluhan pulau kecil yang terkena imbas badai. Dibutuhkan waktu berharihari untuk mencapai desa-desa terpencil yang rata oleh hantaman topan ini.
Colin Collett van Rooyen, direktur Oxfam—organisasi dunia yang menangani kemiskinan, mengatakan bahwa warga umumnya kekurangan air bersih, toilet, alat penjernih air, dan berbagai peralatan medis yang sangat dibutuhkan.
“Fase darurat pertama terjadi pada Jumat malam lalu saat badai siklon Pam menerjang. Keadaan darurat berikutnya yaitu potensi serangan penyakit karena minimnya pasokan air bersih, sanitasi, dan alat pemeliharaan kesehatan,” ucap Van Rooyen.
Menurutnya, lebih dari 100.000 keluarga diperkirakan kehilangan tempat tinggal. Semua gedung sekolah hancur, tempat evakuasi penuh, dan kerusakan pada fasilitas kesehatan dan kamar mayat.
Charlotte Gillan, paramedis asal Australia yang tinggal di Desa Tango, wilayah pinggiran Port Vila, mengatakan bahwa dengan tingginya curah hujan dan banyaknya sampah berserakan, potensi penyakit malaria, demam berdarah dengue (DBD), diare, dan muntahmuntah sangat tinggi akibat air yang terkontaminasi.
Arvin
Kerusakan infrastruktur terjadi secara masif. Hal yang paling mengkhawatirkan adalah maraknya penyakit. Lonsdale mengatakan, dibutuhkan pertolongan secepat mungkin untuk memulihkan kondisi negaranya setelah dihantam badai dengan kecepatan 320 kilometer per jam. “Bantuan kemanusiaan yang paling mendesak. Kami membutuhkan sekarang juga,” ujar Lonsdale saat hendak pulang seusai menghadiri konferensi tentang bencana di Jepang, dikutipAFP , kemarin.
Selain itu, kemiskinan yang terjadi di pulau ini memerlukan dukungan keuangan jangka panjang. “Setelah pembangunan kami lakukan selama beberapa tahun belakangan ini, dengan sekejap angin topan datang menghancurkannya. Semua infrastruktur yang telah dibangun hancur,” tutur Lonsdale.
“Kami membutuhkan pendanaan internasional untuk membangun kembali semua infrastruktur,” katanya. Sejumlah pemimpin dunia telah menjanjikan dukungan dan pesawat militer. Tim bantuan bencana dari Australia, Selandia Baru, dan Prancis kemarin telah tiba dengan membawa makanan, tenda penampungan, obat-obatan, dan generator. Tim penyelamat menyebutkan hampir 90% rumah warga di ibu kota, Port Vila, hancur lebur.
Kemarin bantuan kemanusiaan terus berdatangan. Sayangnya, mereka terkendala dalam proses distribusinya. Mereka kesulitan untuk menjangkau puluhan pulau kecil yang terkena imbas badai. Dibutuhkan waktu berharihari untuk mencapai desa-desa terpencil yang rata oleh hantaman topan ini.
Colin Collett van Rooyen, direktur Oxfam—organisasi dunia yang menangani kemiskinan, mengatakan bahwa warga umumnya kekurangan air bersih, toilet, alat penjernih air, dan berbagai peralatan medis yang sangat dibutuhkan.
“Fase darurat pertama terjadi pada Jumat malam lalu saat badai siklon Pam menerjang. Keadaan darurat berikutnya yaitu potensi serangan penyakit karena minimnya pasokan air bersih, sanitasi, dan alat pemeliharaan kesehatan,” ucap Van Rooyen.
Menurutnya, lebih dari 100.000 keluarga diperkirakan kehilangan tempat tinggal. Semua gedung sekolah hancur, tempat evakuasi penuh, dan kerusakan pada fasilitas kesehatan dan kamar mayat.
Charlotte Gillan, paramedis asal Australia yang tinggal di Desa Tango, wilayah pinggiran Port Vila, mengatakan bahwa dengan tingginya curah hujan dan banyaknya sampah berserakan, potensi penyakit malaria, demam berdarah dengue (DBD), diare, dan muntahmuntah sangat tinggi akibat air yang terkontaminasi.
Arvin
(ftr)