KPU Belum Putuskan Kubu yang Berhak Ikut Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menegaskan belum menentukan kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang berhak mengajukan calon di pilkada serentak 2015.
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menjelaskan, surat balasan dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang sempat dijelaskan Ketua KPU Husni Kamil Manik banyak disalahtafsirkan oleh sejumlah pihak. Dia membantah bahwa KPU telah menyikapi surat Kemenkumham tersebut yang menyebut bahwa kepengurusan Romahurmuziy (Romi) yang terdaftar sehingga berhak ikut pilkada.
”Belum ada, posisi bahwa pihak A atau pihak B dari satu partai yang berhak untuk mendaftar (di pilkada) belum ada,” tegas Hadar di Kantor KPU kemarin. KPU belum memutuskan salah satu kepengurusan dari PPP yang dianggap sah dan berhak ikut pilkada karena proses dan tahapan pilkada baru akan dimulai pada Juni 2015. ”Itu baru kami lakukan pada saat pendaftaran, jadi tidak bisa kami tunjukkan sekarang,” katanya.
Selain itu, peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan yang menjadi dasar pendaftaran pun sejauh ini belum ditetapkan. Padahal dari sanalah nanti akan jelas terlihat prosedur pendaftaran dan mekanisme pengaturannya. Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah menegaskan pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengenai keabsahan legal formal kepengurusan PPP yang tercatat di pemerintah pascaterbitnya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memenangkan PPP kubu Djan Faridz.
Dari situ KPU berharap bisa melihat kepengurusan mana yang telah diakui dan memiliki kekuatan hukum tetap. Kalaupun nantinya ada upaya banding kubu Romi maupun Kemenkumham pascaputusan PTUN, pihaknya akan menunggu keputusan final dan mengikat. Selama putusan tersebut belum didapatkan, pihaknya akan berpegangan pada keputusan dari Kemenkumham.
Lantas, bagaimana nasib partai yang berseteru apabila prosesnya panjang dan melampaui waktu pelaksanaan tahapan pilkada? Ferry mengatakan keputusan akhir akan ditentukan nanti. ”Ya itu kan kebijakan, kalau mengenai kebijakan nantilah,” ujarnya. Sekjen PPP hasil Muktamar Jakarta, Dimyati Natakusumah, menyarankan agar KPU memperhatikan kembali hasil putusan PTUN yang membatalkan pengesahan kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya yang dipimpin Romi.
Dia mengatakan, dalam amar putusannya hakim juga membacakan adanya putusan profisi yang menyatakan bahwa SK Kemenkumham selama proses banding harus ditunda pelaksanaannya. ”SK dibatalkan dan memang menunggu kekuatan hukum tetap. Tapi dibacakan juga pada putusan profisi akan adanya penundaan,” kata Dimyati kemarin.
Keputusan profisi tersebut, menurut dia, juga dikuatkan dengan surat dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham yang memastikan bahwa SK memang belum bisa dilaksanakan karena putusan sengketa belum inkracht . Pengamat hukum tata negara Asep Warlan Yusuf menjelaskan, sebelum ada putusan final dan mengikat, sejauh ini kubu Romi memang masih dianggap memegang aspek legal formal, tetapi dengan catatan SK Kemenkumham tertanggal 28 Oktober 2014 itu diupayakan untuk diajukan banding.
Meski demikian, apabila SK yang tengah digugat tersebut digunakan KPU untuk memberi jalan kepada kubu Romi untuk mengikuti pilkada serentak 2015, Asep khawatir akan timbul masalah baru saat SK tersebut kalah dan harus dibatalkan di tingkat kasasi. Itu berarti segala pencalonan dan kemenangan (apabila sudah dilakukan pemungutan suara) bisa dianggap batal.
”Karena dia berasal dari pengesahan yang dibatalkan status hukumnya sehingga justru ini akan memunculkan persoalan lain,” ujar Asep.
Dian ramdhani
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menjelaskan, surat balasan dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang sempat dijelaskan Ketua KPU Husni Kamil Manik banyak disalahtafsirkan oleh sejumlah pihak. Dia membantah bahwa KPU telah menyikapi surat Kemenkumham tersebut yang menyebut bahwa kepengurusan Romahurmuziy (Romi) yang terdaftar sehingga berhak ikut pilkada.
”Belum ada, posisi bahwa pihak A atau pihak B dari satu partai yang berhak untuk mendaftar (di pilkada) belum ada,” tegas Hadar di Kantor KPU kemarin. KPU belum memutuskan salah satu kepengurusan dari PPP yang dianggap sah dan berhak ikut pilkada karena proses dan tahapan pilkada baru akan dimulai pada Juni 2015. ”Itu baru kami lakukan pada saat pendaftaran, jadi tidak bisa kami tunjukkan sekarang,” katanya.
Selain itu, peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan yang menjadi dasar pendaftaran pun sejauh ini belum ditetapkan. Padahal dari sanalah nanti akan jelas terlihat prosedur pendaftaran dan mekanisme pengaturannya. Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah menegaskan pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengenai keabsahan legal formal kepengurusan PPP yang tercatat di pemerintah pascaterbitnya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memenangkan PPP kubu Djan Faridz.
Dari situ KPU berharap bisa melihat kepengurusan mana yang telah diakui dan memiliki kekuatan hukum tetap. Kalaupun nantinya ada upaya banding kubu Romi maupun Kemenkumham pascaputusan PTUN, pihaknya akan menunggu keputusan final dan mengikat. Selama putusan tersebut belum didapatkan, pihaknya akan berpegangan pada keputusan dari Kemenkumham.
Lantas, bagaimana nasib partai yang berseteru apabila prosesnya panjang dan melampaui waktu pelaksanaan tahapan pilkada? Ferry mengatakan keputusan akhir akan ditentukan nanti. ”Ya itu kan kebijakan, kalau mengenai kebijakan nantilah,” ujarnya. Sekjen PPP hasil Muktamar Jakarta, Dimyati Natakusumah, menyarankan agar KPU memperhatikan kembali hasil putusan PTUN yang membatalkan pengesahan kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya yang dipimpin Romi.
Dia mengatakan, dalam amar putusannya hakim juga membacakan adanya putusan profisi yang menyatakan bahwa SK Kemenkumham selama proses banding harus ditunda pelaksanaannya. ”SK dibatalkan dan memang menunggu kekuatan hukum tetap. Tapi dibacakan juga pada putusan profisi akan adanya penundaan,” kata Dimyati kemarin.
Keputusan profisi tersebut, menurut dia, juga dikuatkan dengan surat dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham yang memastikan bahwa SK memang belum bisa dilaksanakan karena putusan sengketa belum inkracht . Pengamat hukum tata negara Asep Warlan Yusuf menjelaskan, sebelum ada putusan final dan mengikat, sejauh ini kubu Romi memang masih dianggap memegang aspek legal formal, tetapi dengan catatan SK Kemenkumham tertanggal 28 Oktober 2014 itu diupayakan untuk diajukan banding.
Meski demikian, apabila SK yang tengah digugat tersebut digunakan KPU untuk memberi jalan kepada kubu Romi untuk mengikuti pilkada serentak 2015, Asep khawatir akan timbul masalah baru saat SK tersebut kalah dan harus dibatalkan di tingkat kasasi. Itu berarti segala pencalonan dan kemenangan (apabila sudah dilakukan pemungutan suara) bisa dianggap batal.
”Karena dia berasal dari pengesahan yang dibatalkan status hukumnya sehingga justru ini akan memunculkan persoalan lain,” ujar Asep.
Dian ramdhani
(ars)