Kesiagaan Masyarakat Hadapi Bencana Rendah
A
A
A
JAKARTA - Kesiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana yang datang perlu dibentuk sedini mungkin.
Pemahaman yang tepat akan jenis bencana yang terjadi akan menentukan seberapa besar kemampuan masyarakat untuk menghindari bahaya dari bencana tersebut. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, berdasarkan survei yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan UNESCO, kesiagaan masyarakat Indonesia dalam menghadapi bencana yang datang masih rendah, meskipun pengetahuan masyarakat akan bencana sudah meningkat.
“Namun, belum diikuti dengan sikap untuk menghadapinya,” kata Sutopo saat menjadi pembicara diskusi “Membangun Ketanggapan Bencana di Berbagai Level” yang digelar World Vision Indonesia, di Jakarta kemarin. Untuk membentuk budaya masyarakat yang tangguh, menurut Sutopo memang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.
Harus dimulai secara bertahap dengan target semua masyarakat nantinya bisa menempatkan bencana bukan sebagai kepanikan, melainkan berupaya semaksimal mungkin untuk menghindarinya. “Prosesnya memang panjang bisa lintas generasi,” ucapnya. Dengan letak geografis yang berada di wilayah rawan bencana, masyarakat Indonesia memang dituntut untuk selalu sigap menghadapi situasi bencana.
Terlebih menurut Sutopo bencana di Tanah Air cukup beragam. Sutopo menambahkan, ke depan pemerintah harus memosisikan upaya penanggulangan risiko bencana kedalam investasi pembangunan, meski pemberian bantuan bencana kepada masyarakat secara berlebihan jugadapatmembuatmasyarakat menjadi rendah kemampuannya menghadapi bencana.
“Semakin banyak pemerintah memberikan bantuan maka kemampuan masyarakat semakin rendah. Masyarakat cenderung menunggu bantuan pemerintah sehingga mereka menjadi pasif dan tidak tangguh,” tambahnya. Director of Humanitarian Emergency Affairs WVI Billy Sumuan menegaskan, fokus pihaknya dalam setiap bencana adalah mengevakuasi anakanak dari bahaya.
Menurutnya, anak selalu menempati posisi yang rentan menjadi korban di setiap bencana yang terjadi di seluruh dunia. “Unicef mencatat dari seluruh korban bencana yang ada di dunia, 50-60% adalah anak,” kata Billy. WVI sendiri, menurut Billy, mencoba untuk menerapkan UU penanganan bencana yang lebih memprioritaskan pada proses pencegahan, mitigasi untuk mengurangi risiko jatuhnya korban.
Dengan cara itu, apabila terjadi bencana maka diharapkan masyarakat siap untuk menghadapinya. “Kita juga melakukan program-program mengurangi dampak bencana di 55 daerah, salah satunya program risiko bencana berbasis sekolah untuk menumbuhkan sensitivitas bencana di lapangan,” ucapnya.
Dian ramdhani
Pemahaman yang tepat akan jenis bencana yang terjadi akan menentukan seberapa besar kemampuan masyarakat untuk menghindari bahaya dari bencana tersebut. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, berdasarkan survei yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan UNESCO, kesiagaan masyarakat Indonesia dalam menghadapi bencana yang datang masih rendah, meskipun pengetahuan masyarakat akan bencana sudah meningkat.
“Namun, belum diikuti dengan sikap untuk menghadapinya,” kata Sutopo saat menjadi pembicara diskusi “Membangun Ketanggapan Bencana di Berbagai Level” yang digelar World Vision Indonesia, di Jakarta kemarin. Untuk membentuk budaya masyarakat yang tangguh, menurut Sutopo memang tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.
Harus dimulai secara bertahap dengan target semua masyarakat nantinya bisa menempatkan bencana bukan sebagai kepanikan, melainkan berupaya semaksimal mungkin untuk menghindarinya. “Prosesnya memang panjang bisa lintas generasi,” ucapnya. Dengan letak geografis yang berada di wilayah rawan bencana, masyarakat Indonesia memang dituntut untuk selalu sigap menghadapi situasi bencana.
Terlebih menurut Sutopo bencana di Tanah Air cukup beragam. Sutopo menambahkan, ke depan pemerintah harus memosisikan upaya penanggulangan risiko bencana kedalam investasi pembangunan, meski pemberian bantuan bencana kepada masyarakat secara berlebihan jugadapatmembuatmasyarakat menjadi rendah kemampuannya menghadapi bencana.
“Semakin banyak pemerintah memberikan bantuan maka kemampuan masyarakat semakin rendah. Masyarakat cenderung menunggu bantuan pemerintah sehingga mereka menjadi pasif dan tidak tangguh,” tambahnya. Director of Humanitarian Emergency Affairs WVI Billy Sumuan menegaskan, fokus pihaknya dalam setiap bencana adalah mengevakuasi anakanak dari bahaya.
Menurutnya, anak selalu menempati posisi yang rentan menjadi korban di setiap bencana yang terjadi di seluruh dunia. “Unicef mencatat dari seluruh korban bencana yang ada di dunia, 50-60% adalah anak,” kata Billy. WVI sendiri, menurut Billy, mencoba untuk menerapkan UU penanganan bencana yang lebih memprioritaskan pada proses pencegahan, mitigasi untuk mengurangi risiko jatuhnya korban.
Dengan cara itu, apabila terjadi bencana maka diharapkan masyarakat siap untuk menghadapinya. “Kita juga melakukan program-program mengurangi dampak bencana di 55 daerah, salah satunya program risiko bencana berbasis sekolah untuk menumbuhkan sensitivitas bencana di lapangan,” ucapnya.
Dian ramdhani
(ars)