NASA Ciptakan Roket Baru Bertenaga Nuklir

Minggu, 08 Februari 2015 - 11:01 WIB
NASA Ciptakan Roket Baru Bertenaga Nuklir
NASA Ciptakan Roket Baru Bertenaga Nuklir
A A A
Ilmuwan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) sedang mengembangkan roket bertenaga nuklir baru yang diharapkan dapat digunakan untuk mengirim para astronot ke Planet Mars dan mengeksplorasi tata surya. Bahan pembuatan nuklir yang berbeda dari sebelumnya diklaim dapat mengurangi waktu perjalanan menuju tata surya. Para insinyur NASA kini tengah menyusun rencana untuk menggunakan propulsi termal nuklir dalam sebuah misi ke Mars pada 2033 mendatang. Mereka percaya, penggunaan roket bertenaga fusi nuklir dan bukan bahan kimia tradisional dapat mengurangi lamanya perjalanan melalui tata surya. Roket termal nuklir tersebut memiliki berat sekitar setengah dari roket kimia biasa, tapi memiliki jumlah energi dorong yang sama. Berdasarkan desain yang dibuat, uranium-235 sebagai sumber utama tenaga nuklir yang digunakan untuk memanaskan hidrogen cair di dalam reaktor dapat mengubah hidrogen cair menjadi gas hidrogen terionisasi atau menjadi sebuah plasma. Plasma ini kemudian disalurkan melalui nozzle roket untuk menghasilkan daya dorong. Dr Stanley Borowski, insinyur di NASA John Glenn Research Center menjelaskan bagaimana proses ini kemudian dapat digunakan untuk mendorong roket. Borowski mengatakan, pesawat ruang angkasa yang disebut Copernicus ini terdiri dari kargo dan kendaraan berawak. Masing-masing akan disokong oleh propulsi (sarana pencipta kekuatan gerakan) termal nuklir. Copernicus akan dibangun dengan menggunakan tiga mesin yang masingmasing mampu memproduksi daya dorong sekitar 25.000 lbs . Borowski memperkirakan bahwa kendaraan ini mampu membawa manusia mengarungi 40 juta mil perjalanan dari bumi ke Mars dalam 100 hari. Dalam makalahnya, Borowski mengatakan bahwa pengukuran terbaru tentang radiasi partikel di dalam pesawat ruang angkasa Mars Science Laboratory yang sudah diterbangkan ke Mars pada 2011 mengindikasikan bahwa astronot dapat menerima dosis radiasi ~0,66 Sv . Ini merupakan batas standar yang dibuat NASA dalam penerimaan radiasi selama perjalanan ke Mars selama satu tahun. Dengan potensi kru menerima dosis tambahan selama fase eksplorasi ini, beberapa pertanyaan akan muncul. Salah satunya adalah bisakah kinerja propulsi panas nuklir digunakan untuk mengurangi waktu transit? Jika bisa, seberapa banyak. Analisis yang kami sajikan menunjukkan pengurangan waktu transit sebanyak 50%, terang Borowski, dilansir Daily Mail . NASA pertama kali mulai meneliti roket termal nuklir sebagai bagian dari mesin nuklir untuk program aplikasi rocket vehicle (Nerva) pada 1959. Namun proyek yang tercipta berkat kerja sama NASA dan Komisi Energi Atom US ini tidak berusia panjang dan dihentikan pada 1973. Kendati hanya berusia pendek, selama kurun tersebut insinyur berhasil menemukan beberapa prototipe penting. Salah satu yang paling canggih dan dikenal adalah mesin Pewee. NASA kini tengah berharap kembali untuk menghidupkan program tersebut agar dapat memberikan generasi baru roket yang dapat membawa astronot dan peralatannya ke ruang angkasa. Dengan bobot roket nuklir berjumlah setengah dari roket kimia biasa, peneliti memperkirakan, kargo dapat membawa muatan lebih besar sekaligus mempersingkat waktu tempuh perjalanan. Di bawah Borowski, misi yang rencananya akan dilakukan pada 2033 ini bisa menggunakan dua kendaraan kargo untuk menyebarkan peralatan ke permukaan orbital Mars menjelang kedatangan kru. Borowski mengungkapkan, awalnya Copernicus memiliki waktu tempuh 130 hari. Namun, setelah mengubah desain pesawat ruang angkasa ,jarak tempuh akhirnya bisa dipangkas menjadi 100 hari. Borowski bahkan berpendapat, para astronot bisa mempersingkat lagi waktu tempuhnya menjadi 90 hari dengan syarat menggunakan tujuh peluncuran. Para insinyur pun telah mengusulkan untuk menggunakan tujuh peluncuran guna membawa kargo dan kru ke Mars pada 2033. Namun, semua ini masih dalam bentuk proposal dan belum disetujui pihak berwenang. Proposal roket bertenaga nuklir juga dibahas dalam presentasi terbaru oleh Dr Michael Houts, manajer penelitian nuklir di NASA Marshall Space Flight Center. Dia mengatakan, propulsi nuklir adalah permainan perubahan teknologi untuk eksplorasi ruang angkasa. Ia mengatakan bahwa melalui peluncuran roket ini, para ilmuwan berharap dapat membuktikan keterjangkauan teknologi dalam tiga tahun ke depan. Dia mengatakan bahwa isotop radioaktif seperti strontium-90 yang memiliki paruh 28,8 tahun atau cesium- 137 dengan waktu paruh 30,1 tahun juga bisa digunakan untuk menyalakan reaktor. NASA bisa menggunakan fisi nuklir untuk dijadikan daya misi masa depan yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi Jupiter, Bulan, Neptunus dan Kuiper Belt. Houts menjelaskan, propulsi termal nuklir adalah kemampuan fundamental baru dengan penciptaan energi berasal dari fusi, bukan reaksi kimia. Insinyur NASA kini sedang mengusulkan desain untuk elemen bahan bakar untuk mesin roket nuklir kecil menggunakan karbida uranium (UC2) yang terkandung dalam grafit dan dapat digunakan dalam rover atau ruang pemeriksaan. Sistem awal akan memiliki impuls spesifik kira-kira dua kali lipat dari sistem kimia terbaik, mengurangi persyaratan propelan serta mengurangi waktu perjalanan dan bermanfaat bagi misi jangka jauh maupun jangka pendek. Sistem propulsi nuklir ini bisa memiliki kinerja yang sangat tinggi dan kemampuan unik,papar Houts. rini agustina
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2868 seconds (0.1#10.140)