Gelora yang Tak Padam

Minggu, 01 Maret 2015 - 11:35 WIB
Gelora yang Tak Padam
Gelora yang Tak Padam
A A A
Hasrat melukis sang seniman Ipong Purnama Sidhi tak bakal padam kendati sudah memasuki usia pensiun. ”Api melukis” itu sudah menyala dalam hatinya sejak ia duduk sebagai anak sekolah dasar di Taman Siswa.

Melalui pameran Kakang Kawah, Adhi Ari-Ari, Ipong menuangkan semua pengalam hidupnya di atas kanvas.

Sebagian hidupnya yang telah dibaktikan untuk dunia seni telah membuat karyakarya Ipong terlihat matang dan penuh arti mendalam. Latar belakangnya yang lama berkecimpung di dunia seni rupa semasa menjadi karyawan Kompas Gramedia selama 32 tahun, entah itu mendesain buku, meredesain Kompas (1990), dan membuat ilustrasi untuk banyak cerpen Kompas, mendorong semangat berkaryanyamembara setiap kali melihat pameran.

Bisa dibilang ini pameran tunggal Ipong untuk menutup masa berkaryanya, setelah sebelumnya sempat membuat pameran kurator bersama pada 2013. Melalui katalog pamerannya, Ipong menuliskan menjelang purnakarya, dirinya kembali membuka bingkisan kecil yang diberikan sang ibu ketika dirinyamasih remaja. Dia ingat betul sang ibu mengatakan, ”Le, urip itu rekoso -Hidup ini berat dan sulit.

Maka itu, bila engkau nanti perlu pertolongan, sebutlah Kakang Kawah Adhi Ari-Ari. Merekalah saudara halusmu.” Dalamkawruh Jawa dikenal kembaran diri yang disebut Sedulur Papat, Lima Pancer Kakang Kawah Adhi Ari-Ari. Sejak zaman kuno, spiritual Jawa mempunyai kepercayaan saudara halus yang mendampingi kita. Saudara halus yang tak berbadan fisik itu, menurut kepercayaan tradisional Jawa itu, selalu membantu saudaranya yaitu manusia dalam menjalani hidupnya dengan sehat, selamat, dan sejahtera selama hidup di bumi.

Di mata Romo Sindhunata, meski akan segera pensiun, pada Ipong rasanya semangat dan hasrat berkesenian tak mungkin padam. Tak bakal padamkarena hasrat itu telah ada hampir sepanjang hidupnya. ”Sejak kecil hasrat itu seakan adalah api yang makin hari makin bernyala sampai masa lanjut usianya. Sejak duduk sebagai anak sekolah dasar di Taman Siswa, api melukis itu sudah menyala dalam hati seorang Ipong,” ungkapnya.

Usia Ipong boleh semakin senja, tapi tidak dengan semangatnya terhadap karya seni yang tetap cerah, semangat, dan berjiwa. Menikmati karya Ipong memang seperti menjalani ritme hidup sehari-hari. Dari tiga ruangan pameran yakni di tengah dan kanankiri dari pintu gerbang masuk, ada sekitar 37 lukisan yang dipajang. Selain lukisan, ada pula 12 kotak lukisan hitam putih seperti ilustrasi yang bisa menjadi tempat duduk yang tersebar di tengah ruangan utama.

Lalu, 30 ilustrasi cerita pendek (cerpen) yang telah dibuatnya sejak 1990-an ikut dipajang. Sekilas memang sulit membaca karya Ipong. Namun, jika diamati, karya Ipong mengandung garis ekspresionis yang keras dan lugas, tapi menjadi seorang surealis yang lembut, halus, dan romantis. Hampir semua karya Ipong memotret figur yang kadang terlihat nyata, tapi bayak juga yang abstrak dan mengandung banyakmakna.

Diiringi lagu-lagu penyanyi jazz ternama Syaharani, lukisan-lukisan Ipong semakin penuh warna, hidup, penuh cinta, dan pantang menyerah. Seperti lukisan berjudul Menggendong Cucu Pertama. Satunya berjudul Welcome Grandson. Keduanya bernafas sama yakni menceritakan seorang figur kakek yang berbahagia menggendong cucunya. Warna yang digunakan begitu cerah yakni kuning, hijau, ungu, merah, dan masih banyak lagi.

Bermain dengan warna dan beberapa tulisan tangan yang sengaja dituliskan di pinggir lukisan. Lalu karya berjudul ItsMe That You Need, dua lukisan digabung menjadi satu. Sesosok figur lelaki dengan rambut merekah bagaikan burung merak, di sebelahnya sejumlah wajah terlihat dengan berbagai bentuk. Tertawa, sedih, diam, tertidur, dan terdiambegitu saja. Satu gambaran tentang masa muda yang begitu bergairah juga ditampilkan dalam sebuah karya Beer Addict. Seorang figur dengan memeluk sebotol minuman dan tangan yang satunya memegang sejumlah botol.

Bermain Warna Cerah

Sepanjang mata memandang, lukisan Ipong memang tak selalu mengenakkanmata. Tak selalu menuai pujian indah. Tapi, semua runtunan lukisan ini memiliki kisah bak cerita kehidupan yang kita jalani. Menurut Sindhunata, berdasarkan pengalamannya dalam berkarya seorisinal mungkin, Ipong berpendapat lukisan itu tak harus indah.

Kendati demikian, jangan sampai lukisan itu tidak menarik dan tidak charming. Lihat saja karya berjudul All You Need is Love. Figur lelaki dan perempuan muda yang begitu bergairah sedang berpelukan mesra. Seakan tak ingin lagi terlepas satu sama lain. Dinamika kemesraan itu terasa dalam goresan- goresan garis yang keras. Sementara rahasia kemesraan itu tetap disembunyikan dalam pilihan warnanya yang gelap.

Perpaduan ini menampilkan sepasang wajah yang bergairah. Kemesraan itu begitu dalam, terefleksi pada wajah figur wanitanya. Seluruh warna dalam lukisan itu adalah khas Ipong: terang yang selalu dibungkusnya dalam kegelapan. Dari semua lukisan, yang paling bayak ditemui adalah lukisan tentang figur yang sedang tidur.

Susi susanti
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5762 seconds (0.1#10.140)